Teriakan Rega tadi masih terus bergema di telinga gue. Bahkan muka marahnya masih keliatan jelas di otak gue! Jujur aja, gue takut. Gue ga bisa bohong, gue takut banget!
Dalam seumur hidup gue, teriakan Rega ke gue bisa diitung pake jari. Itupun semua karena kesalahpahaman doang. Tapi kali ini beda, Rega ngeliat kenyataan kalo dia dibohongin sama gue. Karena gue ga jujur sama Rega.
Ya Tuhan, Rega! Gue minta maaf. Tapi gue ga bisa cerita ke lu! Rasanya gue ga bisa berhenti nangis di kamar mandi.
Gue tau Rega ga mungkin ngedobrak pintu kamar mandi ini. Rega tau kebiasaan gue duduk di depan pintu kamar mandi biar orang dari luar ga berani ngedobrak. Dengan cara ini gue ngerasa aman. Untuk sementara...
Entah udah berapa lama gue nangis di kamar mandi dan ketiduran, yang pasti gue sekarang cukup lelah. Gue berdiri dan berjalan ke arah cermin besar yang ada di wastafel.
Baju gue yang berbahan sifon itu udah robek. Punggung gue keliatan jelas. Tato bergambar bunga abstrak beserta sulur-sulurnya terpampang jelas di punggung putih gue. Tato yang besar, dari bagian bahu kiri gue sampe nyaris mengisi semua punggung gue dan pinggang gue. Ukiran hitam dan biru. Seakan tato itu menancap di tulang punggung gue dan mencengkram erat diri gue.
Air mata gue ngalir lagi.
Tato yang gue bikin lima taon yang lalu. Dengan rasa sakit dan perih yang gue tahan saat tato dibuat.
Tato yang banyak kenangan pahit. Dan membuat gue merasa lebih sakit dan perih daripada saat tato ini dibuat dulu.
Tato yang ga mungkin bisa hilang dari badan gue. Menyimpan semua kesakitan terus menerus di sekujur badan gue.
Sakit sekali!
Gue langsung jalan ke arah shower, nyalain air paling dingin. Semua tetesan air langsung mengguyur badan gue. Dinginnya air langsung menusuk kulit gue. Tapi masih belum cukup bikin gue lupa sama rasa sakit di tempat lain di dalam diri gue.
Tok tok tok
"Ta... keluar. Gue mohon."
Suara Rega dari luar pintu. Dari suaranya gue tau, Rega ngerasain sakit yang gue rasain sekarang. Ikatan batin, huh?
Apa yang harus gue lakuin?
"Reta... gue mohon. Lu bisa sakit kalo mandi air dingin." Kata Rega lagi.
Ha-ha-ha
Mandi air dingin.
Gue matiin shower. Gue berjalan ke arah pintu dan ngebuka kuncinya. Perlahan, gue buka pintu. Rega berdiri di sana. Matanya merah, bengkak. Tangannya penuh luka.
Rega ga tersenyum. Rega juga ga ngerasin rahangnya. Muka Rega datar. Tapi gue tau, Rega ngerasain sakit yang sama kayak yang gue rasain sekarang.
Rega masuk ke kamar mandi. Mengambil handuk dan membungkus badan gue. Rega narik gue keluar dan masuk ke kamar. Mengambil piyamanya dan kasih ke gue. Setelah itu Rega keluar.
Ga tau berapa lama gue ada di kamar itu Cuma buat ganti baju. Yang gue tau, saat gue keluar, Rega ada di depan pintu. Berdiri menunggu gue.
Dari sorot matanya gue tau Rega marah, kesal, sedih. Tapi juga kuatir.
"Lu uda makan?" Tanya gue ke Rega setelah berhasil duduk di sofa ruang tamu.
"Ta.." kata Rega memanggil gue tanpa melihat ke arah gue.
"Maaf Ga..." kata gue pelan. Tanpa melihat Rega.
"Kapan Ta?' tanya Rega.
Rega emang ga perlu ngomong panjang lebar. Gue tau maksud pertanyaannya. Gue tau. Sangat tau. Tapi apa emang harus sekarang Rega tau semuanya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Loving You #2 : Reta
RomanceSekuel kedua dari "Loving You". Tato yang gue bikin lima taon yang lalu. Dengan rasa sakit dan perih yang gue tahan saat tato dibuat. Tato yang banyak kenangan pahit. Dan membuat gue merasa lebih sakit dan perih daripada saat tato ini dibuat dulu. T...