Yellow Belly

6.3K 539 44
                                    


"Jadi apa?" rutuk Sehun yang sedari tadi mengikutiku mengawasi lelaki mungil yang duduk tenang di perpustakaan kampus kami sembari membaca novel terjemahan, earphone di telinga mengalihkan segala perhatian. Lelaki itu benar-benar tenggelam dalam kehikmatan sendiri.

Dan aku, masih saja menghembus napas sembari menggosok kedua telapak tangan yang mulai berkeringat dingin.

"Oi, mau sampai kapan di sini? Jadi atau tidak?" Sehun lagi-lagi menggerutu. Sepertinya ia mulai bosan menunggu karena barangkali sudah hampir satu jam aku mencoba mengumpulkan keberanian.

"Jadi. Sabarlah sedikit," jawabku dan masih mengintip lelaki yang sama sekali tak peduli dengan sekitar.

Sehun menghela napas. "Ya sudah, sana cepat masuk!" Dia lantas mendorong bokongku dengan sekuat tenaga hingga aku tersentak dan terpaksa melewati pintu besar perpustakaan kampus kami.

Ah, Oh Sehun sialan!

Jika harus jujur, ini pertama kalinya aku mengunjungi perpustakaan terhormat milik kampus kami setelah hampir enam semester menjadi penghuni di sekolah tinggi ini. Aku bukan tipikal lelaki rajin yang serta-merta membaca buku tebal milik perpustakaan ataupun sok rajin yang sengaja membaca buku dan memenuhi presensi kehadiran perpustakaan agar terlihat teladan di mata orang banyak. Sungguh, itu bukan gayaku.

Sebelum memacu langkah, lagi-lagi kuhembus napas dalam untuk mendadak kembali menghimpun keberanian yang hampir satu jam belum saja terkumpulkan. Langkah lambat kemudian mengantarkanku kepada meja lelaki mungil yang hikmat dengan novel terjemahan.

Namun, langkahku terhenti kala senyumnya mengembang dan menertawai isi novel bacaannya. Seketika pasukan kupu-kupu menggelitiki isi perut. Degup jantung jumpalitan memorakporandakan pikiran.

Sial, nyaliku menciut.

Akhirnya, langkahku malah berbelok dan berjalan secepat mungkin untuk menjauhi sang lelaki mungil yang manis dengan novel terjemahan di tangan, menjauhi perpustakaan terhormat milik kampus tercinta kami.

"Apa lagi sih?" Oh Sehun mengekori seribu langkahku.

"Tak jadi. Aku takut!"

__________






Menghempas tubuh dengan lemah di bangku kantin sekolah sambil menghela napas berat adalah ciri khasku kala sedang bimbang. Sehun juga terus berdecak mengejek dan meremehkan kelakuanku yang tidak lelaki sama sekali.

"Kenapa dia?" Kim Minseok, dengan roti isi daging bebek memenuhi mulut, terlihat tampak peduli menanyakan keadaanku.

"Entahlah. Membuat kesal saja." Entah sudah yang keberapa kali Oh Sehun berdecak kesal. Dia merobek kasar pembungkus roti menu makan siang kami. "Dia bilang ingin menyatakan perasaannya dengan lelaki itu, tapi nyalinya kosong sekali." Kali ini bukan hanya decakan, gelengan kepala Sehun ikut mengejek ketidakberanianku.

"Jadi bagaimana hasilnya?" Park Chanyeol, yang sudah tahu rencana awalku, menanyakan dengan wajar berbinar.

"Apanya yang bagaimana? Dia bilang takut dan tak jadi mendekati." Sehun menceritakan hasil usahaku.

"Yaaaaahhh!" Chanyeol terlihat kecewa. "Kau ini bagaimana? Kau bilang suka sejak pertama kali bersitatap? Ini sudah hampir tiga tahun, mau kapan lagi?" Chanyeol mulai mengoceh, mengingatkan kembali bagaimana aku begitu menyukai sang lelaki mungil.

KAISOO Oneshot CompilationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang