Candy

196 34 0
                                    

Aku mengembus napas penat sesudah mengembangkan payung di area lapangan sekolah. Salju turun mengguyur sejak jam pulang sekolah, untung tidak terlalu deras sampai membuatku tertahan di ruang guru sampai entah kapan. Sol-sol sepatu terbenam menciptakan jejak dalam aspal bersalju. Aku berhenti sejenak, membenahi lilitan syal, lanjut berjalan melewati zebra cross, kembali menghambur napas ketika mendapati bus yang hendak kunaiki telah pergi meninggalkan halte.

Destinasiku adalah supermarket. Akhir bulan, kondisi hectic sekolah, musim dingin, dan stress karena satu orang adalah rangkuman paling tepat dari sekian banyak faktor yang membuatku malas belanja. Namun aku butuh membeli beberapa barang dan bahan makanan dan aku butuh membeli hotpack karena kaus tanganku robek dan aku tak punya waktu membenahinyaーmeskipun sekedar menambal nganga mengerikan di telapak tangan dengan kain perca seadanya.

Mengingat letak supermarket terlalu jauh dari apartemenーdan aku tidak tahu mesti memakan waktu berapa banyak menanti bus selanjutnya datangーtempat belanja cadangan dengan harga lebih terjangkau adalah minimarket dekat sekolah.

Petugas kasir serempak mengucap selamat datang begitu pintu otomatis bergerak terbuka. Aku meraih keranjang belanja, mulai melakukan penjarahan terutama di rak bahan makanan. Pewangi. Detergen. Hotpack. Aku memeriksa deretan list belanja, mencentang satu per satu, memastikan tak ada yang luput. Aneh, rasanya ada sesuatu yang tertinggal.

“Selamat datang. Ada tambahan lagi?” Tanya petugas kasir ramah sembari mengeluarkan isi keranjang belanja. Bunyi beep sensor mendeteksi barcode menjadi latar belajang suara petugas ini bicara. Menanyakan kartu member, menawarkan promo yang kujawab dengan gelengan. Sembari menunggunya memindai seluruh barang belanja, aku mengedar pandang, tepatnya menatap deretan cokelat batangan dan berbagai makanan lain yang ditata pada rak di bawah kasir.

Sebuah benda menarik perhatianku.

“Maaf, aku tambah beli ini.”

“Tentu.”

Perasaanku campur aduk sewaktu petugas kasir memasukkan mini size permen jahe ke tote bag belanja. Dominan ragu menggelayuti, tetapi ada sedikit percik nostalgik memaksaku tetap mengambil permen itu. Terlebih ketika aku merobek bungkusnya, mengeluarkan sebutir berbentuk persegi panjang kecil dengan warna kemerahan khas warna permen jahe.

Manis bercampur sedikit pedas tercecap indera perasa, membuatku mengingat satu hari di antara ratusan hari silam di mana aku pertama kali menyukai permen jahe dan segala penganan atau minuman berbahan dasar jahe.

Tidak buruk, batinku sambil mengunyah permen. Sensasi menghangatkan yang sangat-sangat identik dengan jahe lebur dalam mulut, melewati kerongkongan. Sisa permen lain kusimpan dalam tote bag. Aku membuka aplikasi notes ponsel, membuka to-buy-list bulan berikutnya dan mengetikkan permen jahe masuk dalam list.

Chapter ini diketik habis muter-muter tumblr nyari writing ideas terus mama nyeletuk dingin-dingin enak minum jahe, oq deh.

Makasih yang mampir baca, ngasih vote, sama ngekomen. Selamat datang dan selamat membaca buat para pembaca baru ♥

(Tambahan: habis ini mau bom update)

Curtain Call | MiyoshiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang