part 2

361 10 0
                                    


Kabut putih perlahan mulai turun, menutupi sebagian Kampung Barata yang tenang tanpa terdengar hiruk pikuk dari setiap warganya. Bang Komar masih tetap dalam posisinya dan tak kunjung siuman hingga 5 jam lamanya. Jam menunjukan tepat pada pukul 22.00 suasana kampung itu belum berubah masih sediakala.

Lina terbangun dari tidurnya. Sejak maghrib tadi Lina memang pergi dan tak sengaja tidur di rumah Mbah Wiryo. Wajar saja jika tadi Bang Komar mencarinya.

Lina bergegas keluar pintu menatap jalanan Kampung yang sangat sunyi hanya terdengar bunyi jangkrik yang sedaristadi tak henti-henti. Lina mencoba memberanikan diri melangkahkan kakinya ke depan, mencoba berjalan menyusuri malam yang pekat tak berbekal cahaya. Dengan hati yang mantap ia melangkah.

Rumah Mbah Wiryo dan rumahnya tidaklah jauh hanya sedikit terjal menanjak penuh bebatuan dan tanah yang licin.

Tap tap tap ....
Langkah kakinya terhenti saat terdengar hembusan nafas di balik semak belukar. Lina terdiam sejenak mencoba mengatur nafasnya yang mulai tak karuan. Lina mencoba menenangkan dirinya.

"Tutup pintunya Lin," Bisikan kecil terdengar di telinganya.
Lina mengerenyitkan dahi, mengangkat kedua alisnya dan menoleh ke belakang menghadap ke arah pintu rumah Mbah Wiryo yang memang ia belum tutup.

Lina kembali memutar arah dan mempercepat langkahnya untuk menutup pintu tersebut.

Krekkk ...
Pintu kayu yang sudah reot itu ditutup perlahan menimbulkan bunyi yang terdengar mengganggu di telinga. Engsel pintu yang telah berkarat bahkan knop pintu yang sudah mulai rusak menambah suasa malam ini begitu mencekam.

Ia menarik nafasnya kembali dan menatap halaman menuju rumahnya, ketakutannya mulai muncul saat sosok hitam bermata merah dengan muka yang dipenuhi darah hitam yang sudah mengental dan berbau busuk memandangi Lina dari jauh. Suasana malam menjadi hening Lina tak dapat menggerakan tubuhnya, kedua kakinya terikat rambut dan tak bisa di gerakan, sosok hitam itu mulai mendekatinya mengendus setiap jengkal tubuhnya, menikmati aroma tubuh Lina yang berbau harum.

Sosok hitam itu tertarik dengan aroma tubuh Lina. Entah apa yang sewaktu itu Mbah Wiryo lakukan kepadanya, memberikan sebuah botol kecil untuk ia pakai dan menarik perhatian mahluk tak kasat mata ini.

Lina masih dalam posisinya, terdiam di hadapan mahluk hitam tersebut dengan keringat yang mulai mengucur serta bibir yang kaku membisu. Lina mencoba melantunkan sedikit hafalan ayat kursi yang ia hapal namun sayangnya bibirnya tak bisa di gerakan.

Mahluk hitam itu menarik tangan Lina dan mengajaknya masuk ke dalam sebuah rumah kosong.

Di sana telah terbaring jasad wanita di atas ranjang dengan luka robek yang cukup parah, perut yang terkoyak habis serta usus yang telah terburai keluar. Lina mendekat dengan perlahan memandangi wanita yang terbaring dan sudah tak bernafas itu dengan teliti. Menelisik di pikirannya yang terdalam mencoba mengenali wanita tersebut. Di jari wanita itu terdapat sebuah cincin yang mirip dengan cincin yang ia pakai saat ini.

Lina mulai memberanikan diri membuka tirai yang menutup jasad tersebut. Digerakan perlahan tirai penutup itu, jantungnya berdetak dengan cepat dan semakin cepat. Dibukalah jengkal demi jengkal tirai itu dan terlihat seorang wanita cantik yang mirip dirinya. Ia masih kebingungan dengan apa yang ia lihat barusan.

"Apakah itu Aku?" Lina duduk di tepian ranjang, memprrhatikan lekuk tubuh wanita yang menyerupainya. Ia kebingungan dan terus berfikir hingga ia teringat akan lukisan semasa ia kecil yang pernah di buat oleh Mbah Wiryo.

di kala malam datangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang