SEPULUH

4.1K 570 16
                                    


"Ibu..."

Ashilla tersenyum saat melihat Elena berdiri dihadapannya. Ashilla lansung berlari dan memeluk erat tubuh Ibu-nya, Ashilla rindu. Tentu saja!

"Ibu, Aku kangen! Makasih udah datang kesini untuk menjemputku."

Elena yang sedari tadi hanya berdiri kaku dengan wajah pucatnya tersenyum tipis. "Ibu juga rindu kamu, Shill."

Ashilla melepas pelukannya saat tersadar suara parau milik Elena. Ia terkejut bukan main saat melihat wajah pucat Elena, keterkejutannya semakin bertambah saat melihat Elena yang secara perlahan mulai sulit bernafas. Wajah wanita paruh baya itu semakin pucat, mulutnya menganga lebar dan tangannya memegang dada. Ia sesak napas.

"Buu!" Air mata Ashilla lagi dan lagi jatuh. Ia belum pernah melihat sang ibu yang sesak napas seperti ini. "Ibu, jangan tinggalin Ashilla bu, hiks!"

Sesak napas yang di rasakan Elena semakin menjadi-jadi, Ashilla menangis sekencang mungkin. Detik berikutnya, Elena lansung terdiam, tidak ada lagi sesak napas dan wajah pucat. Kini terganti dengan wajah marah, matanya melotot tajam menatap Ashilla.

"Jangan lagi memanggilku Ibu! Kau bukanlah Anak-ku setelah kau memilih pergi dari rumah!"

"Awh, sa-sakit Bu! Hiks,"

Ashilla meringis karena Elena menjambak rambutnya kasar.

"IBUUUUU!!!!"

••

Mata gadis itu terbuka, dirasakan tangannya berkeringat. Mimpi itu terasa sangat nyata.

Tess

Air mata-nya terjatuh. Ia mimpi tentang sang Ibu sampai menangis dalam tidur, astaga ia kembali teringat dengan mimpi barusan. Apakah Ibu-nya akan membenci dirinya karena pergi dsri rumah?

Dan... apa yang terjadi hingga sang Ibu sesak napas seperti tadi?

Ashilla mendesah pelan, ia mengusap air matanya dan baru tersadar jika hari sudah mulai pagi. Ia harus pergi dari depan toko ini—tempat nya kali ini untuk tidur— sebelum pemilik toko tersebut mengusirnya secara tidak berperikemanusiaan.

Ini sudah tepat 1 minggu dirinya pergi dari rumah. Belum ada tanda-tanda ia akan hidup sejahtera seperti di Jakarta.

Tuhan, Apakah aku akan terus seperti ini? Aku mohon, biarkan aku pulang ke rumah.

Ia kalah telak.

Ashilla tidak akan sanggup hidup seperti ini—luntang lantung— sepanjang hidupnya. Ia harus pulang, meminta maaf pada kedua orang tua-nya dan tidak pernah lagi memilih untuk kabur seperti ini. Ashilla menyesal.

Namun di sisi lain dari jiwa-nya menolak hal tersebut. Ia cape batin jika berada di rumah! Ayah-nya itu iblis! Ia tidak akan pernah mau balik lagi ke rumah, lebih baik mati karena kelaparan daripada mati karena stress hidup bersama Ayah-nya.

Krukkk

Perutnya berbunyi.

Ia lapar, sudah 2 hari ia tidak makan. Apa yang harus ia makan sekarang? Di lihatnyq warung makan beberapa meter didepan, langkah Ashilla perlahan menuju kesana.

"Bu... saya lapar," ujarnya lirih. Berharap pemilik warung makan tersebut memberikannyan sedikit makanan.

"Terus kalo kamu lapar kenapa? Minta makan? Enak sekali kamu, disini saya jualan bukan bagi-bagi! sana pergi jauh dari warung saya nanti kalo ada kamu gak ada yang mau datang!"

Tubuh Ashilla yang lemas hanya mengikuti dorongan dari ibu-ibu tersebut. Ashilla meringis saat merasakan perutnya kembali berbunyi.

Matanya mengikuti seorang ibu-ibu yang membuang sekotak makanan didalam tong sampah didekat pohon. Ashilla meringis, Apa ia harus memakan makanan sisa?

Selama ini hidupnya tidak pernah kekurangan makan, meskipun sang Ayah sempat tidk memberikan nafkah selama 1 tahun lebih. Ibu-nya lah yang selalu berusaha untuk sesuap nasi.

Terpaksa! Ia berjalan mendekat kearah tong sampah itu, mengambil nasi kotak yang tadi terbuang dan belum tercemar dengan sampah yang lain. Ia tersenyum tipis, didalam nasi kotak tersebut masih ada sisa nasi dan juga daging ayam.

Ashilla pun masuk kedalam lorong sempit didekat tong sampah untuk menjadi tempat makannya. Saat sedang asik makan, tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pundaknya.

"Hei,"

Gadis itu terkesima melihat ketampanan pria dihadapannya. Namun, detik berikutnya ia bergeser pelan dan mengambil ancang-ancang jika pria didepannya ini berbuat sesuatu.

Ada sinar geli dari wajah pria itu. "Tenang saja, Aku tidak akan macam-macam." Ia tersenyum manis, "Tadi aku melihatmu diusir dari warung makan diseberang Restoranku. Dan aku juga melihatmu mengambil makanan sisa dari tong sampah. Jadi... aku membawakanmu ini, setelah aku lihat kau jalan kesini untuk menikmati makanan sisa itu," jelasnya.

Ashilla mengangguk pelan sambil menggigit bibir bawahnya. Ia bingung harus menjawab apa, ada rasa malu didalqm hatinya saat dilihat oleh orang lain saat ia mengambil makanan sisa. Bagaimana kalau orang yang dia kenal yang melihatnya?

"Aku ingin memberikan ini," pria itu menyerahkan plastik yang didalamnya berisikan nasi kotak dengan lambang yang sama dengan nasi kotak yang tadi ia ambil. "Ambil saja, aku ikhlas."

Secara perlahan, Ashilla mengambil nasi kotak tersebut. Ia menunduk, "Terima kasih," gumamnya pelan.

"Sama-sama, oh iya, kita belum kenalan. Nama-ku, Abigail Adiputra." tangan pria tersebut mengambil paksa tangan Ashilla. "Nama-mu?"

"Ashilla."

Abigail mengangguk. "Oke, senang berkenalan denganmu Ashilla. Aku pergi dulu, hari ini ada kelas pagi, selamat tinggal."

Semoga kita bertemu lagi, Ashilla. lanjut Abigail dalam hati.





•••

Regards,
Ind

Sad GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang