Bagai lautan tanpa ombak, bagai koral tanpa ikan. Tak berbuih, tak punya rasa. Tak lengkap. Malam tanpa bintang memang tetap indah, namun serasa ada yang kurang, bukan? Rumah yang tak berpenghuni menjadi kehilangan jiwanya. Bobrok, tak terawat apalagi indah. Hawa dalamnya pun dingin. Tak ada yang mau mendekati. Bukan tak mau, mungkin tak berani. Siapa yang akan menjabat tangan nanti?
Seperti manusia. Ditinggal serasa mati. Kosong terlalu lama menanti. Kehilangan ruh yang mencari kesana-kesini. Tak kuat berdiri, tak ada yang menopang. Rubuh pun tidak karena masih ada sanggah. Tak berselera karena nafsu sudah mati. Hitam putih. Cahaya kalah ditelan oleh gelap yang berdikari.
Kosong dan hampa. Tak lagi mengerti apa itu bahagia. Tidak tergugah tuk tertawa. Asa hilang sirna diremuk kekosongan. Nan kapal digulung ombak tak lagi berlayar. Seperti bunga yang tak diserbuk.
Diri lemah ini sudah terbiasa. Mengekang rasa agar tak terluka. Terlalu lama bersandiwara menjadi nyata. Tidak dapat lagi mencari dan mengagumi. Karena hati telah dirantai di pojok diri. Sudah telalu lama tak dapat berubah. Lama-kelamaan rantai berkarat berakhirlah sudah. Tak lagi merasa tak lagi tergugah. Jantung berongga meninggalkan hampa. Sungguh jadi nyata, tapi ku takkan terluka. Tapi dapatkah hidup tanpa warna suara jantung bahagia? Dapatkah hidup tanpa gairah akan tertawa? Akan tetap indah memang, namun ada yang kurang, bukan? Bukan tak mau merasa, tapi tak mampu dan tak kuasa. Hati yang kotor akan coretan sudah tak mampu menampung warna. Biarlah diri ini begini, sampai sang penghangat menarik jiwa keluar dari ruang hampa
KAMU SEDANG MEMBACA
Sejuntai Kata
Teen FictionTentang aku yang memikirkanmu. Tentang kata yang tak terucap. Tentang teriak yang tak terdengar. Sejuntai kata tentang perasaan seorang manusia lemah, yang meronta agar pikirannya dibebaskan.