Dunia itu kejam, sangat. Lihat lah sekarang. Dia terjebak diantara perkumpulan hama dua sekolah dan sialnya salah satunya adalah sekolah tempat Novi menuntut ilmu.
Tidak tau salah pelaku tawuran atau memang salah gadis yang sedang menyembunyikan diri dari adu otot didepan mata sekarang. Dia bergetar, ponsel yang menjadi alasan untuk semua itu masih dia genggam kuat. Mengingat pokusnya yang teralihkan hanya untuk sebuah ponsel. Mengabaikan ajakan mia untuk pulang bersama,mengabaikan siswa yang menghindari jalan yang dia lewati sekarang dan mengabaikan orang yang ramai di ujung jalan tempat tawuran terjadi. Pokusnya cuma pada ponsel.
'Berapa menit... berapa jam lagi ? gue pengen pipis.'
Dari lobang kecil dia kembali melihat dengan jelas ketika sebuah pukulan melayang ke muka siswa SMA RAJAWALI. Tidak kalah dengan itu, siswa dari sekolah lawan, SMA GARUDA membalas pukulan telak di pipi sisi kiri.
Novi menutup mulut agar tidak berteriak melihat pukulan yang lumayan keras membuat bibir siswa itu sobek. Demi apapun, kondisi ini seperti cerita siswi-siswi yang bergosip tentang adanya siswa mati karena tawuran. Mukanya pucat pasi.
'TOILET! Plis mau pipis bentar,baru lanjut tawuran.'
Pekiknya keras. Tapi tertahan, suaranya tak keluar. Dia syok. Mukanya panik tidak karuan, bisikan-bisikan tentang kematian seorang siswa akibat tawuran masih teringang-ingang di kepala.
Gadis berambut hitam pekat itu memikirkan jalan keluar.
1. menunggu sampai tawuran selesai
2. pura-pura pingsan
3. lari
Dia mengamati rencana yang akan dia lakukan. Nomer satu, tidak akan mungkin dia lakukan. Dia mau pipis dan akan menunggu sampai selesai? Resikonya juga akan berakibat fatal jika ketahuan.
Nomer dua, sama. Dia tidak bisa menahan pipisnya. Tapi jika dia pingsan akan ada keuntungan yang mungkin membuat dia tidak ikut di serang oleh hama sekolah. Dan terakhir, paling tidak mungkin. Baru selangkah keluar dari tempat persembunyiannya saja, kakinya bergetar. Belum lagi kaki yang hanya bisa bermalas-malasan dikasur ketika dia memainkan ponsel, akan berlari?
Otaknya buntu. Memikirkan hal lain yang akan di lakukannya. Hal yang menguntungkan tanpa membuat dia yang pemalas ini berkerja di luar kemampuan.
Oh ayolah, dia bisa memecahkan penjabaran fisika yang rumit hanya bermodal insting hewannya. Sekarang otaknya bener-benar tidak berguna. Ingin rasanya dia melempar ponsel kesayangnya dan mengutuk jadi batu. Dasar ponsel hina!
Tapi dia tarik kembali kata katanya, mengingat itu adalah sumber kehidupan bagi seorang Novi. Dia menatap malang melihat ponsel dalam genggamannya yang tak bersalah. Ini bukan salah dia maupun ponsel putih yang dia gunakan, ini salah hama yang berada di sekolahnya.
Dan sekarang masalah tambah besar ketika merasakan perut dia melilit sakit. BAKSO SIALAN!
Sekarang makanan yang menjadi idola yang dia salahkan.
'Berapa sendok?... 5 atau 7?'
Dan dikeadaan yang rumit ini, dia malah menghitung jumlah cabe yang dia masukan kebakso yang dia makan tadi. Jika ada Mia disini, maka Mia akan mengatakan 'Yang begok disini, MANEH!'
"AGHHHH!!" pekiknya ketika seorang terjatuh dihadapannya, kesalahan besar!
Pikirannya buyar seketika. Beberapa siswa melihat kearah persembunyiannya, berniat mendekat. Buru-buru dia mendekap mulut dia sendiri, walau hasilnya percuma.
"Sial!" umpat laki-laki yang terjatuh itu. Melihat siswi sekolahnya yang terjebak di sini. Siswi bermata panda dengan kulit yang memucat.
Dipegang perutnya yang sakit. Mata Novi sudah memerah, tangannya bergetar. Melihat di depannya terdapat kakak kelas yang selalu di-oloknya dan beberapa siswa berseragam berbeda mendekat.
"Help me," lirihnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NOMOPHOBIA
Novela Juvenil~Novi Aku? orang bilang aku orang yang tergila-gila dengan ponsel, dan yang lain mengatakan aku berlebihan dengan kelakuanku terhadap ponsel. Aku nomophobia? tidak.... aku hanya melampiaskan bosanku kepada kotak ajaib yang mengetahui semuanya. dan...