Part 14 - Nasehat Kakak

508 10 0
                                    

“Sayang, kenapa harus malu? Atau kau mau aku yang membukanya, heum?”

“Jun-ah, aku… aku belum siap?”

“Jangan takut. Aku akan melakukannya pelan-pelan. Ayolah, kau tak kasihan padaku?”

Wajah Jun Hyung semakin mendekat. Deru napasnya menampar pipiku. Terasa hangat. Tubuhku mematung. Yang bisa aku lakukan hanyalah memejamkan mata. Pasrah dengan semua yang akan diperbuat olehnya.

Lembab. Bibir tebal itu menempel sempurna di bibirku. Ciuman kali ini terasa berbeda. Tidak manis seperti biasanya. Lebih terkesan menuntut. Terpaksa sedikit kubuka bibir, memberinya celah untuk mengabsen seluruh isinya. Makin lama ciumannya semakin dalam. Menghanyutkanku. Selanjutnya semua itu terjadi. Harta berhargaku terenggut olehnya.

Kami melakukannya atas dasar cinta. Tanpa paksaan. Mulanya aku tidak menyesali yang telah terjadi. Jun Hyung berjanji akan mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Sebulan berselang semua masih baik-baik saja. Bulan kedua sejak malam itu, Jun Hyung menghilang. Meninggalkanku dalam depresi tak terselamatkan.

***

Mataku terbuka. Banjir keringat membasahi tubuhku. Kuedarkan pandangan, meneliti keadaan sekitar.

Kuhela napas lega menyadari saat ini aku tengah berada di kamarku. Pikirku melayang. Bukankah tadi aku di mobil Gi Kwang? Mengapa sekarang sudah di kamar?

“Aish, aku ketiduran. Bodoh. Besok aku tak punya muka bertemu dengannya.”

Segelas air dingin kurasa mampu melegakan pikiranku. Yah, aku butuh sesuatu yang segar agar mendinginkan panas hatiku.

Saat menuju dapur, kulihat kamar Yi Soo terbuka. Dia duduk menghadap meja kerjanya, sibuk dengan komputer lipat. Kulirik jam yang bertengger di dinding. Pukul dua pagi.

Kuputuskan untuk mampir ke kamarnya setelah mengambil minum di dapur “Oppa,” panggilku lirih.

“Eoh, Yi Seul-ah. Kau sudah bangun?”

Kuanggukkan kepala, perlahan aku mendekatinya. Kududukkan pantatku di kasur empuk miliknya.

“Wae? Kau mau menanyakan sesuatu?”

“Hem, tentang…”

“Gi Kwang? Jun Hyung?”

“Keduanya,” ucapku ragu. Tak yakin dengan apa yang benar-benar mengusikku. Tentang kemunculan Jun Hyung. Atau Gi Kwang yang mengetahui lalu masa laluku.

Yi Soo menghentikan ketikan jarinya. Ditatapnya lembut manik mataku. Entah apa yang dia cari. Terdengar helaan napas kasar darinya. Dia menunduk sebentar, lalu kembali mengangkat kepalanya. Sebuah senyum getir ditampilkannya.

“Yi Seul-ah, kau… apa kau masih mengharapkan si keparat itu? Kau masih mencintainya? Kau…”

Kugigit bibir bawah menahan getaran emosi yang menggelayuti diriku. Tidak, aku tidak lagi mencintai lelaki itu. Sudah lama. Bahkan jauh sebelum bertemu dengan Gi Kwang. Hanya saja, lelaki itu masih menempati satu ruangan di hatiku. Bukan cinta, lebih tepatnya penyesalan.

Yah, penyesalan dan sebuah kisah yang belum rampung. Tidak lebih.

“Aniya, Oppa. Perasaan itu sudah lama mati. Hanya saja…”

“Hanya saja kau merasa masih perlu menuntaskan kisah kalian? Geurae. Anggap saja begitu. Lalu apa? Apa yang akan kau ubah? Yi Seul-ah, Gi Kwang… lelaki itu terlihat sangat mencintaimu. Belajarlah untuk membuka hatimu untuknya, dengan tulus.”

Skakmat. Yi Soo tidak pernah bisa kubohongi. Lelaki ini terlalu mengenalku luar dalam. Kubuang muka menatap boneka pororo di sebelahku. Boneka yang kuberikan untuknya saat kami masih di Junior High School.

“Yi Seul-ah, Oppa menceritakan semuanya pada Gi Kwang bukan karena keinginanku. Dia yang bertanya padaku mengenai Jun Hyung. Saat kutanya bagaimana dia mengetahui nama itu, dia bilang…” Yi Soo sengaja menggantung ucapannya. Menunggu reaksiku, setelah kuanggukkan kepala dia meneruskan ceritanya.

“Dia bilang kalau mendengar nama itu saat kau mengigau dalam tidurmu.”

Mataku membeliak. Barusan dia mengatakan apa? Aku mengigau?

“Oppa…”

“Karena itu, aku terpaksa menceritakan semuanya. Mianhae. Aku tak punya pilihan lain. Kalau aku tidak cerita, kuyakin dia akan mencari informasi dari orang lain. Dan aku tak mau kau mendapat masalah. Bisa saja orang yang memberi info dari orang itu tidak benar. Yah, dunia ini kejam bukan?”

“Oppa, apa perusahaanmu sedang ada masalah?” tanyaku mengalihkan perhatian. Terlalu banyak pertanyaan yang mengusik pikiranku. Untuk saat ini aku tak mau memikirkannya, biarkan semuanya berlalu. Satu per satu pasti akan terselesaikan. Semoga saja begitu.

“Ehm, sedikit. Jangan khawatir, aku masih bisa mengatasinya. Tidurlah, ini hampir pagi. Kau perlu istirahat. Bukankah besok kau masuk kerja?”

“Geurae. Kau juga harus istirahat, Oppa.”

-tbc-

My Secret(ary)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang