"Kelemahanmu adalah senjatamu, gunakan kelemahanmu untuk menjadi kekuatanmu"
~Achille Zephyre2 April 2020
Mengenai kejadian yang hampir merenggut salah satu nyawa guru yang ada di sekolah tersebut, mereka sepakat untuk membawa beberapa perlengkapan ke sekolah untuk mengurangi kemungkinan terjadinya hal seperti ini lagi. Tidak boleh ada yang tahu kesepakatan mereka untuk membawa beberapa senjata, tentu saja untuk keamanan murid sekolah.
Untuk beberapa penonton kejadian saat itu sudah diurus dengan jaminan keamanan, dengan syarat tidak ada yang boleh membocorkan perihal kejadian tersebut keluar dari lingkungan sekolah.
"Bersikap biasa saja, anggap tidak pernah terjadi apa-apa."
°°°
Mulai dari mata yang terletak tinggi sampai berada di tengah maupun yang terhalang lensa memandang empat objek dengan pandangan berbeda-beda.
Objek tersebut sudah merasa risih dengan tatapan asing mereka. Hingga berada di dalam kelas tak ada yang berhenti menatap objek-objek yang mungkin saat ini sudah menjadi berita terhangat sekolah ini.
"Kalian ini, berhentilah menatap kami." Ucap Vieere jengah mendapat perhatian lebih.
Aeera dan Ardo memutuskan ikut masuk ke dalam kelas Vieere dan Achille sebelum mulai pelajaran.
"Jadi, apa yang kemarin benar?" Pertanyaan antusisas dilontarkan oleh seorang anak perempuan dengan kacamata bertengger di atas hidungnya. Untuk kali ini dan jangan pernah untuk berpikir ataupun menganggap seorang anak dengan kacamata di atas hidungnya merupakan seorang anak nerd maupun lemah. Tidak sama sekali!
Rambutnya berupa warna arang halus dengan helaian-helaian tipis menjadi mahkota kepalanya, kulit kuning langsat yang terlihat hampir tanpa noda seperti daya pikat tersendiri untuknya. Untuk sesaat Aeera menatap kagum gadis itu.
"Benar apa maksudmu?" Vieere melewati anak itu dan duduk di bangkunya, memusatkan perhatiannya di luar jendela.
"Jangan pura-pura tidak tahu! Aku ini nggak bodoh, sama juga denganmu." Anak itu mengulurkan tangan kanannya di depan Vieere dan tangan kirinya di depan Aeera.
Perkenalan macam apa ini?! Aeera dan Vieere sama-sama memandang gadis itu aneh dan ragu mengulur tangan untuk membalas jabatan tangan gadis itu.
Anak perempuan itu meraih cepat tangan Aeera dan Vieere yang sudah terulur ke arahnya. "Wah, aku nggak menyangka tangan kalian sehalus ini." Anak itu bergumam, tak disangka didengar baik Achille, Ardo, Vieere, dan Aeera.
"A-aa...apa kalian mendengarnya? Sudah lupakan saja. Nah! Namaku Claretta, panggil aku Ara!"
"Pertama kalinya aku menemui gadis hiperaktif dengan kacamata hitam bertengger dan jangan lupakan cara perkenalan yang aneh itu. Hm? Tapi hiperaktifnya masih bisa dikalahkan gadis dengan sifat yang sangat berlawanan dengan Vieere." Batin Ardo melirik Aeera.
"Vieere, aku belum tahu nama teman-temanmu yang lain selain Achille. Ah, iya! Yang kemarin itu--"
"Sudah jelas yang kemarin itu hanya omong kosong anak-anak yang kurang hiburan. Mereka terlalu melebih-lebihkan, siapa coba yang berani melawan penjahat? Anak-anak percil ini?" Kalau orang biasa membicarakan cabai merah karena sifat seseorang mungkin kali ini terlihat sedikit berbeda.
Untuk kali ini di sekolah, bukannya merasa marah Veere dan Achille kompak menahan diri untuk tidak tertawa. Aeera dan Ardo sendiri sudah tertawa terbahak-bahak, 'cabai merah' mungkin sebutan itu sangat cocok untuk seorang gadis dengan rambut merah mencolok dan jangan lupakan sikapnya yang menyebalkan.
"Apa yang kalian tertawakan?! Ah, iya aku belum memperkenalkan diri..." Cabai merah itu mengibaskan rambutnya, tanpa sengaja rambutnya mengenai wajah Ara.
Sebal akan perlakuan perempuan rambut merah itu, Ara melempar tatapan tajam pada Si pemilik rambut berupa cabai merah. "Namaku Rina Camelia Heroez Herpez Rodhes."
"Ha?" Tak bisa dihindari lagi tawa mereka terutama Aeera tergengar menukik di dalam kelas itu.
Vieere menyembunyikan wajahnya di atas meja dan berusaha menahan tawanya yang sudah tidak tertahan.
Rina Camelia Heroez Herpez Rodhes, alias Rina melotot tajam hampir matanya keluar dari tempatnya, wajah berlapis make up itu sudah sangat merah karenanya.
"Nah, kenapa tidak sekalian saja Herpes Simpleks?" Ardo menyenggol Aeera yang juga tertawa.
Aeera balik menyenggol Ardo dengan sikunya. "Baiklah, kami tidak tertawa. Tapi lebih baik jaga sikapmu. Siapa tadi? Rina Camelia...selanjutnya aku lupa."
Rina mendecakkan lidahnya. "Jaga sikap? Mungkin kalian. Nah, Achille dinner, yuk?" Kali ini ekspresinya berubah manja.
Achille hampir muntah dibuatnya. Sebenarnya tanpa dijawab Achille akan menjawab tidak. Bagaimanapun juga dia akan merasa jijik dengan ekspresi yang dibuat-buat.
"Hm." Tak disangka Achille mengangguk disertai gumaman menjawab Rina.
Aeera mengerutkan keningnya dalam-dalam, mulutnya sendiri sudah setengah terbuka.
"Kau gila?!"
°°°
Aeera tak habis pikir dengan tindakan Achille yang terang-terangan mengiyakan permintaan menjijikan dari Rina. Aeera melirik Vieere yang sedang membersihkan pistol dan pisaunya. Terlihat tidak peduli sama sekali.
"Kenapa kau menatapku?"
Aeera sedikit terperanjat. Dilihatnya Ardo juga meliriknya. "Tidak ada hubungannya denganku. Kenapa kalian menatapku seperti itu?"
Arah pandangan Vieere tidak berubah dari titik fokusnya. Aeera bergumam tidak jelas dan tiba-tiba Ardo berdiri diikuti Aeera.
"Aku pulang, ya? Jangan lupa makan malam!" Aeera pamit lalu bergegas keluar dari rumah Vieere diikuti Ardo.
Lima menit berlalu setelah kepergian Aeera dan Ardo. "Sepi." Vieere tersenyum kecil.
"Jangan lupa makan malam!" Kalimat terakhir Aeera sedikit menohok dirinya. Ia tersenyum kecil.
"Ya."
Sinar bulan kini menjadi cahaya pengganti matahari di saat malam. Angin malam menghelai lembut rambut Aeera.
"Menurutmu dia sungguh akan makan?" Tanya Ardo melirik rumah Vieere yang terlihat hanya dengan beberapa pencahayaan tidak terlalu terang.
"Kurasa tidak. Kenapa Achille melakukannya?" Tanya Aeera.
Ardo menatap Aeera. "Melakukan apa? Yang tadi?"
"Aku rasa mereka saat ini sudah mendapat makanan enak..."
"Kencan, ya?"
°°°
"Apa yang kau pikirkan?" Gumam Vieere.
"Sudahlah, itu tidak penting." Vieere seketika meletakkan kain yang digunakannya untuk membersihkan senjatanya.
"Suhu di sini agak terasa dingin." Vieere mengerutkan alisnya. "Jangan-jangan?!"
Belum lebih dari 30 menit sesudah Aeera dan Ardo keluar dari rumahnya, mereka datang kembali dengan tergesa-gesa. Suhu yang dirasakan Vieere sangat dingin saat ini namun peluh membanjiri pelipis Ardo dan Aeera.
Aeera dan Ardo menatap Vieere tajam disertai kekhawatiran di wajah masing-masing.
"Portalnya...terbuka!" Suara tercekat dengan sedikit erangan pelan Aeera menjadi awal dari kehidupan lama mereka yang pernah dilupakan. Seperti membuka sesuatu yang sudah lama ditutup.
•^•^•

KAMU SEDANG MEMBACA
Thy Minuette's
Acak"Kalau ingin mendapatkan sesuatu harus ada yang dibayar untuk itu. Tidak ada yang gratis di dunia ini. Apapun akan dikorbankan asalkan tujuannya tercapai, bahkan nyawa sekalipun." Hanya ada beberapa yang menolak tegas anggapan tersebut. Namun bagaim...