"Mas Rio mulai sadar mah," sayup-sayup aku mendengar suara Ersya.
Mama menghampiri kemudian mengelus kepalaku.
"What do you feel son?" papa sudah menyusul ke rumah sakit juga ternyata.
"I am good. Mah laper ih Rio, ada makanan nggak?" perutku keroncongan karena harus puasa 8 jam sebelum operasi.
"Ada ini makan malam kamu dari rumah sakit masih ada. Mau mama suapin?"
Aku mengangguk karena lengan kananku masih sakit untuk digerakan, sedang tangan kiriku terpasang selang infuse. Mama menyendok nasi dan potongan daging untuku.
"Nggak ada ikan kakap ya?"
Mama mengernyitkan dahi, dan menole ke arah Ersya.
"Besok deh Ersya masakin mas, kebetulan waktu belanja buat ngisi kulkas di apartemen aku beli fillet kakap. Sekarang makan itu dulu ya," jawab Ersya menanggapiku yang tiba-tiba ingin makan ikan kakap.
Tubuhku masih terasa lemas setelah operasi. Selesai makan aku mengirim pesan wa ke kantor, meminta izin cuti untuk 3 hari ke depan. Seseorang mengetuk pintu kamarku, ternyata Virza perawat jaga di ruanganku.
"Gimana kondisinya Mas Rio?"
"Baik Mas?"
"Ini pesan dari dr.Yuki ada tambahan injeksi antibiotic sama penghilang rasa sakit."
"Oke," jawabku dan Mas Virza mulai menyuntikan sesuatu ke dalam selang infusku.
"Dokter Yuki visit lagi besok pagi Mas, kalo butuh sesuatu bisa hubungi saya di ruang perawat ya," terang Mas Virza seakan bisa membaca wajahku yang mengharap kehadiran Yuki. "Saya permisi dulu semuanya, mari."
***
Apa Yuki memang seprofesional itu sampai hanya meninggalkan tambahan injeksi untukku. Entahlah, lebih baik aku tidur. Ting. Sebuah pesan wa masuk, dari Yuki.
Kamu udah sadar?
Kok tahu?
Virza kasih kabar. Gimana kondisi kamu?
Senang rasanya mengetahui Yuki ternyata mengkhawatirkanku.
Apa semua pasien kamu cek keadanya pake chat wa begini? Aku iseng menggodanya.
Beberapa.
Aku bingung harus membalas bagaimana. Sudah terlanjur merasa menjadi pasien special karena dokterku secara langsung mengirim pesan wa untuk memastikan kondisiku, tapi ternyata dia melakukan hal yang sama untuk beberapa orang pasien yang lain.
Take a rest. Jangan banyak gerak dulu bahunya. I'll see you tomorrow. Yuki melanjutkan pesanya.
Terimakasih dokter. Kesal ku ubah bahasaku menjadi formal dengan memanggilnya dokter.
***
"Selamat pagi," sapa Yuki memasuki ruangan rawat inapku.
"Pagi dok," masih kesal rasanya aku.
"Apa kabar Rio?"
"Baik dok"
"is there something wrong?"
"no, everything is well."
"Kamu nggak kaya biasanya deh," Yuki berkata sambil menatap lekat mataku. Ia kemudian duduk di bedku. Astaga tak sanggup rasanya untuk kesal dengan wanita semanis ini.
"Rio?" Yuki memanggilku sambil mendekatkan wajahnya padaku. Sejumput rambut depanya lepas menutup pipi putihnya. Reflek, aku meraih dan menyelipkannya ke belakang telinga Yuki.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bigger Hands
Fiksi PenggemarYou do not need a smaller crown You need a man with bigger hands Aku meyakininya sejak dia meninggalkanku. Aku tak akan pernah lagi menurunkan kapasitasku sebagai perempuan. He who will stay with me have to has more in everything than me. Karakter...