Bagian 1

1.1K 44 4
                                    

Bab 1
Awal Mula

"Upik ... ayo bangun! Sholat shubuh. Trus bantuin Emak merebus sayur!"
Suara Emak setengah berteriak dari dapur. Perempuan paruh baya itu mengelap peluh di kening, sambil membolak-balikkan tahu yang sedang digoreng.

Sadar tidak ada sahutan dari kamar putrinya, Emak pun kembali berteriak.

"Upiiiik, ayo cepat! Nanti kita kesiangan!"

"Iya, Mak. Bentaaar ...!"
Akhirnya, anak gadis semata wayang menyahut juga.

Di dalam kamar, Upik menggeliat malas. Agak masih terkantuk-kantuk dia mencoba bangkit, kemudian duduk sebentar di atas tempat tidur.

Tadi malam gadis itu begadang hingga tengah malam. Menyelesaikan jahitan baju pesanan pelanggan, membuatnya kelelahan lalu ketiduran.

Biasanya dia yang lebih dulu bangun  untuk sholat malam. Kemudian ke dapur membantu Emak. Menyiapkan bahan dan segala perlengkapan dagangan mereka.

Upik gadis berusia 23 tahun. Tergolong gadis berparas cantik, sederhana dan bersahaja dengan hijabnya. Dia hanya tinggal berdua dengan Emak. Tersebab sang Ayah sudah pergi dan entah di mana rimbanya.

Menurut cerita Emak. Ketika Upik berusia 6 tahun, sang Ayah pamit hendak berangkat ke Malaysia. Bekerja sebagai TKI pada sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit di sana. Pada tahun-tahun pertama merantau, Ayahnya selalu rutin mengirimkan uang untuk kebutuhan mereka berdua. Namun menginjak tahun kelima, tetiba Ayah tidak pernah lagi berkirim kabar juga uang untuk mereka.

Sebagai perempuan desa. Emak tidak tahu harus ke mana untuk mencari kabar tentang suaminya. Alhasil, Emak pun pasrah. Sambil terus berdo'a agar suatu hari nanti suaminya kembali. Sehingga mereka bisa berkumpul bersama lagi.

Sementara untuk menyambung hidup, Emak berjualan gado-gado di depan rumah. Di sebuah warung kecil tepat di pinggir jalan desa.

Sedangkan Upik setelah tamat SMA,  ikut kursus menjahit di balai desa. Karena untuk melanjutkan pendidikan ke Universitas, Emaknya tidak punya biaya. Maka jadilah Upik membantu Emak mencari nafkah dengan menerima jahitan dari penduduk desa.

Setelah sholat shubuh. Upik bergegas membantu Emak. Merebus sayur lalu menyusunnya ke dalam baskom besar.

Ketika semburat cahaya matahari mulai menerangi. Upik membawa baskom yang berisi sayuran ke warung. Meletakkannya dalam etalase kayu sederhana. Kemudian mulai menyapu dan merapikan warung Emak.

---------

Di sebuah komplek perumahan kawasan elite di Ibu Kota.

"Hari ini kamu mau ke mana, Felix?"
Mami menatap putra di hadapan seraya menyuapkan salad buah ke mulutnya.

"Rencananya aku mau ke pabrik, Mi. Mau ngecek hasil produksi kain sarung kita." Felix menjawab, pemuda berusia 27 tahun. Wajahnya mirip artis Korea Kim Ming-Gyu. Keturunan Negeri Tirai Bambu. Orangtuanya salah satu pengusaha terkaya di Negeri ini.

"Nggak usah ke sana, Fel. Biar Papi yang ke Pabrik. Hari ini kamu ke Desa Suka Maju aja. Tolong cek kontraktor kita yang lagi ngerjakan proyek jalan tol di sana." Tetiba Papi mengeluarkan perintahnya kemudian menyeruput jus buah.

"Yaah ... kesana lagi. Males ah, Pi."
Felix mendesah enggan. Membuat selera makannya mendadak hilang.

"Memangnya kenapa, Fel?"
Mami bertanya heran.

"Di sana sepi, Mi. Nggak ada hiburan. Kafe juga nggak ada. Mau nyari makan aja, susahnya minta ampun. Kemaren hampir saja, Maag ku kambuh. Karena seharian nggak makan." Felix bersungut-sungut.

"Kalo hanya masalah itu, gampang Fel. Nanti Mami bawakan bekal untukmu ke sana, ya?"

"Nggak mau, ah, Mi. Emang aku anak TK. Pake bawa bontot segala ...."

"Lha ... trus di sana nanti kamu mau makan apa, coba?" Mami mulai memaksa.

"Ah, sudah, sudah. Mi, cepetan siapkan bekal Felix. Papi mau ke Pabrik ada meeting dengan karyawan, nih!" putus Papi, sambil melihat jam tangannya.

Jika Papi yang sudah memutuskan. Biasanya Felix tidak bisa membantah lagi.

Dan Felix pun pasrah ketika melihat bermacam-macam jenis makanan sudah menggunung di bagasi mobilnya.

"Hahaha ... lu mau kemana ini, Fel. Mau kerja atau kemping?" tanya Jojo sepupu Felix, yang hari ini ikut diajak Felix menuju Desa Suka Maju.

"Tauk, tuh. Si Mami." Felix menggerutu sebal.

"Kasian amat, Lu. Emang dasar anak Mami, lu. Udah tua begini, masih aja diurusin Mami. Makanya, lu cepat cari bini. Biar ada yang ngurusin, lu,"
ejek Jojo, lalu terkekeh lagi.

"Ngaco, lu. Masa nyuruh gue cepet kawin. Masa muda sayang dong, disia-siain. Mending dipake buat hepi-hepi dulu. Lagian, kawin itu bikin repot," kilah Felix. Masih tetap fokus menatap jalanan. Mobil yang ia kendarai sudah mulai memasuki jalanan Desa Suka Maju.

"Trus gimana rencana, lu. Katanya bentar lagi mau tunangan sama Mona?"

"Ah ... itu bisa-bisanya Mami aja. Zaman udah Milenial begini, masih aja jodoh-jodohin. Emang gue nggak bisa nyari sendiri, apa." Felix kembali  menggerutu.

"Eh, tapi sayang, loh. Cewek secantik dan seseksi Mona elu tolak."

"Ya, udah buat elu aja," sambar Felix lalu tersenyum mengejek.

"Sembarangan! Gue udah punya Yoan, tau." Kontan Jojo melototkan mata. Yang disambut gelak tawa Felix.

Mobil mulai memasuki jalanan tanah yang berdebu. Lanjut melewati jalanan aspal yang masih kasar, berbatu, dan berlubang di sisi jalan.

Mereka melewati ladang-ladang karet milk warga. Sesekali menjumpai persawahan yang mulai menguning. Rumah-rumah sederhana milik penduduk, yang jaraknya hampir tidak ada yang berdekatan. Halaman rumah mereka yang luas itu, kebanyakan ditumbuhi tanaman palawija. Membuat desa ini semakin tampak asri terjesan damai.

Saat melintasi sebuah warung kecil di pinggir jalan. Mendadak Felix menginjak pedal rem mobilnya. Terdengar suara berdecit, ketika ban dipaksa berhenti berputar di jalan aspal yang masih kasar.

Jojo yang tengah asyik menikmati pemandangan, mengumpat tak jelas. Saat merasakan tubuhnya sedikit terhuyung ke depan, akibat mobil yang berhenti mendadak.

"Sial, lu, Fel! Pelan-pelan dikit napa, sih," protes Jojo, mendelik sewot.

"Kita makan dulu, yuk. Gue laper, nih," ajak Felix sambil mengelus perutnya.

"Yaelah ... tuh di belakang lu. Banyak makanan. Ngapain juga mesti beli lagi," tunjuk Jojo ke bagasi.

"Bosen, ah. Udah biasa. Hari ini gue ingin makan sesuatu yang berbeda."

Tanpa menunggu persetujuan Jojo. Felix memundurkan mobilnya. Perlahan memarkirkan Land Cruisernya di halaman samping  sebuah warung kecil sederhana.

Bersambung

Pelarian di Malam PernikahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang