Part 11

3.4K 229 22
                                    

"Makan di sini? Sama siapa?" Rafi melongok ke belakang Naya yang gelapgapan.

"Sama teman ... teman pa, tapi mereka lagi foto-foto dulu, biasa deh pada narsis." Naya mengatur nafasnya setenang mungkin.

Rafi mengangguk-anggukkan kepala, lalu tersenyum dan mengelus kepala putrinya.

"Pak Rafi, siapa ini?" tanya rekan Rafi yang baru saja makan siang dengannya.

"Ini anak saya, Naya. Anak sulung saya," jawab Rafi sambil merangkul pundak kanan Naya.

Naya segera menundukkan kepala lalu bersalaman dengan pria tadi, tak lama seorang anak muda datang juga ke arah mereka.

"Ini Fajar, putra bungsu saya malah. Cocok kayanya nih anak pertama dan anak terakhir, serasi pula." Rekan Rafi dengan yakin menawarkan perjodohan anak mereka yang memang sama-sama single.

Fajar sudah bekerja di perusahaan negara juga, dia bekerja di Telekomunikasi. Untuk orang seperti Fajar memang mudah mendapatkan posisi di perusahaan sebonafit apapun, mengingat ayahnya juga orang yang memiliki pengaruh di lingkungan perusahaan tersebut.

Naya hanya menyambut uluran tangan sang pemuda berusia dua puluh empat tahun itu dengan tidak berlama0lama bersalaman. Berulang kali dia menoleh ke arah kiri karena takut Reval melihatnya.

Dan memang benar, Reval mengawasi dari jauh. Dia sempat akan mendekat saat melihat Naya dengan seorang pria dengan seragam PNS, tapi dia urungkan saat melihat Fajar yang tersenyum manis menatap gadis yang dicintainya.

"Mau pulang sekarang?" tanya Rafi pada Naya yang sama sekali tidak peduli dengan obrolan perjodohan itu. Entah iseng atau betulan.

"Papa, aku makan aja belum. Nanti aku pulang sama temen-teman aja." Naya bergelayut manja di lengan papanya.

"Fajar bisa diajak sekalian, biar kalian jadi temen baik juga." Teman Rafi sangat memaksa.

"Maaf, Om, Naya bisa-bisa diejek teman-teman kalau ajak Fajar. Lha kita kan baru ketemu sekarang? Maaf ya om," ujar Naya jelas keberatan.

Setelah berbasa-basi, Naya mencium lengan Rafi dan melambaikan tangan pada ayahnya yang pergi untuk kembali bekerja. Dengan cepat dia berlari ke belakang untuk menemui kekasihnya yang dia tinggalkan cukup lama.

Reval tidak ada di tempat yang mereka duduki tadi, meski hidangan telah tersedia.

Naya mengedarkan pandangan ke beberapa penjuru untuk mencari kekasihnya, lalu berjalan menuju kerumunan anak-anak yang sedang melihat ikan. Tapi pria itu tidak ada disana juga. Akhirnya dia mengeluarkan gawai, dan mencoba menghubungi Reval dan tersambung.

"Masih ingat cowok ini?" tanya Reval dengan dingin.

"Ish, jangan ngambekan ah. Tadi itu papa tahu!" omel Naya kembali ke gajebo yang telah ditempatinya tadi.

Reval sudah duduk disana sambil tersenyum tenang. Lalu menyambut Naya yang sedikit cemberut.

"Kalau tadi papa kamu, kenapa ga panggil aku? Atau lebih asik salaman sama cowok tinggi kurus tadi?" Jelas, Reval tengah menunjukkan rasa cemburu.

Naya menjelaskan soal papa yang mengira dia datang dengan teman-temannya. Tentu, karena kebohongan satu akan menciptakan kebohongan lain. Akibat dia tidak siap papanya tahu soal kisah cinta yang sedang dia jalin.

Tak lupa dia ceritakan tentang Fajar yang memang sempet digoda untuk dijodohkan dengannya, tapi Naya tidak tertarik sama sekali.

"Dia bukan tipeku," ujar Naya dengan senyuman sambil menundukkan pandangan.

Sementara Reval menarik nafas dalam, kalimat 'bukan tipeku' sedikit mengorek luka lamanya. Dimana gadis yang dia sukai mengatakan hal serupa.

"Tipeku cowok dewasa yang mengayomi, ga mau yang labil, ntar dikit-dikit marahan. Aku pengen cowok yang bisa jadi sahabat sekaligus kakak, ayah dan tentu ... suami nantinya, dan orang itu harus itu kamu," tambah Naya dengan mengulum senyum.

PHILEIN (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang