SEBELAS

4K 562 25
                                    

Ashilla memakan dengan rakus nasi kotak tersebut. Ia mendesah pelan ketika merasakan perutnya yang kenyang Ashilla bersyukur dalam hati. Kapan terakhir ia makan kenyang seperti ini?

Karena terlalu kenyang, Ashilla pun secara perlahan menutup matanya dan tertidur.

••

Tok tok tok

Arjuna yang baru pulang dari tugas di luar kota mendesah saat mendengar pintu rumahnya terketuk. Ia mengusap wajahnya kasar saat secuil hatinya berharap jika yang mengetuk pintu itu adalah adiknya.

Ketukan itu tidak berhenti, sampai akhirnya Arjuna bangkit dari duduknya dan berjalan menuju pintu dengan seragam tentaranya.

"Ada apa?" ujarnya ketus. Hati-nya seperti tersentil saat secuil harapan itu hanyalah keinginannya sajaa. Karena pada dasarnya yang bertamu di rumahnya adalah seorang remaja laki-laki.

Remaja itu mengernyit. "Ini benar rumah-nya Ashilla?"

"Ya."

"Lo pacarnya Ashilla?"

Arjuna menatap garang remaja itu. "Gue suaminya. Kita baru nikah beberapa minggu yang lalu, ada masalah apa?"

"APAA?!!"

Raut wajah remaja itu berubah menjadi marah dan sedih secara bersamaan. Hal itu membuat Arjuna sedikit terhibur. "Bercanda, gue Arjuna. Kakak kandung Ashilla, ada perlu apa sama adik gue?"

"Gue Rain, pacarnya 'Adik' lo itu."

"Oh, jadi lo yang dibilang Rain. Mulai detik ini, lo gak boleh pacaran sama adik gue."

Mata Rain melotot. "What?"

"Lo gak dengar? Oke gue ulangi sekali lagi. Lo gak boleh pacaran sama adik gue, kalian putus!"

"Lo gak bisa seenaknya dong mutusin hubungan gue sama Shilla begitu aja. Emang lo siapa? Punya hak lo?" ujar Rain emosi.

Arjuna pun hanya tertawa kecil. "Lo lupa? Tadi gue bilang kalo gue kakak-nya. Dan gue jauh punya hak atas diri dia, karena darah gue pun sama dengan darah dia."

Setelah mengatakan itu dengan nasa tajam dan ketus, Arjuna menutup pintu rumahnya dengan kasar. Ia mendengus, lalu berjalan menuju kamarnya.

Sementara Rain sendiri masih berdiri didepan rumah tersebut dengan sumpah serapah. Setelah puas, ia pun berbalik menuju mobilnya dengan langkah gontai.

"Padahal gue kangen sama Lo, Shill."

Tujuan Rain sebenarnya hanya ingin menemui Ashilla dan mengatakan bahwa ia akan melanjutkan jenjang pendidikannya ke kota Bandung. Namun yang ia dapatkan tidak sesuai harapan, apalagi ini sudah kesekian kalinya Ashilla tidak dapat di hubungi, bahkan Rain sempat putus asa saat berada di Bali waktu itu.

"Gue bakal kuliah di Bandung Shill, kota impian lo." gumam Rain.

••

Ashilla tersentak, ia menoleh kekanan dan kiri ia masih berada ditempat terakhir ia beristirahat. Malam semakin dingin, Ashilla pun hanya bisa berdoa, sampai kapan ia akan hidup dijalanan seperti ini. Ashilla tentu sudah sangat rindu dengan rumahnya, tetapi apakah bisa disebut sebagai rumah jika Ashilla sendiri tidak nyaman berada disana? Itu lebih pantas di sebut neraka.

Saat ia hendak berdiri, sekumpulan pria dengan pakaian sangar dan beberapa dari merkea membawa botol bir. Mereka sekumpulan orang mabuk.

Astaga! Apa yang harus ia lalukan?

Ashilla dengan cepat berdiri dan menjauh dari sekumpulan itu yang berjalan mendekat.

"Wah-wah... ternyata tempat kita sudah ada yang ambil, seorang gadis pun." ujar seseorang sambil meminum bir yang berada ditangannya.

Pria yang menggunakan jaket denim yang sobek dibeberapa bagian pun tertawa besar. Ia merasa seperti mendapatkan jackpot jika tempat mereka ada gadis, bukankah tidak baik mengsia-siakan sesuatu yang bagus? Dan, gadis yang berada tak jauh dari nya ini termaksud dlaam "sesuatu yang bagus"

"Well, bisa gue pake nih! Setelah itu, lo-lo pada pake juga gak apa-apa." ucap pria itu.

Teman-temannya pun ikut tertawa.

Prankk

Satu botol bir yang sudah habis, di lempar ke dinding samping hingga pecah. Hal itu membuat Ashilla semakin takut, selama hidup di jalanan ia belum pernah berada di situasi seperti ini. Paling parah mungkin hanya gangguan-gangguan verbal.

Dan sekarang, apa yang harus ia lakukan?

Kabur?

Jalan keluar satu-satunya di tutup oleh sekumpulan orang tersebut.

Ashilla merapatkan tubuhnya di belakang saat sekumpulan iti mulai berjalan mendekat.

"TOLONG!!!!"

"TOLONG!!!"

"TOLONG!!!"

Tidak ada sahutan. Sekumpulan yang berisikan 5 orang itu hanya bisa tertawa melihat wajah Ashilla.

"Lo bertiga," ujar sang ketua, "Jaga di depan. Jangan sampai ada orang yang menghentikan aksi kita ini. Dan lo Jupri, tunggu disana. Dan jangan menoleh sampai gue yang nyuruh."

Anak buah-nya lansung patuh dan menuruti ucapan sang ketua. Pria tersebut tersenyum genit pada Ashilla.

Ia meraih tubuh Ashilla lalu mulai menjalankan aksiny. Ashilla sendiri terus memberontak, ia pun tak henti-hentinya berteriak agar siapapun orang baik bisa menolongnya.

Plak

"DIAM ATAU GUE BUNUH LO!"

Ashilla seketika terdiam, namjn ia masih menangis. Tubuhnya pun sudah mulai melemah, jika tenaga nya dibandingkan sama pria ini tentu saja kalah!

"Bau lo sih agak gak enak, tapi paras lo enak banget. Tenang aja, lo pasti nagih sama gue,"

Gadis itu masih terus menangis, ia berdoa dalam hati.

Tuhan, aku mohon ampuni hamba-mu ini. Tolong, jangan biarkan mereka mengambil mahkota ku.

Ashilla memang bukan anak yang religius, bahkan kalau dibilang ia pun lupa kapan terakhir kali ia melaksanakan kewajibannya sebagai umat beragama.

Tetapi, kali ini saja, ia berharap tuhan dapat menolongnya dari situasi seperti ini.

Krekk

Bunyi sobekan itu terdengar jelas, kulit Ashilla lansung merasakan dinginnya malam. Kemeja miliknya sudah terobek, pria itu masih tetap menikmati tubuh Ashilla yang masih menempel di dinding.

Tuhan, aku mohon... maafkan aku.

Setelah itu, ia mendengar bunyi orang yang sedang berkelahi. Sang ketua pun tidak memperdulikan itu, ia masih sibuk dengan tubuh Ashilla. Gadis itu menutup matanya kuat-kuat, ia sudah pasrah. Ashilla menyerahkan semua pada sang kuasa.

Brak, Bugh!

Bugh!

Bugh!

Ashilla sudah tidak merasakan Pria itu menjamah tubuhnya. Ia melorot hingga terduduk, masih dengan mata tertutup ia menangis.

Secara perlahan ia membuka matanya, ia melihat dua orang cowok sedang mengkroyok sang ketua tersebut.

Wajah itu menoleh padanya, samar-samar Ashilla melihat wajah tersebut khawatir dan marah secara bersamaan.

Ashilla tersenyum tipis, sampai akhirnya ia menyerah pada kegelapan.

•••

Regards.
Ind

Sad GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang