Bab IX : Pengadilan

8.1K 515 6
                                    

Gue, Rega dan Tommy sudah duduk nyaman di sofa yang udah disusun sedemikian rupa sampe membentuk segitiga sama sisi. Lebih mudah jadinya buat kami masing-masing buat saling liat lawan bicara kami.

"Oke. Sekarang kita selesaiin ini semua." Kata gue tegas layaknya di ruang sidang.

Muka Rega dan Tommy sama-sama tegang. Wah, gue jago juga ngebawa suasana jadi serius!

"Dimulai dari sodara Aurega Putra Mahendra. Apa ada yang ingin ditanyakan dari kesaksian yang baru saja kemarin Anda dengar?" Tanya gue.

Rega natap gue. Gue tau, Rega mau nanya. Makanya gue sekarang lagi bikin kesempatan itu buat Rega. Masalahnya Rega ga mungkin percaya sama cerita gue sendiri, itu alasannya gue bawa Tommy ke sini biar dia bisa lebih percaya.

"Silahkan ditanyakan, sodara Aurega." Kata gue masih sok-sokan seperti ada di ruang sidang.

"Lu bener-bener ke Bali lima taon yang lalu dan gue bener-bener ga tau? Lu juga bener-bener ketemu Tommy di club?" tanya Rega.

Gue ngangguk dan dibarengin jawaban iya dari Tommy.

"Lu bener-bener diperkosa di Bali? Bukan diperkosa sama Tommy??!" tanya Rega ngelirik Tommy tajem.

"Sayang sekali, itu bener. Gue bener-bener diperkosa tapi bukan sama Tommy." Kata gue mantap.

"Lalu lu beneran ngelakuin hal yang 'iya-iya' sama Tommy?" Tanya Rega ga berhenti ngelirik Tommy.

"Tepat sekali, sodara Aurega! Anda perlu detailnya?" Tanya gue serius.

"Detail hal yang 'iya-iya' itu? Ga perlu!" kata Rega buang muka.

"Lanjutkan pertanyaan Anda, sodara Aurega." Kata gue nerusin sidang aneh ini. Ga perlu senyum, ini serius dan gue cukup hebat dalam ngontrol mimic muka.

"Jadi Mr. Edward bener-bener psikopat gila ngelukain lu di rumah kita di Belanda?" Tanya Rega kembali serius natap gue dan Tommy bergantian.

"Gue ga tau siapa nama orang brengsek itu, tapi ya! Dia bener-bener psikopat gila!" kata Tommy yang suaranya naik dua oktaf.

"Jaga bicara Anda, sodara Thomas Bratawijaya! Silahkan dilanjutkan, sodara Aurega." Kata gue natap Tommy tajam dan gantian natap Rega.

"Lu... diperkosa juga sama Mr. Edward?" Tanya Rega ragu. Gue langsung menggeleng tegas.

Rega nyuruh gue lanjutin. Dia udah ga punya pertanyaan. Rahangnya mengeras dan tangannya terkepal.

"Baik. Sekarang giliran sodara Thomas Bratawijaya. Jelaskan maksud Anda berani menyentuh adik kembar dari sodara Aurega." Kata gue tegas. Gue harus profesional dong!

"Ga ada maksud apapun! Gue suka sama lu. Tidak ada pengulangan atopun penambahan." Kata Tommy tegas sambil ngeliat Rega.

"Berapa kali sodara melakukan hubungan itu bersama adik kembar sodara Aurega?" Tanya gue.

"Satu kali. Tanpa pengaman. Di Bali. Tepat lima tahun yang lalu." Kata Tommy mantap.

"Apa yang Anda lakukan terhadap dua orang yang melakukan tindak kejahatan secara paksa terhadap adik kembar sodara Aurega?" Tanya gue yang udah jelas jawabannya.

"Hanya memukulnya. Sayangnya mereka tidak mati. Tapi gue yakin tulang hidung dan tulang rusuknya patah!" kata Tommy sedikit tersulut emosi.

"Lalu apa hubungan Anda saat ini dengan adik kembar sodara Aurega?" Tanya gue.

Rega yang denger dengan jelas pertanyaan gue ini langsung tertarik dan ngeliatin Tommy ga berkedip.

"Keberatan!" kata Tommy ngikutin drama 'persidangan' gue.

"KEBERATAN DITOLAK! Sodara diharuskan menjawab pertanyaan!" kata Rega terbawa suasana.

"Sodari Floreta Putri Mahendra menolak saya mentah-mentah dengan alasan tidak masuk akal." Kata Tommy ngebales tatapan intimidasi Rega.

"Jelaskan maksud Anda! Apa ada hubungannya dengan tato?" perintah Rega.

"Ya. Karena dia takut kakak kembarnya dibohongi lebih jauh jika dia berhubungan dengan gue." kata Tommy menatap Rega dengan seluruh keyakinan.

"JELASKAN KRONOLOGI CERITANYA!" perintah Rega yang penasaran.

"Saat gue balik ke Bali, gue sadar gue salah. Harusnya gue ga pulang dan ga mundur dari Reta. Tapi ternyata Reta emang sengaja bikin gue mati langkah dan mundur. Dua bulan sekali gue ngunjungin Reta di Belanda, tapi Reta terus menolak gue dengan tegas! Dia bilang kesempatan itu Cuma ada satu kali dan gue udah mundur. Terakhir, Reta bilang sama gue, kalo gue serius itu artinya lu yang harus yakinin dia buat nerima gue. Karena dia ga mau lu dibohongin lagi. Ada pertanyaan?" jelas Tommy.

Ya. Benar adanya. Selama dua tahun terakhir gue di Belanda, Tommy rutin dua bulan sekali ngunjungin gue. Diem-diem. Gue selalu nolak permintaan buat jadi pacarnya. Dia sama-sama keras kepala sama gue. Setelah gue balik ke Indonesia, Tommy emang ga pernah ngunjungin gue lagi, tapi dia rutin ngirimin gue email, sms, berbagai messenger lainnya, bahkan nelepon gue seminggu sekali.

Hanya satu taon ini aja gue nolak semua telepon dan komunikasi lainnya. Gue ngerasa cukup dengan semua perhatian Tommy.

"Sodara Aurega, apa Anda ingin bertanya?" Tanya gue masih bersikap professional.

Padahal gue bener-bener pengen teriak dan berhenti dari sidang ini. Gue ga suka kalo Rega tau semuanya. Rega terlalu baik sama gue, makanya gue ga mau dia terluka karena gue!

"Lu ga dapet ijin buat nyentuh Reta lagi, Tom!" kata Rega tegas.

"KEBERATAN! Itu bukan pertanyaan." Kata gue.

"RETA!" teriak Rega ke arah gue.

"Berlakulah sopan, sodara Aurega. Sekarang giliran gue!" kata gue tegas.

Rega dan Tommy menatap gue dengan penuh tanda Tanya.

"Hasil persidangan sudah keluar. Baik sodara Aurega Putra Mahendra ataupun sodara Thomas Bratawijaya, keduanya dijatuhi tiga hukuman!" kata gue menatap keduanya serius.

Rega dan Tommy sama-sama melotot kaget.

"Satu : sodara Aurega dan sodara Thomas harus kembali berbaikan, melupakan semua yang sudah terjadi dalam kurun waktu lima tahun, dan menjadi sahabat lagi. Dua : sodara Aurega dan sodara Thomas dilarang untuk mengkhawatirkan sodari Floreta Putri Mahendra secara berlebihan, tidak boleh telepon hanya untuk menanyakan kabar ataupun rutinitas, hanya boleh untuk hal yang benar-benar berguna! Tiga..." kata gue memberikan jeda.

"Tiga???" kata Rega dan Tommy berbarengan. Penasaran bersama.

"Jangan ganggu kencan gue besok!" kata gue sambil tersenyum licik.

"KENCANNN??!?!?!?!?" teriak keduanya bersamaan.

"Besok kita pulang. Setelah anter kalian ke rumah, malemnya gue ada kencan. Cuma candle light dinner sih. Tapi gue sangat berharap, kalian ga ngikutin gue atopun ganggu gue. Jangan telepon gue ga penting ato pura-pura ketemu gue ga sengaja di tempat dinner gue! NGERTI?!" kata gue mengakhiri sidang dan berjalan ke kamar.

Gue bakal tidur nyenyak malam ini.

Loving You #2 : RetaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang