Gladis membaca buku di kelas. Saat itu kelas hanya berpenghuni beberapa orang saja. Sebagian besar penghuni kelas itu pergi ke kantin untuk mengisi perut. Wajar saat itu masih istirahat pertama.
Muka Gladis nampak pucat, matanya sembab, dan tatapannya sayu. Semalaman Gladis menangis. Karena untuk pertama kali ia merasakan patah hati. Itulah hukum cinta harus berani patah hati jika sudah merasakan jatuh cinta.
Kini pintu kepedihan telah menjemput Gladis. Kepedihan yang tak pernah disangka. Gladis memang sedang membaca buku. Namun pikirannya melayang entah kemana. Mata Gladis mulai memanas. Namun Gladis terus menahannya agar tidak jatuh.
Lamunannya terbuyar ketika ponsel di sakunya bergetar. Gladis mengambil ponselnya. Ternyata ada pesan yang masuk. Gladis membukanya.
📩
From: Kak Army
Dis, kita ketemuan ditaman sekarang ya. Ada hal yg pengen aku bicarainGladis mendesah berat membaca pesan dari Army. Ia mengacak rambutnya dengan frustasi. Semua tentang Army terasa begitu menyakitkan karena cinta yang tak terbalas. Setelah lama merenung ia memutuskan untuk menemui pria itu. Ternyata Army sudah ada disana. Menyadari kehadiran Gladis, Army tersenyum sangat manis. Itu membuat Gladis merasakan pedih.
"A ... ada apa, Kak?" tanya Gladis dengan canggung duduk di dekat Army.
"Dis, kamu kenapa? Mata kamu sembab. Apa kamu abis nangis?" tanya Army memperhatikan wajah Gladis.
"Eh? Engg ... enggak, Kak. Cuma lagi badmood. Hehe." Gladis berusaha tersenyum walau hatinya berdarah
"Oh gitu. Mm ... aku kira kamu kenapa. Oh ya Dis, Kamu kenal orang ini 'kan?" Army mengulurkan ponselnya yang berisikan foto seseorang.
"Di ... dia Kak Santi 'kan, Kak? Wakil ketua osis yang jadi partner Kakak itu?"
"Iya betul. Aku suka sama dia, Dis. Kalo menurut kamu gimana, Dis?" tanya Army.
Deg!
Rasanya Gladis dihantam ribuan godam. Hancur seketika. Apa lagi ini? Luka yang kemarin saja belum mengering. Dan sekarang ia kembali menelan pil pahit. Sakitnya cinta yang bertepuk sebelah tangan. Gladis mencoba menepis rasa sesak yang menyergap dadanya. Dengan mata yang berair gadis itu mengutas sebuah senyum sendu.
"Menurut aku Kak Santi orangnya baik. Dan ...." Gladis menghela napas. "Kakak cocok banget sama Kak Santi," ucapnya terbata-bata. Tatapan Gladis nampak mengabur karena matanya telah di penuhi air bening yang hampir jatuh.
"Oh ya? Alhamdulilah. Makasih, Dis." Muka Army nampak berseri seri. Gladis semakin tidak sanggup menahan air mata.
Satu ... dua ....
Teet ... teet ....
Suara bel itu menyelamatkan Gladis. Gladis bernapas lega dan bangkit berdiri.
"Saya ke kelas dulu, Kak," pamitnya.
"Iya. Makasih ya, Dis."
Gladis berlari sekuat tenaga. Tak peduli dengan orang-orang yang menatapnya. Yang ada di hatinya saat ini hanyalah kepedihan.
Gladis mengunci pintu toilet dan meledakkan tangisnya di sana. Ia memegangi dadanya yang sesak. Semua ini masih baru bagi dara cantik itu.
******
Gladis sudah merasa lebih baik. Seusai sholat zuhur, ia bergegas kembali ke kelas dengan novel di tangannya. Ia fokus membaca novel. Tanpa disengaja ia menabrak tubuh seseorang. Buku yang dibawa orang itu jatuh ke lantai. Ternyata orang itu adalah Santi. Ada rasa pilu ketika Gladis menatap Santi.
"Ma ... maaf, Kak Santi," ujar Gladis memunguti buku di lantai dan menyerahkan pada Santi.
"Nggak pa-pa, kamu Gladis 'kan? Temen deket Army?"
"I ... iya, Kak."
"Ngobrol di kantin yuk. Aku pengen lebih deket ma kamu," ajak Santi. Gladis berjalan mengikuti Santi.
Sesampainya di kantin Santi mencari tempat duduk dan memesan minuman.
"Btw, kamu sejak kapan kamu kenal Army?" tanya Santi.
"Baru dua bulan, Kak."
"Kemarin Army kasih aku bunga Dis," ungkap Santi tersipu.
Gladis menunduk lemah. Ia harus kuat,tidak boleh ada air mata lagi.
"Kak Army suka sama Kakak."
"Oh ya? Aku nggak nyangka. Sebenarnya aku juga nyimpen rasa buat dia sih, Dis," ungkap Santi dengan muka bersemu merah.
" Jadi Kakak juga suka sama Kak Army?"
" Iya, Dis. Tapi jangan kasih tau Army ya aku nggak enak," curah Santi.
"Kalian pasangan yang serasi kak." Tatapan Gladis menerawang ke depan.
"Bisa aja kamu, Dis." Santi tersipu malu
******
Gladis mencurahkan isi hatinya pada Chaca saat mereka pulang sekolah. Saat itu mereka duduk di halte menunggu taksi online pesanan Chaca.
"Lo yang sabar ya, Dis." Chaca mengusap lembut punggung sahabatnya itu. Ia merasa prihatin dengan kisah cinta Gladis.
"Di satu sisi gue ngrasain sakitt yang mendalam. Tapi di sisi lain gue seneng karena Kak Army mencintai cewek yang baik seperti Kak Santi," ungkap Gladis lagi.
Taksi online mereka datang. "Mbak Chaca ya?" tanya sopir taksi itu menatap Chaca dan Gladis bergantian.
"Iya, Pak." Gladis dan Chaca memasuki mobil itu. Mata Gladis kembali memanas saat wajah Army melintas di benaknya.
Lantas air mata itu terjun ke pipi Gladis.
"Dis, lo nggak boleh nangis," bisik Chaca mengusap airmata Gladis.
"Sakit, Cha ... rasanya sakit banget. Gue nggak kuat Cha."
"Itulah cinta, Dis. Kadang bahagia. Kadang patah hati," ucap Chaca. " lo harus bisa lupain Iak Army. Karena rasa cinta lo pada Kak Army itu akan menjadi racun. Racun yang membunuhmu secara perlahan," nasihat Chaca.
"Gak bisa, Cha. Gue sayang banget ma Kak Army," ratap Gladis.
"lo pasti bisa, Dis. Gue yakin."
******
Hari itu adalah hari Minggu. Pagi ini Gladis berjalan jalan ke taman kompleks untuk menghibur dirinya. Beban pikiran membuatnya kalut akhir-akhir ini. Gladis sesekali tersenyum melihat anak-anak yang bermain riang. Terkadang ia ingin menjadi anak kecil lagi. Anak kecil tanpa beban. Gladis hendak ke kursi taman. Namun langkahnya spontan terhenti saat ia melihat orang yang sedang berpelukan. Tanpa disadari air mata itu meleleh di pipinya. Gladis segera membalikkan badan dan ingin segera pergi dari tempat itu. Ya, mereka adalah Army dan Santi Hatinya hancur sekali.
"Gladis!!" teriak Santi melihat Gladis. Sontak Gladis menghapus air mata di pipinya. Ia membalikkan badannya lagi.
"Sini ...." Army melambaikan tangan. Dengan terpaksa Gladis menghampiri mereka.
"Kebetulan banget kamu di sini." Wajah Army berseri. "Aku dan Santi udah resmi pacaran, Dis."
Gluk!
Gladis menelan ludahnya. Ia terhuyung ke belakang. Namun dengan tangkas Army menggenggam erat tangan Gladis.
"Kenapa, Dis?" tanya Santi cemas
"Enggak pa-pa, Kak. Selamat, Kak."
Gladis menghambur ke dalam pelukan Santi. Ini merupakan puncak dari segala kepedihan Gladis. Jurang kepadihan yang menjatuhkan segala imajinasi Gadis itu. Tiba-tiba kepalanya serasa berdenyut. Setelah beberapa saat pandangannya berubah menjadi gelap.
***Makasih yang udah mau baca. Jangan lupa vomentnya ya.. ikuti terus kisahnya. Semoga bermanfaat.
Sabtu,17 November 2018
Windiesti
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencintai Tanpa dicintai [SEGERA TERBIT]
Teen Fiction[Harap follow dulu sebelum membaca!] Gladisa Nada Nadira gadis polos yg mengidolakan mantan ketua osis, Army Rihanka Nadewa. Ia sangat menyukai kakak kelasnya itu. Takdir membawa mereka semakin dekat. Hingga Gladis yakin bahwa Army mempunyai perasaa...