Rio Pov
Rio km di apartemen? Sebuah pesan dari Yuki masuk.
Iya yuk, gmn?
Aku di depan, boleh masuk ga? Astaga Yuki apa kamu memang selalu mengejutkan seperti ini.
Aku berjalan cepat membukakan pintu untuk Yuki.
"Hai," sapa Yuki dengan suara renyahnya.
"Hai, masuk Yuk. It's been a while."
"Don't you miss me?" Yuki menjawab ku sambil mengerlingkan matanya. Kami duduk berdekatan di sofa ruang tengah. Aku menatapnya lekat. Yuki gusar sambil sesekali menyentuh hidungnya. Aku sepertinya telah membuatnya salah tingkah.
"Hei," katanya menyambung percakapan yang tadi terhenti.
"Kalau mau kangen dibolehin nggak?" jawabku.
Yuki lalu memalingkan wajahnya dan memperbaiki duduknya. "Kamu kok nggak kontrol ke rumah sakit kemarin?" tanya Yuki mengalihkan tema obrolan kami.
"Sengaja biar dokterku yang langsung kesini."
"Manja ya ternyata Rio Haryanto," jawab Yuki sambil mencondongkan tubuhnya ke arahku. Ingin sekali aku menarik dan memeluknya.
"Gih buka baju kamu."
"Ha.. Buka baju?"
"Iya, aku bersihin luka jahit kamu. Aku cuci tangan dulu," Yuki menjawab tenang sambil berjalan ke wastafel.
Ada sedikit perasaan bersyukur terselip di pikiranku atas musibah patah tulang ini.
"Mau dibersihin nggak lukanya?" Tanya Yuki.
"Ya mau dok."
"Kok belum dibuka bajunya?"
"Bantuin gih sini, susah tau."
"Rio please deh."
"Tangan kananku kan sakit Yuk, susah tau buka kancing pake satu tangan."
Yuki meliriku, dan aku tak bisa menahan senyum. Semenyenangkan ini ternyata godain dokter.
"Udah deh nggak usah godain aku. Gih cepet buka baju," jawab Yuki sambil mengeluarkan kotak kecil dari tasnya.
Pada akhirnya aku membuka kancing bajuku sendiri. Literraly buka kancing pakai satu tangan emang gampang-gampang aja sih. Aku duduk bersandar di sandaran sofa. Yuki duduk disampingku lalu menyingkap kemejaku yang masih menutupi pundak. Ia membuka perban, dan mulai membersihkan bekas luka jahit.
"Kamu kemana kemarin kok nggak ke rumah sakit?"
"Ada yang musti aku urus di kantor."
Yuki mengernyitkan dahi.
"Kamu nggak ambil cuti? Kan baru tiga hari pasca operasi,"
"Enggak dokter."
"Nggak boleh sama kantor? Jahat banget sih bos kamu."
"Jahat?" Apa Yuki tetap akan menyebut jahat setelah tahu bosku adalah Pak Ryan_kakaknya sendiri.
"Iyalah jahat, orang baru operasi udah main disuruh ngantor aja."
Sebenarnya Pak Ryan memberiku ijin cuti sampai pulih. Hanya kemarin aku harus ikut ke perusahaan papa, mempersiapkan beberapa hal.
"Uda selesai"
"Cepet amat"
Yuki menjawabku dengan mengangkat dua alisnya, seakan berkata siapa dulu dokternya. Ia lalu merapikan peralatanya. Kami terdiam berpandangan beberapa saat. Tak mengatakan sepatah katapun, hening. Yuki memasangkan kembali kancing kemejaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bigger Hands
FanfictionYou do not need a smaller crown You need a man with bigger hands Aku meyakininya sejak dia meninggalkanku. Aku tak akan pernah lagi menurunkan kapasitasku sebagai perempuan. He who will stay with me have to has more in everything than me. Karakter...