"Cinta memang sulit ditebak
Tidak seperti segitiga
Kau tidak dapat menggambarkannya
Karena cinta tidak bersudut"Beryl POV
"Lo udah berapa lama disini?" omong seseorang padaku. Suaranya membangunkanku dari tidur. Aku sudah lupa sejak kapan aku terlelap disini. Dentingan piano itu tidak terdengar lagi.
"Emm.. Gue mau ambil sesuatu dari ruangan musik. Tadi pagi...."
"Jangan coba-coba buat nguping lagi dan jangan beritahu siapapun," potongnya. Belum sempat aku menjawab, Randy sudah melangkahkan kakinya meninggalkanku.
Aku mengambil handphoneku dan memeriksa jam. Ini sudah pukul 16.00. Aku sudah telat. Segera aku beranjak, masuk kedalam ruangan itu.
Saat sore seperti ini, ruangan ini lebih terang dari sebelumnya. Barang-barang berantakan, namun posisi piano itu tidak terganggu oleh apapun. Piano itu dekat dengan jendela, membiarkan cahaya matahari menerpanya.
Kuambil tasku yang kuletakkan dibawah meja. Tas itu tidak berpindah atau diganggu apapun. Kubuka tas itu untuk memastikan semuanya tetap ada. Kututup kembali, lalu aku meninggalkan ruangan itu. Kupastikan ruangan itu tertutup.
~~~~~~~~~~~~~~~~
Kulihat kembali secarik kertas ditanganku. Alamat ini sudah tepat dengan alamat rumah didepanku. Rumah ini sederhana. Berada disebuah gang sempit. Lokasi ini memang perumahan. Rumah-rumahnya juga tidak ada yang mewah.
"Mba Beryl?" ucap seseorang mengagetkanku. Aku menoleh kebelakang. Seorang Ibu paruh baya menatapku.
"Saya sendiri, Bu," jawabku.
"Untunglah mba tidak tersesat. Gang ini agak sulit ditemukan. Oh iya, saya Ayu. Panggil saja Ibu Ayu. Saya yang punya rumah kontrakan ini."
Aku menjawabnya dengan seulas senyum dan anggukan.
"Mari saya tunjukkan isi rumah ini," ajak Bu Ayu.
Aku mengikutinya dari belakang. Dibukanya kunci rumah itu. Setelah 15 menit memperkenalkan seluruh isi ruangan, Bu Ayu memberikan kunci rumah.
Bu Ayu meninggalkanku sendirian didalam rumah. Dia kembali kerumahnya. Rumah ini tidak terlalu luas. Satu kamar tidur, satu kamar mandi, dapur, dan sebuah ruang tamu. Sungguh cukup untuk diriku.
Kurapikan bajuku dan seluruh perlengkapanku. Kuputuskan untuk menyegarkan diri dan berganti pakaian. Aku duduk diruang tamu. Disana ada sebuah sofa tua. Cukup nyaman untuk beristirahat sejenak.
Banyak hal yang terlintas dipikiranku. Papa, Mama, rumahku, dan Randy. Tunggu, apa yang baru kukatakan? Randy?!
Tidak, tidak, tidak bisa. Dia hanya lelaki gila yang berbicara sesuka hatinya dan mengabaikanku saat berbicara. Memangnya manusia hanya dia saja.
Tiba-tiba perutku bergemuruh ria. Aku belum punya makanan disini. Aku menimbang-nimbang apa aku harus memasak atau membeli makanan saja. Saat ini aku harus menghemat danaku. Aku tidak tahu kapan Papa akan kembali.
Kuputuskan untuk mencari warung makanan disekitar sini. Aku beranjak dari tempat dudukku, memakai sandal jepitku, dan keluar dari rumah.
~~~~~~~~~~~~~~
Gang rumahku sepertinya khusus perumahan. Atau mungkin 'perumahan sunyi'. Tidak ada aktivitas jual beli disini. Aku harus berjalan keluar gang untuk mendapatkan makanan.
Sudah hampir 50 meter, akhirnya aku melihat sebuah rumah makan. Dari luar tempatnya, tampak ramai. 'Sepertinya makanan disini enak,' batinku.
Kulangkahkan kakiku ke rumah makan itu. Makanan disini beragam. Wangi makanan tersebar dimana-mana. Walaupun ini masih sore, sudah banyak orang yang makan dan membeli lauk disini. Kupilih lauk dan sayurku, kupesan kepada seorang Bapak disana. Setelah beberapa menit, pesananku disuguhkan dan kubayar di meja kasir.
"Terimakasih," ucapku kepada kasir tersebut.
Saat aku berbalik untuk pulang, seseorang menabrakku dan menjatuhkan bungkusan nasiku. "Hei, gak bisa lihat apa?! Santai aja,dong," seruku. Kubungkukkan badanku lalu kuambil bungkusan nasiku.
~~~~~~~~~~
Semoga ceritanya seru ya, guyssss :))
Tetap ikuti ceritanya :)
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] INOUBLIABLE
Teen FictionMencintaimu adalah bahagia dan sedih; Bahagia karena memilikimu dalam kalbu; Sedih karena kita harus berpisah. Perpisahan yang kupilih, adalah sebuah perpisahan yang menyakitkan. Kebahagiaan segera lenyap dari hidupku. Dan aku, menolak untuk melupak...