Not Meet?

28 5 9
                                    

Suara-suara mesin memekikkan telingaku, polusi pun menutupi saluran pernapasan. Bengkel besar, tapi tampak sangat mengerikan. Entah mengapa hari ini aku sangat bersemangat. Sendi-sendiku terasa kuat dan otot-ototku terasa kencang. Mungkinkah hari ini aku akan bertemu dengan Wil? Aku terus berjalan menuju bengkel yang kini tepat berada di depanku. Aku mengentikan langkah, mengaduk-aduk isi tas dan mengambil cermin kecil di dalamnya.

Baiklah, aku sudah cukup cantik sekarang.

Aku hanya perlu merapikan kemeja biru yang kukenakan dan menyelipkan rambutku ke balik daun telinga. Aku siap!

Aku kini merasakan jantungku berdetak lebih cepat, bayangan Wil kembali tayang di memori otakku. Berputar-putar seperti komedi pasar malam. Senyum tak kunjung pudar di wajahku. Aku yakin, saat ini aku sangat manis dengan senyum dan bintik jerawat yang menghiasi wajahku.

"Hei!" Seru seseorang di depan sana.

"Oh, Hei...." Aku melambaikan tangan dan terus berjalan ke depan. Kalau ke samping, nanti aku dikira kepiting. HIHI...

Pria dengan baju bengkel lusuh itu menghampiriku. Aku ingat, dia adalah montir yang kemarin menangani motor Wil. Dia mengajakku ke dalam dan  duduk di kantin kecil. Bahkan kantinnya pun kotor dan sedikit pengap, huft. Pria itu memberikanku sebotol air mineral. Kemudian, duduk di sebelahku.

"Apa kau tidak ingin memberiku kacang?" Tanyaku. Yang benar saja, ia memberiku minum tanpa menyuguhkan camilan?

Dia menggaruk tengkuknya. Entahlah, kurasa ia memiliki sarang kutu di sana. "Hem, kau ingin kacang?"

"Baru saja aku memintanya, bukan?" Kataku sambil memandangnya tajam. Mengapa pria sulit sekali peka? Sungguh menyebalkan. PRIA SANGAT MENYEBALKAN.

Montir itu pergi dan mengambil sebungkus kacang kering di stoples dan kembali duduk di sebelahku. Ia tersenyum sambil memegangi kacang itu. Aku menunggu, namun ia tidak kunjung memberikan makanan kesukaanku itu.

"Jadi kau suka kacang?" Tanyanya padaku sambil menahan tawa.

Aku sebal melihat mukanya yang memerah karna tawa itu. "Kenapa kau tertawa? Salah kalau aku suka kacang?"

"Ehm, bukan begitu. Hanya saja, kau harus berhenti memakan kacang. Lihat wajahmu, sudah banyak bintik jerawat. Kau kan wanita, jadi...."

"Kau bisa diam? Dan memberikan kacang itu?" Aku segera menarik bungkus kecil dari tangannya.

"Kau lucu sekali. Haha...." Pria itu kembali tertawa. Sungguh, aku kesal terhadapnya. Apa yang harus ia tertawakan dari jerawat ini? Apakah ini seperti lelucon?

Aku menaruh bungkus kacang tersebut, dan menatapnya dengan tajam,"Apa kau anggap jerawatku ini sebuah lelucon?"

Pria itu diam.

"Kau tidak tahu saja, jerawatku ini sedang sibuk mencari-cari jati diri!" Kataku padanya.

"Jati diri? Jerawat?" Tanyanya bingung.

"Hah, sudahlah. Kau tidak akan paham." Aku kembali melanjutkan riitual kacangku.

"Memangnya kau paham apa yang kau katakan?" Tanyanya.

"Tidak. Hehe...."

Cukup lama kami berbincang dan tertawa, hingga aku lupa. Tujuan awalku kemari adalah untuk melihat kondisi motor Wil dan tentunya bertemu dengan Wil. Tapi, kenapa sejak tadi aku di sini, batang hidungnya tak kunjung terlihat? Apakah hari ini Wil tidak ke bengkel untuk mengambil motornya? Apakah aku harus menelepon Wil?

Tidak ada jawaban dari kalian. Baiklah, diam dan baca saja kelanjutan dari kisahku.

"Oh iya, apa Wil tidak ke sini?" Tanyaku pada montir yang belum kuketahui namanya tersebut.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 13, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Stingy CrabTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang