5. APA INI ?

19 0 0
                                    

Happy reading guys,  jangan lupa tinggalkan jejak.......

"Kalian saling mengenal ?"
Bu Fatma merasa bingung.

"Kenapa Qi manggilnya Al Nak?"

"Iya Bu, nama saya Nizma Alfaiza, kakak se angkatan Mas Risqi yang kenal Nizma manggilnya Al"

" Walah, begitu to"

"Iya Bun, jadi Al yang sudah nolongin bunda kemarin"

"Iya Qi, oh iya Nizma, maafkan ibu, ibu belum bisa berterimakasih dengan baik sama Nizma kemarin"

"Sama - sama bu, sudah menjadi kewajiban kita untuk saling menolong, jangan sungkan bu".

"Sekali lagi terimakasih ya Nak, sudah menolong ibu, semoga kebaikan Nizma dibalas Allah SWT"

"Aamiin, terimakasih do'anya bu"

"Terimakasih sekali Al, sudah mau menolong bunda ku, sampai kamu sendiri terluka".

"Iya Mas, luka Al sudah mulai sembuh". Kuberanikan diri menatap wajah teduh itu.

Wajah yang sudah sejak bertahun - tahun lalu bersemayam dalam hati ini.

Tepatnya saat pertama kali diriku mengenyam pendidikan kejuruan disalah satu SMK negeri di daerah ku. Dia adalah pemateri juga pembimbing saat masa orientasi ku, karena memang dia adalah anggota osis kala itu dan perkenalan ku dengan nya bermula dari sini.
Tanpa kusadari, segala sikap juga pembawaan diri nya aku kagum, iya aku mengaguminya.

Mengagumi dirinya yang pertama mengisi kekosongan hati tanpa permisi, pula tanpa berbalas. Aku mencintai nya dalam diam ku, dan memandangnya dalam jarak yang jauh, hanya itu yang dapat ku lakukan. Karena memang saat itu diriku hanya ingin fokus dengan pendidikan.

Dan sampai bertahun - tahun, kenapa masih dia?

"Nak, ayo dimakan, kenapa melamun", bu Fatma membuyarkan lamunanku tentang dia yang kini berhadapan dengan ku.

"Eh iya Bu, maaf - maaf" dan aku pun melahap makanan yang tersaji di hadapanku.

Kami menghabiskan waktu hampir 2 jam, dan hujan pun tak kunjung reda. Adzan Maghrib sudah berkumandang, Mas Risqi mengajak kami untuk menunaikan sholat di masjid seberang jalan.

"Al kamu bawa payung? " Mas Risqi bertanya, dan aku hanya menggelengkan kepala tanda tidak membawa.

"Ya sudah aku ambil payung di mobil sebentar, kamu sama bunda di sini dulu ya"

"Iya Mas"

Mas Risqi keluar dari rumah makan dan menembus hujan dengan jaket yang dipakai nya.

Kenapa aku masih mencintainya?

Ya Allah, tidak kah engkau menitipkan rasa ini terlalu lama?
Batin mengeluh pada sang Pemberi rasa. Istighfar Niz batinku pula mengingatkan, kenapa plin plan sih?

"Nizma, boleh ibu tanya sesuatu? ", bu Fatma membuka obrolan.

"Iya bu, silahkan"

"Maaf sebelumnya jika ibu lancang ya nak, apa Nizma sudah punya calon suami? "

Glek.

Andai ibu tahu siapa yang mengisi hati ini.

"Belum bu, Allah belum mempertemukan Nizma dengan jodoh dariNya" aku berusaha menjawab dengan santun.

"Alhamdulillah", ucap bu Fatma dengan pancaran mata yang berbinar.

Apa aku salah menjawab?

"Mohon do'anya bu, semoga Allah lekas mengirimkan jodoh untuk Nizma"

Bu Fatma hanya tersenyum dan mengangguk.

Guyuran hujan lebih dari 2 jam yang lalu membuat suasana jalan raya sangat lengang, tetapi di pinggir emperan toko penuh dengan orang berteduh.
Ada yang sebagian menerobos hujan karena jenuh menanti terlalu lama,  dan memilih basah kuyup demi sampai di rumah secepatnya.
Ah mungkin jika aku tidak membawa jas hujan juga pasti akan lebih memilih menerobos hujan,  lumayan bernostalgia dengan masa kecil.

Mataku menangkap sosok yang membawa payung sambil berjalan ke arah kami, siapa lagi kalau bukan dia.
Berjalan selalu dengan langkah yang mantap,  apapun yang akan ia lakukan, dan aku selalu kagum.

"Hanya ada satu payung bun, bunda Risqi antar dulu baru nanti Al".

"Iya Nak,  Niz ibu dulu atau kamu duluan".

"Ibu terlebih dahulu saja".

"Tunggu sebentar ya Al, aku ngantar bunda dulu".

"Iya Mas".

Aku gugup.

Aku gugup.

Aku gugup.

Setelah sampai mengantarkan bu Fatma, Mas Risqi berbalik untuk menjemputku.

Ya Allah, aku semakin gugup, tiada hariku berlalu sedekat ini dengan dia.
Bolehkah aku sedikit lebih berharap?.

"Al,  kenapa bengong? "

"He he,  apa aku melamun? "

"Kenapa kamu ini? , ayo,  keburu waktu sholat nya habis"

"Iya Mas", aku mulai mendekat, dan kami pun berjalan ber iringan.

Huuft,  baru berdekatan saja jantung ini rasanya tak karuan.
Bagaimana kalau ?
Ah, mikir apa kamu ini Niz.

Seusai kami melaksanakan sholat maghrib,  hujan pun reda. Alhamdulillah, aku bergegas untuk ke halaman masjid dan berpamitan kepada bu Fatma dan Mas Risqi yang sudah menunggu ku.

"Sudah Al", Mas Risqi yang melihatku terlebih dahulu.

"Sudah Mas, maaf menunggu"

"Kami juga baru selesai Al"

"Bu Fatma, karena hujan sudah reda,  Nizma pamit pulang ya,  kasihan nanti ibu cemas dirumah,  tadi pamitnya hanya sebentar,  malah terjebak hujan".

"Iya Nak,  kapan - kapan kamu main ke rumah ya,  jangan sungkan,  juga jangan lupa,  Ibu menunggu"

"In sya Allah ya bu, Nizma akan meluangkan waktu"

"Hati - hati dijalan calon mantu"

Eh?
Apa aku tidak salah dengar,  kulihat Mas Risqi juga sama terkejutnya,  mungkin hanya lelucon saja.

"Mas,  Al pamit ya,  Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam,  hati - hati dijalan Al".
Aku mengangguk dan melenggang dari halaman masjid menuju motor yang ku parkir disebelah warung Pak Man.

Sesampainya dirumah perkataan bu Fatma masih sangat terngiang. Calon mantu?, mungkinkah?, apa itu mungkin?. Bolehkah aku mengaamiinkan itu?.

Apa ini,  kenapa kamu goyah untuk berusaha tidak terkungkung dengan rasa mu dan mencoba membuka hati untuk hadirnya orang lain.
Kenapa kamu plin plan sekali Niz?.

Apa ini mimpi ?.
Aku bisa sedekat ini?.

LUKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang