~ Secarik Kertas Lusuh ~Tetesan peluh di dahi Rina perlahan-lahan turun membasahi bajunya. Gemetar rasa di dada yang masi terasa terbawa suasana. Alunan musik mulai mengalun perlahan di telinganya, sebuah nada yang tak asing bagi dirinya. Mengingatkannya dengan Kampung halaman.
Secarik kertas lusuh berdebu itupun di ambilnya. Rina meniup perlahan debu itu dan membersihkan dengan tangannya. Rina meneliti kertas tersebut yang ternyata foto hitam putih, tersiratt jelas dari matanya sebuah kerinduan yang begitu mendalam kepada sang Ayah.Rina mulai sadar tentang sosok wanita kecil yang memberi kertas tersebut. Jauh 10 tahun yang lalu, Ayahnya memberikan benda pusaka dengan alasan, 'untuk penjaga selama ia di kota,' wajarlah jika wanita kecil itu turun dan memintanya untuk, 'melanjutkan' sesuatu hal yang sangatlah penting bagi keluarga Rina.
"Ayah!" gumam Rina dalam hatinya.
"Aku rindu!"
=======Rina bergegas bangkit dan beranjak mandi, bersiap hadapi kenyataan sebagai seorang pekerja di pertokoan kecil. Bekerja sebagai penjaga toko kue di pusat kota yang ramai dan gaduh. Bertemu dengan banyak orang dengan taraf hidup yang berbeda-beda. Namun satu hal yang membuat Rina betah menjaga toko tersebut ialah, Amru seorang lelaki keturunan jawa, dengan wajah yang bulat, rambut lurus yang tertata rapih, menarik perhatian banyak wanita. Hidung yang mancung serta alis hitam yang tebal alami membuat para wanita betah memandanginya. Bukan hanya Rina yang terhipnotis, hampir semua wanita memandangnya dengan takjub dan gemetar saat berhadapan dengannya. Mengesankan bukan.
"Hmmm sudah waktunya buka toko," gumam Rina sambil melirik jam dinding yang tepat menunjuk di angka delapan. Rina membuka rolling door toko perlahan dan mengangkatnya keatas.
"Wah mendung, kayakanya bakalan hujan." Rina menatap langit begitu lama, netranya mulai basah dan perlahan menetes ke bawah. Rina benar-benar termangu. Tatapannya begitu dalam memandang langit yang semakin gelap, entah apa yang berada dalam penglihatannya hingga air mata itu menetes."Rin, Rina ... --halooo," Terdengar sayup-sayup di telinga Rina. Suara itu mengagetkannya dan lekas dengan cepat ia menyeka air mata dengan lengannya.
"Eh Anton, maaf Ton aku lagi ngebersihin atas ini terus debunya jatuh di mataku eh jadinya kelilipan deh, hehehe," jawab Rina sesegukan sambil mengelap bagian atas pintu toko, padahal pintu itu sangat sulit di jangkau. Tawanya menyeringai dan memberi senyum manis kepada Anton tetangga sebelah tokonya.
Anton membalas senyum Rina dan menepuk bahunya,
"Jangan kebanyakan bengong, kalo rindu sama Kampung kenapa ga pulang." ucapnya singkat.
Rina mengangguk, tak ada sepatah katapun dari bibir tipisnya."Aku buka toko dulu ya Rin, ntar Pak Bos marah lagi kalo tokonya belum aku rapihin," ujar Anton dan bergegas pergi meninggalkan Rina.
Sekali lagi, Rina hanya menganggukan kepalanya. Rina sedang berfikir tentang ucapan Anton barusan, 'kalo rindu sama kampung kenapa ga pulang.' Sebuah kalimat singkat yang berhasil menyadarkannya untuk tak mengungkit kesalahan di masa lalu, kesalahan besar yang di buat sang Ayah yang membuat Rina menjadi benci kepada sang Ayah.Rina mulai bergegas merapihkan toko tempat ia bekerja, menunggu para pembeli datang dan kurir-kurir yang biasanya mengantar kebutuhan toko. Rina mulai mencari posisi yang pas untuk ia bersandar tepat dihadapannya, foto hitam putih yang mulai ia pajang. Lama sekali Rina menatap foto tersebut. Memperhatikan tiap jengkal keluarganya yang berada di foto, Ayah, Ibu, Rina, Lina, Komar dan satu lagi yang ia tak mengenali.
"Rin, lagi ngapain? serius amat?" suara seorang lelaki dengan intonasi yang tinggi mengagetkannya yang tengah melamunkan sesuatu. Suara itu membuyarkan lamunannya yang terlihat lucu karena sedari tadi Rina menatap foto tersebut dengan senyum dan tawa.
"Ihhh Amru, bikin kaget aja," gerutu Rina kepada Amru yang kini tengah berdiri dihadapannya.
"Lah sepuluh menit lho aku liatin kamu, senyum-senyum ga karuan. Makanya aku tanya, kamu lagi ngapain, lah kamu malah diam aja, yaudah aku kencengin aja suaranya." jelas Amru panjang.
"Iya maaf iya, aku cuma lagi ngeliatin foto kok."
"Foto? Mana foto? Kertas kosong gitu dibilang foto. Bercanda mulu kamu," ungkap Amru sambil menertawakan Rina yang kini kebingungan tentang kertas tersebut yang tiba-tiba berubah seketika.
"Tadi ini foto keluargaku Ru, beneran, aku ga bohong kok!" ungkap Rina dengan suara yang mulai meninggi.
"Ngaco kamu Rin. Udah ah. Kita sarapan yuk. Aku yang traktir."
KAMU SEDANG MEMBACA
di kala malam datang
Horrortentang seorang dukun santet yang mati mengenaskan di amuk massa.