Jimin tidak pernah menyesal memilikinya
Dia tidak akan pernah menyesal memiliki adiknya.
.
.
.
.
.
.
.
.
Jimin membuka matanya saat senja datang menghampiri semesta. Matanya ia paksakan untuk terbuka lebih lebar. Di sekelilingnya terasa sunyi, bahkan ia dapat mendengar suara jam yang berdetak lambat.Pemuda itu memfokuskan pandangannya pada jendela kamarnya yang terbuka lebar, membawa sapuan angin sore yang begitu memabukkan.
Selama ini dia tidak pernah berayukur bisa melihat senja yang datang menyapa. Dia begitu munafik, terlalu menutup mata akan anugrah sang pencipta.
Senja kali ini terasa begitu hangat, warna jingganya begitu bersinar. Pendaran cahaya Tuhan memang selalu indah. Jimin kembali menutup mata, berusaha menikmati sapuan angin pada rambut halusnya. Tuhan benar-benar baik padanya, bahkan setelah dia menyakiti hati adiknya yang begitu suci. Adiknya?
Jimin menoleh dengan cepat, secepat senja yang perlahan tergantikan oleh gelapnya malam. Dia bisa melihatnya, ya, dia bisa melihatnya. Pemilik hati suci itu telah kembali. Membawa sejuta sinar kehidupan dengan senyum hangatnya.
Sebenarnya Taehyung dari tadi sudah bangun. Bahkan dia bisa melihat senyum hangat kakaknya manakala menyaksikan langit jingga itu. Hanya saja, ia ingin lebih lama melihat kakaknya dengan senyum hangatnya. Taehyung benar-benar merindukan kakaknya.
"Taehyungie" Jimin masih belum percaya adiknya ada di hadapannya. Duduk di sofa putih dengan rambut acak-acakan.
"Ya?" Taehyung bangkit dari duduknya, lalu menghampiri kakaknya yang menatapnya tanpa berkedip.
"Kau benar-benar Taetae kan? Hyung tidak sedang bermimpi kan?" Jimin menggeleng, air matanya turun melintasi pipi bulatnya. Tangannya dengan reflek meraih adiknya kala Taehyung berdiri di samping ranjangnya.
"Taenyung, Taehyung, Taehyung"
Jimin menangis tersedu-sedu. Meluapkan rasa rindu yang kembali membuncah. Ia semakin mengeratkan pelukannya kala adiknya membalas dengan bisikan lirih."Aku merindukanmu hyung" Hanya itu, tapi entah kenapa membuat perut Jimin serasa diterbangi oleh ribuan kupu-kupu.
Adiknya merindukannya. Apa yang lebih membahagiakan dari hal itu? Penantiannya telah usai dan hatinya kembali menghangat.
Jimin masih menangis tersedu-sedu saat adiknya melepas pelukan mereka. Dia bisa melihat betapa tampan adiknya. Taenyung tumbuh dengan sangat baik walaupun ia tidak bisa menampik pipi adiknya tambah tirus, juga wajahnya yang terlihat pucat.
"Taehyungie tidak akan meninggalkan hyung lagi kan?" Disamping itu semua, Jimin lebih takut kehilangan kembali. Hatinya pasti hancur saat itu terjadi.
Taehyung hanya tersenyum, lalu keheningan merajai ruangan itu. Tidak ada yang berbicara. Mereka berdua terlarut akan perasaan rindu yang terobati.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Hyung tau apa yang membuatku kembali ke Korea?" Taehyung berucap sambil memakan bubur yang Seokjin belikan untuknya.Setelah sesi pertumpahan air mata boombay, akhirnya mereka memutuskan untuk makan berdua. Setelah dipaksa Jin tentunya, ia muak melihat drama murahan itu.
"Apa?" Jimin melihat adiknya dengan gemas. Ia ingin mencubit pipi adiknya yang penuh dengan makanan.
"Eomma dan appa datang di mimpiku, mereka begitu bercahaya. Eomma mengajakku untuk tinggal bersamanya, tapi aku menolaknya. Aku bilang hyung akan sendirian tanpaku, benarkan?"
Jimin hanya mengangguk, lalu meraih tangan adiknya.
"Kau taukan kalau hyung sangat menyayangimu?"Taehyung mengangguk, lalu melahap kembali bubur yang setengahnya hampir habis.
"Kau satu satunya keluarga yang hyung punya Tae. Kau permata paling indah yang hyung punya."
"Tangan ini, dulu tangan ini begitu halus dan kecil." Jimin menggenggam tangan adiknya.
"Wajah ini, begitu polos saat pertama kali hyung melihatnya. Dan mata ini, masih sama indahnya" Jimin mengusap wajah Taehyung. Lagi-lagi air matanya jatuh.
Taehyung hanya diam, menutup mata sambil menikmati usapan halus dari hyungnya. Ia tidak tahu sampai kapan bisa bertahan dengan tubuh rusaknya. Ingin rasanya menyerah, tapi urusannya dengan semesta belum usai. Hyungnya masih membutuhkannya.
"Kenapa Taetae tumbuh begitu cepat hemm?, hyung rindu Taetae yang selalu merengek dan manja pada hyung" Jimin mengusap air matanya, lalu kembali menggenggam tangan dingin adiknya.
"Sampai kapanpun hyung akan menjadi bagian dari hidupku. Hyung malaikatku. Kalaupun suatu saat aku harus pergi, hyung harus merelakannya. Karena aku akan tetap disini hyung" Taehyung mengarahkan tangannya pada dada kiri Jimin, tepat di jantungnya yang berdetak cepat.
"Aku lelah hyung, seberapa keraspun aku mencoba untuk tetap bertahan, tubuh ini sudah lelah untuk bertahan. Mereka semua sudah rusak hyung." Air mata mengalir dengan deras dari mata Taehyung.
"Ak-aku hanya tinggal menunggu waktu hyung"
Jimin menangis, lebih keras dari sebelumnya.
"Hyung harus merelakanku. Eomma dan appa kesepian disana."
"Lalu hyung juga akan kesiapan disini Tae" Jimin semakin mengeratkan genggaman tangannya pada tangan Taehyung.
"Tidak hyung. Chimm hyung tidak akan kesepian disini. Ada Seokjin hyung yang akan memasakan makanan kesukaanmu, Yoongi hyung yang akan menemanimu tidur, Joonie hyung yang akan mengantarmu kemana-mana, Hoseok hyung yang akan memelukmu saat hyung menangis, dan Jongkookie yang akan selalu menghiburmu"
"Tapi tidak ada senyum Taetae yang menghangatkan hati hyung"
Jimin berucap dengan suara bergetar."Aku akan selalu bersamamu hyung. Saat hujan turun membasahi bumi aku akan menjadi bagian kecilnya. Saat salju membekukan semesta ini, aku akan menjadi salju yang pertama kali turun. Saat angin dingin memeluk tubuhmu, itulah aku"
Taehyung mengelus pipi hyungnya yang banjir air mata."Aku akan menjadi bagian kecil di semesta ini, aku akan menajadi angin, tanah, dan air. Aku akan hadir di setiap hembusan nafasmu"
"Berjanjilah padaku hyung, berjanjilah untuk selalu mengingatku walaupun keabadian harus menjemputku"
Jimin memeluk adiknya erat setelah adiknya itu menyelesaikan kata-katanya. Menumpahkan segala kesedihan yang mengganjal di hati.
"Hyung harus hidup lebih baik saat aku pergi"
"Aku sangat menyanyangimu hyung" Taehyung membalas pelukan kakaknya.
"Hiks hiks nado saeng"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Taehyung tidak akan pernah melupakan apa yang terjadi hari itu. Setiap waktu terasa begitu berharga untuknya. Kala sakit itu datang membelenggu dirinya, genggaman tangan kakaknya adalah obat paling ampuh untuk meredakan sakitnya. Ribuan tetes air mata memang jatuh saat sakit itu datang, tapi usapan kakaknya begitu menenangkan.Kakaknya bahkan selalu memberikannya bunga krisan putih. Bunga kesukaannya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
TbcAnyeongggg💕
Author comeback gesssss
Maafkan kehilafan author yang hiatus tanpa pemberitahuan💖😅
Jujur, dari pas itu udah pengen publish cerita ini. Tapi apa daya dunia nyata menarik author untuk hiatus dulu.Sekian dan terimakasih💕
See you❣️
🌺Away🌺
KAMU SEDANG MEMBACA
Away (Kth)
أدب الهواةTidak apa apa jika tuhan merenggut semua cinta yg kumiliki, asalkan Bintangku tak redup termakan waktu. - Kim Jimin Aku adalah bintangnya jimin hyung, dia yang selalu mengatakan itu kepadaku. Tapi kuharap, setelah aku pergi dia menemukan bintang bar...