Sebuah mobil box dari arah kiri menabrak pengendara motor yang melaju kencang saat traffic light masih menyala kuning. Pengendara itu terguling beberapa kali, lalu terjatuh terlentang tak sadarkan diri dengan darah berceceran. Aku langsung mengkhawatirkan Yuki, mengira dia akan histeris ketakutan.
Dasar dokter! Jangankan histeris saat aku menoleh Yuki sudah turun dari mobilku dan berlari menghampiri si korban kecelakaan. Untunglah ada polisi yang berjaga di perempatan tersebut sehingga arus lalu lintas langsung dihentikan dan tidak berbahaya bagi Yuki menolong korban di tengah perempatan jalan seperti ini.
Aku menepikan mobil kemudian menyusul Yuki. Yuki sudah sibuk memberikan pertolongan pertama kepada korban yang ternyata seorang remaja perempuan. Rambutnya yang tadi tergerai sudah ia ikat ke atas dan sepatu heelnya sudah terlepas. Yuki duduk membungkuk berkali-kali memberikan nafas buatan dan memijat jantung korban.
Remaja perempuan tadi tiba-tiba terbatuk memuntahkan darah dan mengenai gaun Yuki, tanda bahawa si korban sudah bisa bernafas kembali. Yuki berpindah memeriksa kaki korban, yang tulangnya terlihat mencuat keluar. Yuki membungkus tulang korban itu dengan... jasku. Tak masalah dengan harganya, hanya saja aku ingin jas itu menghangatkanmu Yuki bukan malah terbungkus di kaki oranglain.
Tak lama mobil ambulan datang. Ambulan dari rumahsakit tempat Yuki praktek. Tempat kecelakaan ini hanya sekitar 3 km dari rumah sakit Yuki, jadi orang-orang pasti langsung meminta bantuan kesana. Beberapa perawat mengangkat pasien ke ranjang tandu, memasang selang oksigen, dan menaikannya ke dalam ambulans.
Yuki sibuk mengisi kertas laporan keadaan korban. Yuki menyerahkan kertas itu pada seorang perawat yang berganti memberinya stetoskop. Dia memasang stetoskop itu di telinganya dan menyusul masuk ke ambulan. Pintu ambulan ditutup, sirine sudah kembali dinyalakan. She forgot me. Hah, begini ternyata rasanya dicampakan.
Pintu ambulan terbuka kembali, Yuki melompat turun. Dia melihat sekeliling dan berhenti memandang ke arahku yang berada sekitar tiga meter di depanya.
"Sorry"
Walaupun tidak terdengar, karena sirine ambulan yang begitu keras tapi aku bisa membaca gerakan bibirnya. Aku hanya bisa tersenyum mengangguk, merelakanya. Yuki kembali masuk ambulan dan sekarang benar-benar pergi meninggalkanku.
Aku melihat heels merah Yuki tertinggal di trotoar. Dia pasti melepasnya sambil berlari tadi. Dokter yang sangat tanggap dan cekatan. Aku semakin merasa bersalah pernah menganggapnya hanya cocok praktek di klinik kecantikan.
Kenapa selalu seperti ini Yuki? Kau memberiku harapan, aku mengejarmu, dan kau akan pergi dengan meninggalkan harapan yang lain. Bodohnya aku selalu menerima harapan itu, mengejarmu berulang kali, dan kau pun pergi lagi meninggalkanku berulang kali.
Sama seperti saat ini, saat kita sudah selangkah lebih dekat dunia seperti sengaja membawamu pergi. Luckily, like usual you leave me a little hope. This time the hope is your shoes_ heels merahmu yang sedang aku pegang ini. Jimmy Choo, Ersya_ adikku_ punya beberapa sepatu berlabel sama. Suatu saat mungkin aku bisa gunakan Ersya untuk mendapatkan perhatianmu Yuk.
"Selamat malam mas."
Seorang polisi menyapaku. "Iya pak, ada yang bisa saya bantu?"
"Mas bisa jadi saksi untuk memberi keterangan, saya harus buat laporan tentang kecelakaan tadi. Mas lihat langsung kejadianya kan?"
"Bisa Iptu Imam."
Aku mencoba ramah dengan memanggil nama si pak polisi. Di seragamnya tertempel bordir nama Imam darto dan dua buah balok kuning di kerahnya menunjukan pangkatnya sebagai Iptu.
"Oh panggil saya Darto," ucapnya membenarkan panggilanku yang ternyata salah, sambil menjabat tanganku.
"Saya Rio."
Aku kemudian ikut masuk ke pos polisi.
"Remaja sekarang emang pada bosan hidup kok mas, ini belum ada seminggu sudah ada empat anak SMP kecelakaan," cerita Iptu Darto.
Memang miris melihat sekarang ini banyak anak SMP sudah berkeliaran naik motor di jalan raya. Skill naik motornya mungkin sudah mumpuni, tapi emosinya yang berbahaya. Nyalain lampu sign dadakan, disalip orang malah marah-marah. Belum lagi yang suka naik motor samping-sampingan menuhin jalan raya sambil ngobrol bercanda, pengen aku sruduk rasanya tiapa nyetir dibelakang anak-anak seperti itu.
"Itu sepatu bu dokter yang nolongin tadi ya mas?" tanya Pak Darto.
"Iya pak."
Aku masih memegang sepatu Jimmy Choo merah Yuki.
"Yang sabar ya mas punya istri dokter. Kapolres sini istrinya juga dokter, tiap ketemu saya selalu cerita lagi galau ditinggal istrinya dinas malem buat bedah badan orang," cerita Iptu Darto.
Aku tertawa mendengarnya. Membayangkan Yuki menjadi istriku, dan dia membiarkanku tidur sendirian karena tiba-tiba ada pasien darurat yang harus dioperasi. Istri? Boro-boro ah. Baru mau ngajak makan malam pertama kali aja udah gagal begini.
"Penuh perjuangan kalo sama dokter mas." Iptu Darto menasehatiku sambil setengah bercanda.
"Iya pak, memang penuh perjuangan." Aku mengangguk mengakuinya.
Hei Yuki mendapatkanmu memang harus penuh perjuangan_ dan kau perempuan pertama yang membuatku berjuang penuh seperti ini. Apa perlu aku mengalami kecelakaan sekaligus patah tulang untuk bisa mendapatkanmu dr. Yuki?
Note:
Karena besok aku ada kelas full dari pagi sampai sore jadi aku up malam ini aja ya, takut kelupaan. Happy reading, jangan lupa vote dan comentya..
Yuki sebulan di mekah shooting film, jadi mari kita nantikan Rio bikin story galau-galauan karena kangen, hihihihi..
KAMU SEDANG MEMBACA
Bigger Hands
FanficYou do not need a smaller crown You need a man with bigger hands Aku meyakininya sejak dia meninggalkanku. Aku tak akan pernah lagi menurunkan kapasitasku sebagai perempuan. He who will stay with me have to has more in everything than me. Karakter...