Gladis mengolesi roti tawarnya dengan selai kacang. Sesekali ia melirik Mama dan Papanya yang terfokus pada makanan mereka masing-masing. Gladis mencomot rotinya. Lalu meneguk susu cokelat.
"Gimana, Dis, sekolahnya? Apa kamu udah bisa beradaptasi? Gak ada Kakak kelas yang bully kamu, 'kan?" tanya Amira, Mama Gladis.
"Gak ada Ma, malahan Gladis seneng banget." Gladis mengukir senyumnya.
"Syukur deh kalo gitu."
"Papa punya klien anaknya seumuran kamu, Dis," sahut Hendra, Papa Gladis.
"Oh ya, Pa? Yang mana? Yang kasus korupsi itu ya?" tanya Amira memastikan.
"Iya, Ma, Pak sandi. Saya salut sama putra bungsu Pak Sandi dia selalu jenguk papanya. Padahal putra sulung Pak sandi aja udah tiga tahun gak jenguk."
"Kasian sekali," komentar Amira.
Hendra, Papa Gladis memang pengacara terkenal. Ia sering menangani kasus yang berat. Jadi Gladis dikenal sebagai putri dari Mahendra Harvanto, M.H pengacara kondang di indonesia. Walaupun begitu Gladis tidak menyombongkan diri atas pekerjaan ayahnya.
"Ayo Pa, Nanti Gladis telat!" rengek Gladis menuju garasi.
Waktu telah menunjukkan tujuh kurang lima menit. Lima menit lagi masuk. Padahal jalanan macet parah. Dengan resah Gladis menatap hiruk-pikuk dihadapannya. Dengan sesekali melirik pergelangan tangannya.
Dugaan Gladis benar. Tempat parkir sudah sepi. Tak ada satupun siswa di sana. Gladis berlari dengan saat kencang ia takut telat masuk kelas. Namun nahas, Gladis terpeleset kerikil di depan pintu gerbang. Tak ada satu orang pun disana. Kebetulan pak satpam tak menjaga gerbang.
Gladis hendak berdiri namun pahanya terasa sakit."Aww!!" ringis Gladis memegangi bokongnya. Di tengah keputusasaannya, tiba-tiba sebuah tangan terulur dihadapannya. Gladis mendongak melihat orang yang berbaik hati menolongnya. Muka Gladis memerah saat mengetahui orang yang menolongnya.
"Ayo aku tolongin," ujar orang itu masih mengulurkan tangan.
Gladis tak mampu menguasai detak jantung yang terus bergemuruh. Dengan ragu gadis itu menerima uluran tangannya."Makasih, Kak." Gladis menunduk untuk menyembunyikan pipinya yang memerah.
"Iya sama-sama, lain kali hati hati soalnya disini licin," jawab pria itu tersenyum simpul. Gladis melenggang pergi meninggalkan pria yang mampu membuatnya salah tingkah, Army
*******
"Dan lo tau, Cha? Tangan gue digenggam sama kak Army. Gue hampir pingsan dipegang dia, Cha!! Sumpah gue mati kutu di hadapan Kak Army." Gladis terlihat excited saat bercerita pada Chaca. Saat itu mereka hendak ke kantin. Chaca yang berjalan di samping Gladis terlihat menahan tawa. Dis lo itu emang polos ya. Kalo gue jadi lo pasti gue bakal kasih tau semua orang, batin Chaca tergelitik.
"Lo kenapa senyum-senyum gitu," tegur Gladis dengan tatapan penuh selidik.
"Eng ... enggak. Gue seneng kalo lo jatoh. Makanya kalo berangkat itu pagian dikit. Dasar kebo," ledek Chaca menjulurkan lidahnya.
"Apa lo bilang??!!!" seru Gladis megejar Chaca yang berlari.
Setelah puas kejar-kejaran, akhirnya sampai juga mereka di kantin. Seperti biasa mereka memesan bakso istimewa di kantin. Semua terasa hambar bagi Gladis karena Army tak datang ke kantin.
Namun semangat Gladis kembali utuh saat ia bertemu Army di koridor lantai dua. Army bersama teman temannya.
Chaca memanas manasi Gladis dengan menyapa Army dan kawan kawannya. Chaca terlihat sok akrab.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencintai Tanpa dicintai [SEGERA TERBIT]
Teen Fiction[Harap follow dulu sebelum membaca!] Gladisa Nada Nadira gadis polos yg mengidolakan mantan ketua osis, Army Rihanka Nadewa. Ia sangat menyukai kakak kelasnya itu. Takdir membawa mereka semakin dekat. Hingga Gladis yakin bahwa Army mempunyai perasaa...