No. 12

4K 507 16
                                    

|Written on Jan 4th, 2019|
....

Tuh aku start nulis part ini tgl 4 bhookk, dan baru kelar hari neh 😂

***

Wangi melati menyeruak terbawa angin. Di hunian sederhana dengan perkarangan di penuhi tanaman berbau khas tersebut, Melati duduk terpekun memandang jaket kulit hitam yang tergantung basah di jemuran depan rumah. Ia tak habis pikir saat si penyuka pria padang pasirnya itu mengantarkan dirinya pulang dengan suka rela semalam. Ya, walaupun habis dipukuli lebih dulu sama si kanjeng ratu.

Namun anehnya, Alan tak banyak suara, seperti biasanya dia. Alan hanya diam atau sekedar menjawab saat Melati mengajaknya ngobrol, hanya untuk menutupi rasa canggung. Bagaimana tak canggung jika waktu tempuh perjalanan mereka hampir setengah jam dihabiskan hanya berdua di atas motor besarnya Alan. Obrolan mereka hanya sebatas bahasan masalah kepadatan kota Jakarta, hobi mereka yang hampir semua serupa, juga masalah kampus dan dunia kerja. Sama sekali tak ada pertengkaran, apalagi sampai tanding suara.


"Nih pakai" Alan melepaskan jaket kulit hitam yang ia kenakan. Dan melemparnya asal ke arah Melati. "Lo pikir siapa yang bakal diomeli habis-habisan kalau lo sakit abis gue antar pulang, heh?!"

Melati mengeram kesal sembari mengacak rambutnya frustasi. Saat benaknya kembali mengulang kalimat terakhir yang ucapkan Alan sebelum ia kembai pulang---- Siniin hp lo! Save nomor gue. Tak ada kesempatan buat menolak tak kala gerak tangan Alan lebih cepat darinya.

Dan pagi ini, Melati kembali melirik layar ponsel yang ia genggam di tangan.

Pria itu mengiriminya pesan.


Alan Dhevan Pradika
Online

Ntar malam gue mampir ambil jaket, ya?

...

Melati diam sejenak. "Balas, gak ya?", Gumamnya. Padahal tanpa sadar tangannya menekan tanda panah itu sedari tadi.

Malas berpikir akhirnya dia melempar benda tersebut di atas sofa yang ia duduki, berjalan menuju jemuran dan  memindahkan jaket basah itu ke area yang tak bisa ia sering jangkau dengan matanya.

.
.
.

"Fer! Gak ada PR apa?" Melati berjalan keluar kamar mendatangi seorang pria di ruang tamu.

Dia Feral, adik Melati satu-satunya, sekaligus keluarga yang masih tersisa setelah kepergian ibunya dua tahun yang lalu. Pria itu masih duduk di kelas dua belas, dengan segala tingkah kekanak-kanakannya yang minta ampun.

"Kak, lapar." Rengek Feral. Masih tak mau beranjak dari singgasannya di sofa empuk.

"Aku tanyain PRmu. Bukan soal perutmu." Melati mematikan TV dan berjalan menuju sofa. "Bisa, gak bantu aku dengan tidak membuat keonaran di ruang tamu?! Capek tau! Diluar aku sibuk kerja, ngurus skripsi. Dan di rumah, aku nemuin rumah berantakan bahkan adikku yang juga ikut-ikutan berantakan."

Mulai lagi! Kalau sudah begini, mau tak mau Feral mengalah dengan tak bersuara. Dia hanya diam dan mendengarkan. Tak sepenuhnya mendengarkan, dia hanya menonton kakaknya wira -wiri membereskan kekacauan yang ia buat.

Pantofel VS SneakersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang