Jealous?

212 32 10
                                    

Suasana dalam mobil amat mencekam.

Aku tak berani bergerak banyak, hanya bersandar di jok sambil melihat jalan dari jendela. Maki sendiri tak mengatakan apapun, mengemudi seperti biasa melewati jalan-jalan yang aku hapal mati ke mana destinasinya.

Yang tidak biasa adalah wajah kelewat datarnya.

Kepalaku sesak dipenuhi berbagai pemikiran yang terlalu takut kusuarakan. Maki saat ini ada dalam kondisi separuh senggol bacok. Bicara salah sedikit saja pasti efeknya sangat masif. Daripada membangkitkan kegelapan dalam dirinya, aku merapatkan diri ke sudut antara jok dan jendela, mengeratkan genggaman pada syal di pangkuanku.

Alih-alih berhenti di depan apartemen, Maki membelokkan mobil memasuki pelataran lapangan parkir. Mobil berhenti, mesin masih menyala, pintu masih terkunci rapat, dan Maki belum bicara sepatah katapun.


Kombinasi buruk.



“Jam lima.”

“Hm?” Aku memberanikan menoleh. Maki konstan menatap lurus ke depan.

“Aku menunggu di depan gerbang sejak jam lima.”

Jantungku mencelus. Sesak menggumpal di tenggorokan, dada, hingga pelupuk mata. Maki menoleh. Biner cokelat keruh oleh berbagai emosi eksplisit. Tergugu, aku bingung harus membalas bagaimana. Di satu sisi aku merasa dia tidak bisa menyudutkanku karena aku tak pernah bilang setuju dijemput setiap hari. Di sisi lain aku merasa bersalah membiarkannya menunggu selama empat jam di sekolah, tanpa tahu aku telah pergi lebih dulu.

“Setidaknya kabari aku dulu kalau kau ternyata sudah pergi dengan seorang pria.”

Nada bicara itu begitu tajam. Bibirku terkatup rapat, menggerit gigi kesal.

“Mana aku tahu kau datang menjemputku? Kemarin-kemarin kau sudah tidak datang, kupikir aku akhirnya bisa pulang sendiri,” balasku tak terima.

Apa tadi katanya? Dia menyindirku karena pergi dengan Hiroyuki? Memang tidak boleh pergi dengan sepupu sendiri? Cih.

Aku saja tidak protes melihat dia tertawa sambil makan-makan cantik.

C i h.

Maki menyorotkan tatapan dingin. “Makanya, punya ponsel jangan di-silent, supaya bisa langsung tahu ada telepon dan chat masuk.”

Aku tersentak, merogoh ponsel dalam tas. Ketika menyalakan ponsel, ada notifikasi terpampang pada layar.




Katsuhiko
30 missed calls. 45 chats.




“Kau bisa langsung pulang ‘kan …,” balasku pelan-pelan bercampur takut.

“Tanpa tahu kau ada di mana, sudah pulang atau belum, dan siapa yang bersamamu?” Maki mendengus. “Kau pikir aku tidak kepikiran?” Pertanyaan itu menohokku.

“… ke mana saja dua tahun lalu, baru kepikiran sekarang?” gumamku.

“Bahas yang sekarang saja. Aku hanya ingin memastikan kau aman sampai rumah.”

“Kenapa?” Sial, suaraku pecah.

Rautnya kian mengeruh. “Karena aku masihー”

“Bohong,” potongku. Kotak memori yang kukubur dalam-dalam terangkat ke permukaan, menerbangkan kepingan ingatan dua tahun lalu.

“Cuma kau yang berpikiran begitu. Aku benar-benar peduli padamu.”

Lalu, kenapa?

Maki memutar tubuh, sepenuhnya melepas safety-belt. Tangannya terulur mengusap pipiku begitu dingin. Bahkan diterpa heater tak membuat tangannya menghangat.

“We are not a lover anymore. We’re not a lover nor a friend. So what are we?”

Pemuda di hadapanku berhenti mengusap pipi dan sudut mataku. Tangannya turun dengan jemari merunuti garis rahang, berhenti di ujung dagu, sedikit menarikku maju. Maki merunduk, jarak terasa tak berarti bagi kami, dan segalanya serba kabur ketika embus napas hangat kontras dengan dingin kulit Maki berembus.

“We are a dead end,” bisiknya menggurati perih yang tak memancarkan darah, menyesakkan saat kian memangkas jarak.





“We are a dead end, but I still want you.”



Aku menangis dalam bungkam bibirnya.

Pas awal ngetik bagian ini sengaja dipotong karena nggak kuat ngetiknya. Eeeh, sekarang di Konstelasi Renjana ada begonoan di chapter pertama wkwkwkwk yang ngajarin siapa sih iniiii.

Buat yang bertanya-tanya kenapa cerita ini masuk kandang, aku nemu salah kata banyak di beberapa chapter, terus ada yang kutambahin sama ku-cut. Kalo bisa, pagi ini mau ku-update sampai chapter yang paling baru diketik.

Eh iya, aku mau minta doa sama kalian yang baca. Kucingku baru kemarin banget hilang dari penitipan, mohon doanya semoga cepat ditemukan ya.

(Atau yang rumahnya di sekitaran Kadisoka (Kab. Sleman) kalau ada yang ngeliat kucing ras, hidung pesek, tiga warna aka calico, dan kupingnya ada eartip alias tanda sudah steril, bisa hubungi aku lewat DM.

Makasih yang sudah baca, ngasih votes, dan komen. Semoga semua karyaku nggak mengecewakan. Kalau ada koreksi, bisa lho, tulis di komentar atau PM aku. Sampai ketemu lagi! ♥

Curtain Call | MiyoshiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang