Rindu#10

102 9 0
                                    

Jika sudah tidak ada lagi rasa sayang dan cinta, untuk apa dipertahankan? Cinta bukan paksaan!.
.
.
.
.
.
.
.

Hai gusy, ini part 10nya_gak nyangka ih kalau udah sampe 10 part kaya gini. Yaudah deh dari pada banyak cingcongkan yah, langsung ke ceritanya aja. Kalian jangan lupa vote, comen dan shere ke sosial media yang kalian punya:)

#10

  Senang rasanya berkumpul lagi bersama mereka yang memang aku rindui, tapi entah kenapa hari ini aku rindu akan ayah dan ibu. Aku tahu ayah memang orang yang tegas atau mungkin bisa dibilang "galak" tapi entahlah, hati ini tetap menyayanginya.

Pagi itu aku tuangkan rasa rinduku pada nenek. Ingin rasanya memeluk ayah dan ibu, tapi jarak memisahkan. Tanpa ragu, aku meminta nenek untuk menyisiri rambutku pagi ini, aku harap ini bisa menghilangkan rasa rinduku pada ibu yang biasanya selalu melakukan ini padaku, "kau, rindu ibumu yah, Anjani?" sambil terseyum dengan kerutan-kerutan diwajahnya nenek menanyakan itu. Nenekku tetap terlihat anggun yah. Kupandagi wajahnya sebentar."iya nek, aku rindu pada ibu dan ayah, tapi jarak ini terlalu jauh" kujawab pertanyaan nenek dengan ragu. "Anjani, selagi kau dan ibumu masih berada dibawah lagit yang saja jangan mengatakan kalau jarak yang memisahkan kalian. Tapi cobalah bertahan dengan jarak ini, kalian hanya sedang dijauhkan bukan dipisahkan" mendadak rasa iba pada diriku muncul, tak kusangka pikiranku begitu dangkal hingga kata kata nenek membuatku sadar bahwa aku hanya harus bertahan dan melawan rasa rindu ini sampai aku dan ibu kembali bertemu.

"kakak, nenek" suara yang tak asing bagiku membuayarkan laumanku. "lihat lihat, apa yang aku dan kak Ray bawa untuk kalian?" seperti biasa, Lania mulai berceloteh. "kalian curang! aku pikir kau ikut dengan Ina ke pasar! Ternyata kau pergi dengan  kak Ray!" kubangkitkan tubuhkan seraya memperotes tentang kecurangan ini. "cup cup cup ..... Anjani kesayangan kakak, jangan sedih dong" kak Ray menguji kesabaranku, dia menggodaku lalu mengusap ngusap kepalaku, mamperlakukanku layaknya anak kecil. Jujur saja, sesungguhnya aku tidak suka jika diperlakukan seperti ini, karena ayah selalu tegas padaku dan mengajarkanku untuk tidak menjadi perempuan yang tidak cengeng, tapi karena rasa sayangku pada kak Ray, yang mampu menerimanya.

"pokonya nanti sore kalian harus menemaniku, mengelilingi desa ini!" perotesku yang ditertawakan, kak Ray. "ahahaha .... ok ok. Pergilah, kau bebas pergi kemanapun dan kau bisa kembali kapanpun kau mau, jika tidak ingin kembali juga tidak masalah untukku" kak Ray, yang menyebalkan itu membuatku semakin murka, "jika nanti aku tidak kembali ,kak Ray akan rindu padaku!, inggat itu!" jawabku ketus. "coba saja, tidak akan mungkin aku merindukan gadis pemarah sepertimu" kata katanya membuat mataku panas, ingin rasanya enyekik lehernya, tapi aku juga sayang padanya, karena dialah tempatku mengadu. "oh baiklah, lihat saja nanti!" kupandang wajahnya seperti siang yang siap menerkam mangsanya.

"sudah sudah, kalau kalian terus bertengkar lalu siapa yang akan menghabiskan bakwan ini? Masa aku? Aku tidak mau jika nanti terlihat gemuk, seperti ka Anjani!" ocehan Lania semakin membuatku murka. Kuberikan tatapan yang benar benar sinis padanya, "terus saja! Kalian puas mengolok-olokku seperti ini?! Jika belum puas lanjutkan saja! Aku tidak akan mendengarnya lagi!" kata kataku kini terdengar benar benar murka. Kulangkahkan kaki meninggalkan ruang tamu dan beranjak menuju kamar.

"aku akan menyusulnya" ujar Lania saat aku pergi. Sebelum pergi, nenek menghalangi Lania, "biarkan kakakmu sendiri, Lania" hanya anggukan kepala yang Lania lakukan. "dan kau, Rayen." nenek mulai menunjuk ke arah ka Ray, "ini karena ulah hajilmu itu. Bagaimanapun caranya kau harus meminta maaf pada Anjani" kak Ray hanya tertunduk menyadari kesalahannya. "iya, Bu" jawabnya singkat.

..............................**................................

Sore harinya, ka Ray datang menemuiku, membawakan coklat dan es krim untukku, sebagai permintaan maafnya_tak bisa ku tolak es krim dan coklat itu akhirnya kak Ray, kumaafkan walaupun sebenarnya aku masih sedikit kesal padanya. "berarti kau sudah memaafkan aku, Anjani?" tanyanya di tengah tenggah aku menikmati es krim darinya, "ya .... Baiklah".  "terimakasih, Anjani" kata terakhirnya sebelum pergi, dia juga memberikan senyuman yang terbaik darinya untukku, yang sebenarnya akupun geli melihatnya.

Tak lama setelah kak Ray pergi, Lania, adikku yang paling aku sayangi datang dengan tangan kosong. "kakak" panggilnya. Hanyaku balikan kepalaku untuk melihatnya sebentar laluku lanjutkan memakan es krim ditanganku.

"kakak masih marah padaku?" tanyanya dengan wajah khasnya miliknya yang imut dengan mata yang berkaca-kaca, bibir yang cemberut serta matanya yang berkedip-kedip, yang sengaja dia lakukan supaya matanya mengeluarkan air mata dan membuat siapapun yang melihatnya akan merasa iba padanya, sungguh akal yang licik.

"kakak maafkan aku yah..." bujuknya sambil menggoyang-goyangkan  tanganku. Tak berkata sedikitpun, aku hanya sibuk menghabiskan es krim yang tersisa di tanganku, tiba tiba suara yang aneh terdengar jelas ditelingaku "pruuttttttttt ..... " menjijikan, Lania membuang gas beracunnya di sampingku! Hanya tersenyum yang dia berikan padaku, dengan wajah yang tidak berdosanya setelah meledakan bom bunuh diri ini! Aromanya benar benar jangan ditanya, lebih baik aku mencium bau bakwan goreng dari pada gas beracun darinya, yang bisa membuat orang pingsan. "maaf kak, maaf. Ini karena kakak juga sih! Aku ke sinikan mau minta maaf, tapi tak kakak hiraukan, sedangkan aku ke sini sambil menahan sakit perut ini, yang akan meluncurkan roketnya tak lama lagi. Bukannya memaafkan aku, kakak malah sibuk dengan es krim kakak, dan akhirnya tak sengaja kuledakkan bomnya ini disini!" pembelaan darinya. "aku memaafkanmu! Sudah sudah, sana! Cepat kekamar mandi, gasmu bau sekali!" tak bisa kubertahan marah padanya, sikap konyolnya itu, dia membuatku tertawa setelah dia pergi meninggalkanku, di saung rumah ini. Aku benar benar menyayanginya. Adikku, Lania.

Akhirnya aku dan Lania pergi berjalan jalan melihat-lihat perubahan desa ini. "kak, kau tahu tidak, desa ini sanggattttt indah, aku tidak akan pernah bosan untuk berada disini" Lania mulai membuka pembicaraan, tapi aku hanya memilih untuk diam.

Ditengah-tengah perjalaan, aku dan Lania bertemu Alif dan seorang pria, mungkin temannya. "Anjani, apa yang kau lakukan?" basa basinya padaku. "aku sedang makan! Tidak bisakah kau melihatnya? Aku sedang berjalan!" jawabku ketus. Dia hanya tersenyum dan mengatakan, "Anjani, kuberi tahu ya .... Kau ini seorang wanita, jangan terlalu sering marah marah, nanti ada kerutan diwajahmu yang cantik itu" kata katanya membuat bulu kudukku berdiri. Tak tahu siapa yang ada di sampingnya, yang jelas pria yang ada di samping Alif, memang sedikit tampan, tapi itu tidak penting bagiku!. "kak Alif, kau tidak ingin memperkenalkan kami pada pria disebelahmu?" tanya Lania. Oh yah tuhan kenapa Lanai menanyakan hal itu, dia membuatku malu! Sebelum menjawab pertahnyaan Lania, Alif yang payah ini menatap kearahku, sambil tersenyum, "Lania, Anjani perkenalkan ini Rizwan! Temanku" karena Alif memperkenalkannya pada kami, Rizwan kini tersenyum manis, dengan beberapa giginya yang gingsul, miliknya. "Rizwan, ini Anjani dan adiknya, Lania." lanjutnya kini menunjuk ke arahku dan Lania. Memangku akui dia sedikit tampan, dan kelihatannya adikku, Lania mulai memperhatikannya, "shut" tegurku yang berbisik-bisik_ sambil menyenggol tangannya. Tak ada reaksi apapun darinya, terpaksa aku membawanya pergi dari hadapan Rizwan dan Alif, aku tidak mau kalau sampai mereka berdua menyadari kalau Lania memperhatikan Rizwan!
.
.
02 November 2018
By: aisyah nur'andhini
Ig: @aisyahnnurr

Hai gusy, gimana part yang ini, seru gak? Pokonya kalian tunggu part selanjutnya yah .....
Jangan lupa vote, comen dan shere ke sosial media yang kalian punya... Bye bye see you next part.

Niqob UntukMu [.A.N.J.I.]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang