Semua terasa amat begitu indah sekarang. Hidup dengan penuh cinta bersama Paman serta Bibi, tumbuh besar bersama pria gigi kelincikuㅡJeon Jungkookㅡdan masih banyak hal yang Tuhan anugerahkan padaku. Sempat terpuruk karena dihadiahi berita duka dari orangtua saat umur tujuh tahun, nyatanya Tuhan masih mengasihiku. Memberiku kehidupan yang teramat indah saat ini.
Aku masih duduk di meja belajar, mengotak-ngatik komputer, mengecek beberapa email masuk saat Jungkook datang. Mataku melirik sejenak mendapatinya yang merebahkan diri di atas kasur sebelum kembali pada layar monitor. Tetap sama. Tidak ada email yang begitu kutunggu-tunggu sejak seminggu terakhir. Beasiswa penuh di Universitas Seoul itulah yang kuinginkan saat ini. Sebulan lalu, aku sudah mengumpulkan segala hal yang dianggap perlu, seperti rekap nilai, surat pengantar dari sekolah, dan banyak lagi lainnya. Dikatakan dibrosur bahwa pengumuman akan dikirimkan minggu-minggu ini ke alamat email masing-masing.
Paman serta Bibi sebenarnya berkecukupan, bahkan uang yang ditinggalkan orangtuaku pun masih tersimpan aman di bank, dan itu semua pasti cukup untuk membiayaiku sampai lulus. Namun tekadku bulat menginginkan beasiswa ini. Bukan karena ingin sombong atau seperti apa, hanya saja aku tak mau menyusahkan kedua orang yang telah merawatku selama ini. Aku pun juga tak mau semenang-menang menggunakan uang yang Ayah dan Ibu tinggalkan, karena kukira mungkin uang itu akan berguna untuk keperluan lain. Aku hanya ingin mereka semua bangga, melihat bahwa aku bisa melakukan semuanya dengan mandiri.
"Yein," panggil Jungkook pelan.
"Hm?" Aku menjawab asal, masih fokus pada layar, kalau-kalau aku melewatkan sesuatu.
"Aku putus."
Oh, masalah apa ini? Aku menggeser kursiku, membawanya menuju tepian ranjang. Pembicaraan ini cukup menarik kurasa. "Sejak kapan kau berpacaran lagi? Bukankah terakhir kali kau bilang tak mau memiliki hubungan karena takut jikalau kejadian Sona terulang kembali?"
Dia bangun, duduk sambil bersila. Posisi kami berhadapan sekarang, jadi aku bisa melihat wajah kusut yang sering dia tunjukkan saat sedang kesal atau tak suka akan suatu hal.
"Aku berkencan dengan Haein sejak dua hari lalu, tapi gadis itu menyebalkan," gerutunya.
Jujur aku cukup terkejut mendengar penuturannya. Tidak biasanya dia menyembunyikan sesuatu dariku seperti ini, walaupun sekarang dia menceritakannya juga sih. Tapi tidak biasanya. Dan sungguh, aku tak nyaman dengan hal semacam ini. Kami sudah lama saling kenal dan jelas itu menjadikan kami tempat curhat satu sama lain. Namun kenapa dia baru menceritakannya sekarang?
"Kenapa kau baru bercerita sekarang?"
Dia menghela napas, "Kaukan akhir-akhir ini sibuk sekali dengan urusan beasiswa."
Ah jadi karena itu. Aku tersenyum kikuk, "Ya, maaf. Kau tahukan ini sangat penting."
"Kau pasti lolos, Yein. Percaya dengan sahabatmu ini."
"Baiklah. Jadi kenapa Haein menyebalkan? Bukankah dia gadis paling cantik diangkatannya?" Aku bertanya, karena sungguhan tertarik dengan topik ini.
Dia berdecak, sebelum berucap dengan nada yang teramat kesal. "Dia terlalu cerewet, selalu saja mempermasalahkan keberadaanmu. Padahal aku sudah menjelaskan sejak awal, bahwa aku dan kau itu sahabat sejak kecil, jadi wajar kenapa kita bisa tak terpisahkan begini."
"Hah?" Aku terkejut. Masalah seperti ini lagi-lagi terjadi. Jungkook memang salah satu dari pria populer diangkatan kami. Namanya tercatat menjadi visual Saerin bersanding dengan Eunwoo, Mingyu, Yugyeom, dan banyak lagi yang lain. Wajar jika banyak gadis yang mengincar dia untuk dijadikan pacar, bahkan pendaping hidup. Namun karena itu juga, pertemanan kami sering disalah artikan banyak orang. Mereka menganggap aku hanya benalu yang menumpang ketenaran Jungkook. Rendahan memang yang menyebarkan gosip murahan begitu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antithesis [JJK-JYI]✔
Fanfiction[Jeon Jungkook - Jung Yein ; Alternative Universe Fanfiction] [Warning : Konten ini mengandung sedikit unsur dewasa. Harap bijak dalam memilih bacaan] Season 1 : Mommy Jung✔ Season 2 : Antithesis✔ Semua orang pasti menginginkan kebahagian. Hidup ber...