Mereka bilang setelah kau mendapatkan pengalaman pertamamu kau akan menjadi dewasa seutuhnya. Aku terbangun saat jam dinding menunjukkan pukul sembilan, matahari telah meninggi, dan aku masih mencoba bermalas-malasan di kamar. Aku masih bisa mencium bau pergumulan kemarin malam. Wah, aku benar-benar melakukan itu dengan Yein. Namun kenapa aku merasa seperti pernah melakukan ini. Orang-orang sering menyebut Dejavu, atau apalah itu. Tetapi kapan?
Aku bangkit, memungut celana traningku, lalu memakainya. Mataku melirik ke sana ke mari ketika aku tak mendapati figur wanita yang bersamaku semalam. Langkahku terarah menuju dapur, ketika sebelumnya tak mendapatinya di kamar mandi, ataupun kamar sebelah. Tetapi dia tidak ada.
Mataku menangkap sebuah kertas di atas tudung makanan, di sana tertulis; Makanlah. Tapi maaf, tak banyak yang bisa kumasak karena bahan-bahan di kulkasmu tak terlalu banyak. Aku tersenyum membaca pesan itu. Mungkin Yein bergegas kembali ke rumah karena mengkhawatirkan Denish. Kami berada di sini semalaman, aku bahkan sempat lupa bahwa Yein adalah seorang ibu sekarang, jadi wajar dia cepat-cepat pergi.
Mendudukkan diri di salah satu kursi meja makan, aku pun mulai menyantap dengan lahap sarapan ala eropa sederhana. Kejadian tadi malam kembali terputar di kepala, membuatku mesti menekan mati-matian birahi yang kembali memuncak.
Kau seperti remaja yang baru mengalami mimpi basah saja, Jeon, ejek batinku.
Aku mengabaikannya, lagi pula yang dia katakan tak semuanya salah, kecuali bahwa aku adalah pria dewasa yang baru saja mengalami pengalaman pertama yang begitu hebat dengan wanita yang kucintai. Itu saja. Aku mengucapkan terima kasih pada ingatanku yang masih tetap bisa mengingat apa yang terjadi semalam. Dengan ini, aku bisa mengetahui kebenaran yang membuat Yein bersikeras mempertanyakan apa aku mengingat semua hal di pesta perpisahan malam itu. Setelah itu, aku akan benar-benar berjuang keras untuk mendapatkan hatinya.
Jika kutelisik, aku merasa Yein juga memiliki perasaan yang sama denganku. Malu. Mungkin itu alasan kenapa dia menolakku tempo hari. Semoga saja.
Kuhabiskan menit-menit itu untuk membayangkan masa depan indah yang mungkin akan aku jalani dengan Yein dan Denish. Kini aku bahkan telah merindukan wanita itu kembali. Jung Yein memang benar-benar telah membuat Jeon Jungkook dimabuk kepayang. Aku setuju akan itu.
Khayalanku mesti terhenti sejenak, saat dering ponsel menyapa. Pun aku bergegas menghampiri benda yang tergeletak di atas meja kecil dengan sofa tempat kami memulai semalam. Fokus Jeon. Fokus.
Nama Kim Taehyung tercetak di sini. "Halo Bang," kataku.
"Jeon Jungkook!" Dia berseru cukup kesal sebelum kembali melanjutkan. "Katakan padaku bahwa kau sedang berkendara sekarang."
"Tidak, aku sedang di apartemen sekarang. Ada apa?"
"Astaga. Kau lupa hari ini kita akan ke Busan untuk bertemu klien?" kata Taehyung di ujung sanaㅡ cukup tersulut emosi rupanya, Bung.
Aku melirik jam dinding, pukul setengah sepuluh lebih lima menit. "Aku akan sampai dalam satu setengah jam, tolong tangani mereka dulu. Oke, Bang?" Lantas aku cepat-cepat menutup sambungan sebelum teriakan melengking Kim Taehyung terdengar kembali. Dia kakak sepupuku, juga rekan bisnisku. Dalam projek kali ini, mall-ku berkerja sama dengan perusahaannya. Oleh sebab itulah, hari ini menurut jadwal aku mesti ikut dengannya bertemu salah seorang klien. Namun karena pikiranku dipenuhi oleh Yein, aku jadi melupakan hal itu. Sebenarnya sebagai sekertaris, Yein diwajibkan ikut serta, tapi aku cukup kasian mengingat apa yang mungkin kutinggalkanㅡ bekas pergumulan kemarin malam.
Lima belas menit aku menghabiskan waktu untuk mandi dan bersiap, dua kali lebih cepat ketimbang biasanya. Pun terburu untuk mengemudi menuju tempat pertemuan.
Sampai di sana Kim Taehyung telah memulai presentasinya. Aku membungkuk, meminta maaf atas keterlambatanku. Rapat berakhir setelah dua jam berlalu. Kami berhasil, Pak Song siap membantu, dan aku bisa mengatakan projek kali ini mungkin akan sukses besar.
"Jadi apa yang membuatmu terlambat, hm?" tanya Taehyung. Kami tengah menikmati makan siang di salah satu rumah makan terdekat, mengisi kembali perut yang keroncongan. "Tidur dengan wanita?"
Aku hampir tersedak jus dari gelas minumku.
"Ughㅡuhk... a-apa? Tidur apa?!"
Taehyung menghela napas keras-keras dan aku tahu aku pasti akan ketahuan. Shit. Memalukan sekali. Wajahku panas, seolah segala ekspresi Yein yang berada di bawahku semalam kembali terulang. Sadar, Jeon.
"Jadi, gadis mana yang membuatmu seperti ini, hm?" Dia bertanya dengan senyum yang ditahan. "Jangan berkelit. Aku tahu kau sejak masih dalam kandungan, Bro. Kau payah dalam urusan seperti ini."
Aku memutar bola mataku malas. Berbohong dengan Kim Taehyung memang tak ada gunanya, dia sudah seperti kakak kandungku sendiri, dan julukannya tentang Si Raja Berkelit juga belum bisa digugurkan. Jadi kurasa, mendapati sesuatu yang berbeda dari adiknya adalah hal gampang.
"Yein," aku menjawab, kemudian mulai menyantap ramen di hadapanku.
Dia mengerutkan alisnya, "Yein? Jung Yein maksudmu?" tanyanya memastikan.
Aku mengangguk, dan setelahnya kudengar dia bertanya banyak sekali. Yang dapat ku dengar dengan baik hanya, "Kau serius, Kook? Bukankah dia sudah memiliki seorang anak?"
"Memang. Nama anaknya Denish. Dia bocah lelaki manis dan kurasa kami sudah dekat."
"Suaminya?"
Aku menghentikan aktivitas makanku, menatap ke arahnya. "Dia sendiri. Kau tak perlu khawatir, Bang. Aku tak mungkin mendekati seseorang yang telah memiliki suami."
"Baiklah," katanya. "Tapi, memangnya kau tidak takut?"
Kini aku yang mengerutkan kening. "Takut apa? Dia hamil? Yang benar saja, aku tidak sebodoh itu untuk tidak menggunakan pengaman. Walau aku senang-senang saja sih jika dia hamil."
"Bukan. Maksudku, kalian bahkan tidak berkencan dan itu terdengar seperti hubungan satu malam. Kau tahu, saat dua orang lawan jenis bersama, emㅡ mereka terkadang terdorong untuk melakan 'itu' hanya sekedar untuk memuaskan," tutur Taehyung yang kini sudah menatapku serius. Dia menarik napas sebelum kembali berkata, "Kau tak takut dia akan menghilang kembali? Dan aku yakin, kau pasti tidak mengetahui siapa ayah dari anak Yein bukan?"
Aku terdiam. Taehyung pun juga. Rasa laparku melebur seketika. Aku tahu dia hanya sekedar mengingatkan, dalam konteks yang amat baik. Namun ini cukup menganggu. Apa yang dia katakan di akhir tadi memanglah benar. Aku memang tak begitu tahu tentang kebenaran ayah Denish, karena Yein selalu mengelak jika kami membahas masalah itu. Sebenarnya aku memang tak begitu tahu banyak apa yang sudah dia alami selama beberapa tahun ke belakang ini. Kecuali rumor yang tak jelas kebenarannya.
"Aku yakin dia juga mencintaiku, Bang. Dia tak mungkin meninggalkanku lagi," kataku, walau sebenarnya itu seperti sebuah doa yang kuharapkan.
Dia tersenyum lalu berkata, "Ya, kuharap begitu. Aku akan mendukung apapun keputusanmu, Kook. Katakan saja apa yang kau butuhkan. Seperti saran atau apapun itu."
"Baiklah. Terima kasih, Bang."
Aku tersenyum kecil. Mulai kembali menyantap ramen yang semula menggiurkan. Kini otakku tidak lagi dipenuhi degan adegan kemarin malam, yang ada adalah rasa takut; takut bahwa akan ada kemungkinan terburuk yang akan datang kali iniㅡlagi. []
Oke Tifa update lebih cepat karena Mommy Jung kembali jadi trending #1 di Banglyz makasih banyak ya atas dukungannya.
Tifa punya kejutan loh yang mungkin akan Tifa kasih akhir november nanti (semoga gak molor) so tunggu aja😅
KAMU SEDANG MEMBACA
Antithesis [JJK-JYI]✔
Fanfiction[Jeon Jungkook - Jung Yein ; Alternative Universe Fanfiction] [Warning : Konten ini mengandung sedikit unsur dewasa. Harap bijak dalam memilih bacaan] Season 1 : Mommy Jung✔ Season 2 : Antithesis✔ Semua orang pasti menginginkan kebahagian. Hidup ber...