9. ASA YANG MEREKAH.

20 0 0
                                    

NIZMA POV

Selamat Pagi,  selamat beraktivitas,  aku melangkah dengan senyum yang tersungging di bibir. Ku mulai awal bulan dengan langkah mantap dan percaya diri.

Meskipun ada sedikit yang mengganjal, pasalnya setelah acara lamaran dua minggu lalu,  Mas Risqi sama sekali tidak menghubungiku,  justru bunda Fatma lah yang sesekali menghubungi untuk menanyakan kabarku.

Sudahlah,  nanti kalau menggerutu terus malah hariku berakhir tak berguna. Aku terus berjalan tetap dengan senyum ramahku,  menyapa juga menjawab sapaan sesama karyawan dikantorku.

"Bebeb Nizmaaaaaaaa, I miss you so much", suara khas yang hampir satu minggu tidak ku dengar karena setelah ia melakukan perjalanan dinas menggantikan ku,  ternyata ia juga melakukan perjalanan dinas untuk job disk nya sendiri,  tak lain dan tak bukan ialah Devita Marissa Putri.

Aku menoleh ke belakang tanpa menjawab dan hanya menampilkan ekspresi "apaan".

Dia berjalan ke arahku sambil cekikikan nggak jelas. Sebenarnya aku sedikit merindukannya,  sedikit lo ya,  hanya sedikit saja.

Bercanda.

Jujur,  aku sangat merindukan Devita juga orang yang tak memberi kabar setelah hampir dua minggu.

"Nizma kok nggak jawab sih, kan aku menyatakan kerinduanku yang terpendam"

"Nggak elit bnget bilang rindu sambil teriak - teriak, malu Dev,  nanti orang kira kita suka sesama lagi"

" Nizma begitu banget deh,  aku masih normal,  perawan ting - ting yang merindukan kehadiran dokter ganteng yang wakti itu", ah rupanya dia masih mengingat dokter Azmi.

"Apa kabar dokter ganteng itu ya", lanjutnya,  ya ya ya memang ku akui memang sosok dokter Azmi bikin meleleh siapapun,  tapi tetap pengisi hatiku masih dia,  dan semakin membuncah saat mendapat harapan yang Allah berikan sebagai pengganti akan kesabaran ini.

"Itu tu orang nya,  dibelakang kamu" ku beri tahu Devita, dan memang dokter Azmi sedang berjalan ke arah ruang kesehatan yang berada di depan tempatku dan Devita kini berdiri.

"Oh ya?, apa aku sudah cantik, penampilan ku sudah oke kan,  nggak ada yang kurang kan? " tanya Devita,  kenapa dia ini.

"Ada yang kurang,  senyum Dev senyum,  ya kali mau nyapa tapi matanya melotot gitu"

"Nizma kebiasaan deh,  kan aku gugup, aku do'a in nggak laku nikah" jawabnya dengan bibir mengerucut.

Ingi ku tertawa,  mungkin setelah sekian lama,  Devita baru merasakan virus merah jambu nya lagi, begitu menggemaskan.

"Selamat pagi Nizma dan Mbak Devita", sapa dokter Azmi ramah kepada kami.

"Pagi Dok,  eh dok kayak nya teman saya lagi sakit deh, pipi nya merah banget soalnya", usil ku pada Devita.

"Nggak kog dokter gan.. Eh maksud ku dokter Azmi,  Nizma aja yang nggak peka banget kalau aku sangat merindukan nya demi langit juga bumi beserta isinya", yak hampir keceplosan.

Dokter Azmi pun tersenyum simpul melihat kelakuan lucu Devita, nampaknya ia hobi sekali tersenyum,  tidak heran sebenarnya, karena dia adalah dokter yang kebanyakan menangani anak - anak,  jadi mungkin kebiasaan tersenyum pada anak kecil,  jadi aura bahagia selalu terpancar dari nya.

"Niz,  kog rindu dari Mbak Devita nggak dijawab, ngambek lo nanti"

"Tau tuh dok,  dasar nggak peka nya ngalahin kerbau ngorok, lihat saja pasti tidak akan laku nikah".

"Siapa bilang nggak laku nikah, orang sudah dilamar tinggal nunggu hari H" jawabku tanpa sadar.

"Apa?", dokter Azmi bertanya seolah meyakinkan,  pun Devita yang kini wajahnya kurasa penuh dengan tanda tanya,  Nizma keceplosan barusan nyumpahin Devita buat keceplosan,  malah kena tulah sendiri,  ini mah senjata makam tuan,  dasar oon.

LUKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang