Chapter 8

2.7K 325 26
                                    

#SideB

Bosan sekali, mungkin itu adalah perasaan yang cocok untuk menggambarkan hari minggu ini. Semestinya aku sedang berada di pinggir pantai sekarang, berlarian bersama Denish atau membuat istana pasir, lalu berenang bersama Yein juga. Tetapi karena ajakanku tempo hari ditolak ibu muda itu, aku jadi mesti menghabiskan sisa masa mudaku dengan duduk di pinggir jendela, memandang salah satu ruangan rumah Paman Min yang sudah tidak digunakan lagi sepertinya. Dulu itu milik Yein, kamar kami bersebelahan, mungkin jika dihitung jaraknya hanya sekitar sepuluh meter. Pun karena itulah setiap malam jika sedang ingin, kami akan duduk di pinggir jendela membawa sebuah buku dan pulpen; saling menuliskan pesan besar-besar di atas benda itu.

Itu kenangan amat manis, menurutku. Siapapun tidak bisa menduga bahwa gadis kurus yang sering kali menguncir rambutnya itu sudah memiliki anak sekarang. Dan memang benar, teman-teman kami memang tidak pernah tahu apa-apa, kecuali beberapa rumor simpang siur yang terdengar. Contohnya seperti, Yein yang tak pernah menikah. Jika rumor itu benar, berarti Denish memang adalah anak di luar nikah. Tetapi yang tidak kami ketahui, bahkan aku adalah tentang siapa lelaki bejat itu. Siapa lelaki yang berhasil menjinakkan seorang Yein yang memang tidak dikenal dekat lelaki manapun kecuali aku. Bahkan semuanya mengira Denish adalah anakku. Aku sih senang-senang saja menjadi Daddy Denish, tapi aku bukan ayah kandungnya, karena aku bahkan tak pernah sekalipun melalukan proses pembuahan dengan gadis manapun tak terkecuali Yein.

Jadi mari kita kembali kepada kenyataan, sebuah audi hitam berhenti tepat di depan rumah berpagar kayu yang dicat putih itu, membawa seorang pria ke luar dari sana. Dia nampak menyadari keberadaanku, tersenyum dari balik masker hitamnya kurasaㅡ aku menduga dari sorot matanya. Boleh kupuji sih, karena penglihatannya lihai juga, karena bisa melihatku yang notabene ada di lantai dua. Lupakan itu Jeon, dia sedang masuk ke pekarangan rumah Paman Yoon.

"Lalu kenapa?" Aku bergumam, menanyakan pada diri sendiri.

Kau lupa apa alasan yang dilontarkan Yein saat kau mengajaknya?

Ah benar. Dia berkata akan bertemu dengan seorang pria makanya menolak tawaranku. Sempat kukira itu hanya alibinya untuk kembali membangun dinding pertahanan agar aku tak melebihi batasanku, tetapi ketika kutemukan Denish yang berlari dari dalam rumahㅡmemeluk erat si lelakiㅡaku jadi sadar bahwa itu bukanlah sebuah alibi lagi. Jung Yein memang dengan sadar membangun dinding agar aku tak pernah memasuki areanya yang telah diisi pria lain.

Pria itu masuk ke dalam rumah setelah memastikan Denish aman digendongannya, meninggalkan aku yang masih mematung menatap dari dalam kamar. Tanpa sadar tubuhku sudah bergerak lebih cepat dari pada otakku, mengantarku untuk duduk di teras, mencuri-curi pendengaran yang sebenarnya tak sama sekali dapat di dengar.

Aku menghabiskan lima belas menit penuh kegundahan, pikiranku kalut membayangkan bahwa pria tadi adalah suami Yein. Tetapi yang tak kuketahui, kenapa aku bisa seperti ini? Kenapa aku penasaran, marah, dan kesal karena ingin begitu tahu apa yang terjadi di dalam sana. Jika akalku tak bekerja, aku yakin sekali bahwa mungkin saja aku akan masuk ke dalam sana, dan akan menjawab bahwa aku ingin tahu topik pembicaraan kalianㅡjika ditanya alasan. Tetapi aku tak bisa, otakku masih bekerja dan egoku pun mendukung.

Jadi setelah hampir dua puluh menit menunggu, orang yang bergentayangan di pikiranku pun muncul dengan pria tadi dan Denish. Wah, apa-apaan atmosfer itu? Mereka persis sekali pasangan suami istri.

"Paman Jung! Paman Jung!" panggil Denish dengan suara memekik khas anak kecil. Dia berlari, melepas gengaman tangannya dari sang ibu. Pun aku langsung berjalan menghampirinya, tak tega jika melihat anak lelaki itu yang nampak kesusahan untuk berlari karena tali sepatunya lepas.

Aku berjongkok ketika dia berdiri di depanku, membantu mengikatkan tali sepatunya dengan kuat. "Halo Dey."

"Halo, Paman. Kok Paman tak pernah mengajak Dey jalan-jalan lagi?" Anak itu bertanya. Membawa senyumku mengembang dan perasaanku menghangat.

"Em... maaf ya, akhir-akhir ini Paman Jung sibuk, makanya tak sempat mengajak Dey jalan-jalan."

"Paman Jung sibuk, Mommy juga sibuk. Menyebalkan!" Dia mengerucutkan bibir, melipat dua tangannya di depan dada walau dengan susah payah. "Kata Nenek, Mommy bekerja di kantor Paman. Itu artinya Paman dan Mommy selalu bersama-sama dong. Kenapa kalian tidak mengajak Dey juga?"

Astaga imutnya. Aku mencubit gemas pipi tembem anak lelaki Jung itu, mengangkatnya dan meletakan dalam gendongan lenganku. "Maafkan Paman ya?"

"Huh," dia mendengus, membuang wajah ke arah lain. Bukannya merasa risih dengan sikap ngambek Denish, yang ada aku senang karena anak itu jadi makin lucu ketika seperti ini. "Dey juga mau kerja di kantor Paman Jung pokoknya."

"Bekerja? Tapi Dey kan mesti sekolah."

"Dey akan sekolah dan bekerja," jawabnya. "Mommy, Mommy. Dey mau bekerja juga!" Dia merengek setibanya kami di hadapan ibunya dan pria tadi.

"Memangnya Dey mau bekerja apa?" Pria pemilik rambut pirang itu bertanya.

"Em," Denish nampak berpikir serius, sebelum menjawab dengan suara antusias, "Dey akan bekerja seperti Paman Jung, Papa."

Papa? Tunggu dulu, jika Yein dipanggil Mommy, bukankah panggilan yang tepat mestinya Daddy? Jadi dia bukan ayah kandung Denish? Lalu siapa pria ini? Kekasih atau calon suami?

Yein mendekat mengambil Denish yang nampak tak mau pergi dari gendonganku. "Dey tidak boleh bekerja. Msih kecil."

"Tapi Dey mau, Mommy. Dey mau membantu Mommy, melindungi Mommy. Kan Mommy sudah selalu merawat Dey dari kecil, jadi Dey mau jadi kuat seperti Paman Jung dan Papa."

Kami bertiga termenung, menatap anak itu lekat-lekat. Aku bahkan menyadari air mata yang menggenang di pelupuk mata Yein. Ibu dan anak itu pasti mengalami masa sulit selama mereka tak berada di Korea. Aku juga jadi menyadari, Denish jadi lebih dewasa daripada usianya, padahal jika dipikir perkataannya barusan mungkin sekedar bualan anak kecil, tapi aku sadar, kami semua sadar, anak itu berkata dengan kejujuran dan kesungguhan yang begitu menggebu. Karena itulah, dadaku bergemuruh dan kini aku tahu alasan mengapa aku jadi bersikap seperti ini. Aku ingin melindungi Yein juga Denish. Tak peduli siapa Daddy Denish sebenarnya, aku akan tetap melindungi dua orang itu. []


Update nih, semoga responnya bagus huehehe. Dan terima kasih karena Mommy Jung peringkat 1 di #Banglyz. Makasih yang sudah selalu mendukung work ini. Semoga seterusnya Tifa bisa update setiap seminggu sekali ya. Amin.

Ayo main game yok, tebak-tebakan.
Siapa ya si Papa ini?
Yuk buru dikomen, yang bener dapet cintah dari tifa🙊
Kalo begitu dah

Antithesis [JJK-JYI]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang