Cutie Devil: Dream Or...

218 33 12
                                    

.

.

Ada yang inget kalo aku pernah idup????

Hahahaha, peace....

.

.

.

.

KrisHo

.

.

"Kris, are you okey?"

"Ah, yes I'm. Mister sorry." Kris tampak gugup karena ternyata yang menepuk pundaknya dengan keras adalah Mr. Vin pemilik kedai kecil tempat Kris bekerja.

"Dari tadi kau melamun Kris, hingga aku memanggilmu berkali-kali kau tak dengar."

"Benarkah? Aku benar-benar minta maaf Mister. Aku tidak bermaksud, ah aku akan ke belakang sekarang." Kris beranjak dari duduknya di salah satu meja yang tadi di bersihkan, kemudian ia pergi.

Hari kembali menjelang malam, Kris rasanya tak ingin pulang saja, ia merasa tak nyaman di rumah, tapi hati dan pikirannya berkata lain. Hatinya benar-benar tak ingin pulang namun otaknya mengendalikan dirinya terus melangkah melewati jalan setapak hingga ia tersadar sudah memutar kunci pintu flatnya.

"Ternyata memang mimpi."

Flatnya sepi, masih gelap, berantakan, dan tak ada tanda-tanda kehidupan sama sekali. Kris lelah, pikiran dan hatinya terasa kacau. Tapi noda darah yang ia temukan pada pakaian dan lantai flatnya tempo hari masih terlihat sangat nyata. Kris membaringkan dirinya di atas kasur, rasa lelahnya yang teramat sangat mengalahkan rasa laparnya, hingga ia menyapa kembali mimpinya.

"Nggrrhhh." Kris mengerang, lagi-lagi tubuhnya di dera rasa nikmat berkepanjangan, menjalar pada setiap urat nadinya, menghantarkan pada satu titik yang membuatnya menegang dan berkedut keras. Gesekan yang dirasa berjalan seirama lembut dengan helaan nafasnya yang tak beraturan membuat pikirannya semakin kosong.

Rasa nikmat yang menyiksa tubuhnya. Kris berusaha membuka matanya yang terasa sangat berat, kepalanya tiba-tiba didera pusing berkepanjangan ketika sapuan lembut menyapa bibirnya. Terasa kasar manis ketika lidah basah menyapu kedua bibirnya, berhasil membuat ia tersadar. Kembali mendapati sosok rupawan di atasnya, kembali menindihnya. Dengan aroma tubuh menggairahkan, lenguhannya terdengar merdu, dan gerakannya lembut namun tak beraturan. Kris merasa ia benar-benar gila, kedua tangannya tak mampu bergerak, kakinya terasa kaku, dan tubunhya memberat. Ia tak dapat bergerak, kedua netranya hanya mampu menggambarkan sosok tersebut.

Kris menangkapnya dengan jelas, wajah mungilnya tampak memerah dengan saliva yang mengalir disudut bibir tipisnya. Mulutnya yang terbuka menampilkan taring kecil yang tajam, ada sepasang tanduk kecil yang mencuat diatara helaian hitam yang terlihat lembut apabila disentuh. Kris menggeser pandangannya, tubuh indah tanpa cela, pinggangnya yang ramping, bongkahan pantatnya yang terasa padat, dan ekor hitam yang bergerak antusias. Tapi sosok tersebut benar-benar indah. Kris menyerah pada nafsunya, ia benar-benar menikmatinya, ia bahkan tak mampu sedikitpun mengalihkan pandangannya dari wajah cantik yang sedari tadi menggumamkan namanya dalam keseksian. Kelopak matanya tertutup sempurna, kepalanya mendongak, seakan benar-benar menikmati perlakuannya sendiri pada tubuh jangkung di bawahnya. Kris menyukainya, ia benar-benar terperdaya.

.

"Kris! Kau melamun lagi?!" satu sentakan kuat pada bahunya menghantarkan kesadaran yang menyakitkan kepalanya. Kris menoleh, mendapati Mr. Vin melihatnya dengan tajam.

"Pelanggan menunggumu di depan, apa yang kau lakukan menatap perapian itu sejak tadi."

"Ah, maafkan saya Mister, maaf." Kris buru-buru melenggang pergi, menghampiri Ariana koki di dapur kecil mereka, mengantarkan kertas pesanan yang tanpa ia sadari sudah sangat lecek di dalam genggaman telapak besarnya.

Lagi-lagi kedai hari ini cukup ramai, Kris kembali lembur hingga dini hari. Tubuhnya tiba-tiba bergidik ngeri ketika ia melihat jam yang menunjukkan pukul 01.39. Ariana adalah anak pemilik kedai ini, ia menyentuh lengan Kris lembut kala pemuda tersebut terdiam saat mencucui piring. Lampu dapur terlihat lebih temaram karena gelapnya malam.

"Kris, kau oke?" Ariana berujar lembut. Kris masih diam, gadis berambut pirang tersebut menatap heran pada pemuda yang menatap kosong piring berbusa di tangannya.

"Daddy!" teriaknya. Kris tersadar seketika, hampir saja piring yang ia cuci tergelincir jatuh.

"Kris jangan pulang dulu. Duduklah denganku di depan perapian barang 15 menit."

"Biar aku yang lanjutkan, pergilah." Kris lagi-lagi tampak tidak fokus, dan Ariana baru menyadari bahwa pemuda yang telah 3 tahun lebih bekerja di kedai ayahnya itu tampak pucat sekali. Ia bahkan meninggalkan Ariana begitu saja setelah mencuci tangannya.

Kris mendapati atasannya duduk berselonjor di atas karpet yang sengaja digelar setelah kedai tutup, dengan dua cangkir coklat panas yang masih mengepul.

"Duduklah, disini hangat, dan minumlah, ini akan membuatmu lebih baik."

Kris menurut, ia duduk dan meminum coklatnya dalam diam.

"Kau terlihat tidak sehat akhir-akhir ini. Kau tidak makan dengan baik?" pria berusia setengah abad tersebut bertanya, namun matanya terfokus pada kayu-kayu kecil yang terlahap api dalam perapian. Kris masih tak menjawab, pikirannya bahkan menerawang entah kemana.

"Kau tampak pucat dan tidak fokus beberapa hari ini. Mungkin kau bekerja terlalu keras, ambillah libur besok. Jangan memaksakan diri." Aura seorang ayah memancar begitu jelas melalui ucapan Mr. Vin sesederhana itu.

"Tidak." Kris tiba-tiba menanggapinya dengan jelas, Mr. Vin menoleh dengan tatapan bertanya pada pemuda yang ia anggap sebagai anak sulungnya tersebut.

"Besok pasti ramai sekali, banyak yang akan merayakan malam mereka disini." Kris bergumam, suara gemeratak kayu terlalap api dan kobarannya menimbulkan bayang-bayang samar diantara kedua lelaki tersebut.

"Besok pagi Mia akan kemari, tenanglah." Mia adalah adik perempuan Mr. Vin yang sangat baik, wanita cantik tersebut selalu menghabiskan Hallowennya di rumah Mr. Vin, memasak dan ikut membagikan kue-kue atau permen-permen pada anak-anak desa yang berkeliling di sekitar sini. Ya besok adalah tanggal 31 Oktober, Hellowen Day.

"Pulanglah dan istirahatlah. Nikmati hari esok, cepat." Mr. Vin menyelipkan beberapa lembar uang di tangan Kris, pemuda tersebut akan menolak namun Mr. Vin menunjukkan sorot tidak suka.

Kris berjalan pelan, bulan tampak berpendar kelabu tertutup awan hitam di langit. Kris mengamati kristal merah yang tak lagi berpendar seterang hari pertama ia menemukannya. Mengangkatnya tinggi-tinggi di atas kepala dan menatapnya tanpa jeda. Indah namun seperti sekarat. Kris kembali memasukkannya dalam kantong dan berjalan diantara keheningan. Ia ingin memutar jalan karena rasa takut yang tiba-tiba menyapa pikirannya mengenai kejadian minggu lalu.

"Help..." tubuhnya menegang seketika. Tak jauh dari tempatnya berpijak seseorang atau entah apa meringkuk dengan tubuh kecilnya di tengah jalan. Kris berjalan ragu, ia mendapati suara tangis sendu dari tubuh tersebut.

"Hey, what happen?" Kris berjongkok, tanpa sadar meraih tubuh kecil tersebut.

"Help me." Jari-jari kecil mencengkeram mantel depan Kris dengan sangat kuat. Manik merahnya menatap Kris dengan tajam, mengalirkan air berwarna merah bening dari kedua sudutnya, dan wajah rupawannya membuat Kris sesak. Ia benar-benar mengenali sosok di depannya. Kain hitam tipis yang menutupi tubuh tersebut terjatuh, dan dengan jelas menampakkan sebelah sayap kelelawar yang patah dengan darah hitam basah yang melekat lengket pada punggung selembut kain sutra.

.

.

TBC...

20/5/18 21:22

.

.

Masih tidak jelas juga. Hahahaha.

.

[COMPLETE] LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang