Lina yang baru saja tersadar akan kisah di masa lalunya kini beranjak pergi keluar dari rumah yang dulu pernah ia singgahi. Dirinya bertanya-tanya mengapa ini semua berlalu begitu cepat, rasa penasaran, kebingungan serta ketakutan terus membayanginya. Lina mencoba membuang kenangan di masa lalu namun sangatlah sulit."Bang Komar kemana!" gumam Lina dalam hati. Ia tersadar tentang suaminya yang belum ia jumpai dari kemarin.
Lina berjalan melangkah keluar, menghirup udara pagi ditemani kicauan burung serta embun yang menetes dari dedaunan. Angin yang menyejukan serta suara ayam berkokok menambah khas suasana pagi di Kampung Barata."Abang," Lina memanggil suaminya dan melihat kamar yang berantakan. Pintu lemari bajunya terbuka. Ia teringat akan kotak yang di berikan oleh Bang Komar. Ia mencari kotak tersebut namun hilang tanpa jejak.
"Dimana kuletakan kotak itu? Apa aku lupa? Atau ...." Lina terdiam. Suara air di kamar mandi belakang mulai menetes perlahan, semakin lama air itu semakin deras. Lina bergegas melihat keadaan kamar mandi. Perlahan ia melangkah, menatap pintu kamar mandi yang terbuka lebar. Lina memicingkan mata terdengar derap langkah seseorang, semakin lama langkah itu semakin cepat, ia memutar badannya namun tak ia jumpai siapa-siapa.
"Bang jangan bercanda!" ucap Lina yang menyangka jika itu adalah ulah Bang Komar.
Lina mulai bingung karena Bang Komar tak kunjung menyambut ucapannya."Bang Komar kemana?" Lina bertanya pada dirinya. Mencoba menebak-nebak tentang sang suami.
"Apa Bang Komar sudah bangun dan saat ini ia sedang bertani? Atau ...." Lina beranjak pergi keluar rumah. Suasana Kampung Barata cukup dingin dan sangat sepi tidak seperti biasanya. Kabut perlahan mulai turun dari atas bukit, awan yang mulai kelabu tak menghentikan langkah Lina untuk mencari sang suami. Lina berjalan menyusuri pepohonan, dedaunan hijau yang masih berair ia sentuh dengan sengaja, mengingat sedikit momen saat Lina dan Ibunda berjalan ke atas bukit.~~ Flashback ~~
~~ Lina P.O.V ~~"Buu ...." panggilku kepada Ibu yang tengah serius mengambil pucuk daun teh.
"Sudah 2 hari Ayah tak pulang, Ayah kemana?" tanyaku.
Ibu memberi senyuman manis kepadaku mencoba menenangkanku dan mengelus rambutku serta memelukku dan berucap,
"Doakan saja ya sayang, Ayahmu baik-baik saja.""Tapi Bu, Aku rindu." Ibu berlutut di hadapanku memelukku erat dan kembali menenangkanku yang tengah rindu pada Ayah.
"Iyaa kamu yang sabar ya, Lina harus jadi perempuan yang kuat dan tangguh tak boleh lemah ataupun payah, bukankah Ayah pernah berkata seperti itu kepadamu? Lin, kamu punya tanggung jawab yang berat maka kamu harus kuat dan tegar." Air mata Ibu menetes perlahan dan membasahi tengkukku. Aku tak mengerti apa maksud Ibu."Bu Rika!" panggil seorang laki-laki bertubuh besar.
"Bisa kemari sebentar, ada yang ingin saya bicarakan," ujar lelaki itu dan meminta Ibu untuk berbicara empat mata dengannya.
Ibu memandangku, lalu berucap padaku,
"Kamu ke sungai, nanti kamu akan menemukan apa yang kamu cari!"~~~ Flashback off ~~~
Lina meneteskan air mata tanpa ia sadari. Kenangan di bukit barusan mengingatkannya tentang sang Ibu yang telah tiada.
Sedikit demi sedikit Lina mulai berfikir tentang kenangan itu, ia baru menyadari jika Bang Komar sering pergi ke sungai."Sungai!" Lina tersenyum dan segera berlari ke arah sungai.
Air sungai mengalir dengan deras. Sungai ini adalah sungai yang membantu irigasi untuk sawah-sawah warga. Letak yang strategis berdampingan dengan sumber mata air yang bisa di minum secara langsung. Sungai yang belum tercemar limbah apapun nyaris satu buah sampahpun tak terlihat, kecuali daun-daun yang berguguran.
Lina dengan tenangnya menyusuri sungai, terlihat dari kejauhan kerumunan warga yang tengah ramai berdiri memperhatika sesuatu. Lina bertanya-tanya dalam hati kecilnya,
"Apa yang sedang terjadi? Mengapa begitu ramai?"Dari kejauhan Lina melihat Abdul dan Parjo yang berkumpul bersama para warga.
"Dul Dul Teh Lina Dul, gimana ini kita harus ngomong apa," ucap Parjo yang melihat Lina berjalan dari kejauhan.
"Waduh gawat ini, gimana ya? Kudu bilang apa kita!" sambut Abdul yang juga kebingungan."Teh tunggu Teh jangan kesana!" teriak Parjo dan menarik tangan Lina.
"Ada apa Bang Parjo?" tanya Lina yang mulai kebingungan.
"Ada mayat Teh," celetuk Abdul tanpa rasa bersalah.
Parjo melirik Abdul yang salah bicara.
"Mayat!" jawab Lina histeris.
"Iya Teh mayat, mayat Keong," tukas Parjo dan menginjak kaki Abdul agar ia tak asal bicara.
"Ah kalian bercanda saja, bikin saya penasaran," sanggah Lina dan berlalu pergi meninggalkan mereka berdua.
Warga yang tengah berkumpul berangsur-angsur pergi meninggalkan sungai. Semakin lama semakin tak ada satupun warga. Lina terdiam, menatap sekelilingnya yang mulai gelap seketika. Terlihat seorang kakek tua tengah duduk bersandar pada sebuah pohon di tepian sungai. Di sebelahnya terlihat seorang perempuan kecil yang tidur di pangkuan sang Kakek."Mbah Wiryo ...." Lina memberanikan diri memanggil Kakek tersebut. Ia mengira jika kedua orang tersebut ialah Mbah Wiryo dan Rina anaknya.
Kakek tua itu memutar badannya, terdengar gesekan tulang yang patah bergerak dengan perlahan.
"Krekkk"
Lina mengerenyitkan dahi serta memejamkan mata,ngilu mendengarnya. Lina masih terdiam, menatap dengan serius dan ingin memastikan siapa sebenarnya. Lina mendekat perlahan mencoba melihatnya dengan jelas siapakah dia sebenarnya.
"Lina jangan kesana! Tinggalkan sungai segera!" Lina menatap sekeliling. Tak ada satupun orang lagi selain dirinya dan kedua orang tersebut. Suara itu mirip dengan suara Ayah yang sudah lama ia tak jumpai semenjak sang Ibu meninggal."Lina beranjkalah pergi!" Suara itu kembali mengayun meminta Lina pergi dari sungai. Sementara itu Kedua orang tersebut masih duduk di tepian sungai.
KAMU SEDANG MEMBACA
di kala malam datang
Horrortentang seorang dukun santet yang mati mengenaskan di amuk massa.