Epilog

3.6K 268 21
                                    

Ada makna di setiap pertemuan. Ada pembelajaran di setiap perpisahan. Dua hal itu bisa diibaratkan seperti pasang surut air laut. Memang tidak bisa dipasti jam, menit, atau detik ke berapa, tetapi hal itu pasti terjadi.

Tangan ini sudah mengait milik yang tepat. Hati ini masih tetap mencintanya, bahkan melebihi yang sebelum-sebelumnya. Dan masa lalu tidak lagi menghantui setiap langkah yang mesti ditapaki.

Semuanya hidup bahagia.

ㅡ Anthithesis.

***

Seoul, few years later.

"Mom?" Suara serak pemuda lima belas tahun itu mengalun indah di telinga Sang Ibu.

Ibunya tidak langsung menjawab, namun memilih memperhatikan presensi putranya yang sudah menjadi seorang remaja sekarang.

"Ya, Dey?"

Denish mengerucutkan bibir, lalu mendudukkan diri di dekat Yein. "Denish sudah besar, Mom. Jangan memanggil begitu lagi," katanya nampak kesal.

Yein pun tertawa kecil, mengusap surai legam Denish. Bibirnya mengecup pelan pipi pemuda itu, sebelum berucap, "Tubuhmu memang besar, Nak. Tapi bagi Mommy, kau masih saja kecil."

Lidahnya berdecak kesal. Dia sudah lima belas tahun, loh. Sudah memakai seragam SMA bukan lagi mengenakan pakaian anak TK. Berarti dia sudah besar dan bisa disebut dewasa, 'kan?

"Mommy," teriakan di pintu depan menarik atensi keduanya. Suara itu membawa seorang gadis kecil beserta seorang pria yang hampir menginjak umur 40 tahun.

Yein tersenyum manis, mendapati Sang Putri yang langsung menubruk tubuhnya dengan sebuah pelukan. "Duh anak Mommy yang satu ini tenaganya besar sekali, ya?"

Anak perempuan berumur 6 tahun itu tertawa geli, "Mey 'kan ingin kuat seperti Daddy dan Kakak."

"Jadi mau berotot seperti Daddy juga?" Sang Ayah melempar tanya namun dijawab dengan gelengan oleh Mariposa atau biasanya dipanggil Mey.

"Tidak mau. Nanti jika Mey punya otot seperti Daddy, nanti akan meledak. Boom. Begitu. Seram sekali jadinya," ujar Mey serius sambil memperagakan dengan kedua tangannya. Tingkah anak perempuan itu mengundang gelak tawa kedua orangtua dan kakaknya.

Sudah kubilangkan, semuanya bahagia. Tidak ada yang terluka. Yein sangat amat bersyukur harapannya beberapa tahun lalu, berakhir dengan dikabulkan dan mendapat hasil yang indah. Tidak ada yang terluka, ah, mungkin ada. Tetapi sebuah luka tercipta untuk membuat semua orang belajar dan segera diobati, bukannya dipendam bertahun-tahun seperti dia dulu.

"Papa jadi datang kemari, Mom?" Denish melempar tanya dan dibalas anggukan oleh Yein.

"Mommy rasa mereka masih di perjalanan," jawab Yein dengan senyum yang tetap mengembang di bibirnya. "Jadi, kalian cepatlah mandi dan bersiap. Karena Baby Ji akan datang kemari."

"Yey, Baby Ji akan datang," Mey bersorak, buru-buru berlari ke kamar setelah mengecup kedua pipi ayah beserta ibunya, di susul Denish yang juga membuntuti. Kedua orang dewasa itu kembali menggelar tawa, mendapati dua anaknya yang nampak kesenangan mendengar berita tersebut.

"Ah, lelah sekali," ujar pria di sebelah Yein. Lengannya sudah memeluk erat sang istri, merebahkan kepalanya di perpotongan leher.

Yein tersenyum, jemarinya berjalan mengusap kepala Sang Suami. "Di kantor banyak banget ya kerjaan, Kook?"

Antithesis [JJK-JYI]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang