Vig berlari kecil sepanjang koridor Bandara Halim Perdana Kusuma. Kios makanan tampak mengecil seiring bertambah kecepatannya. Jauh-jauh hari dia mempersiapkan kedatangan Agra, laki-laki yang mengisi hatinya. Sial betul ponselnya belum dinyalakan yang berakibat alarm pun mati.
Para turis domestik berlalu lalang. Hampir semua membawa koper dan kardus oleh-oleh. Masa liburan sekolah hampir berakhir. Anak-anak usia sekolah memadati bandara. Vig mengamati satu per satu, jangan sampai ternyata Agra sudah keluar sementara dia tidak tahu.
Desing mesin pesawat yang melintas memekakkan telinga berlomba dengan pengumuman dari pengeras suara. Badan besar burung besi, termasuk logo maskapainya, terlihat jelas dari radius sedekat ini.
"Terminal kedatangan," gumam Vig membaca papan penunjuk. Pesawat asal PKU sudah mendarat. Dia bangun kesiangan, lupa Agra datang.
Vig mempercepat lari mengikuti arah panah. Antusiasme menguar dari sekujur tubuh. Tak dapat menemukan sosok yang dia cari, Vig merogoh tas untuk mengambil ponsel. Syukurlah matanya menangkap sesosok laki-laki melambai sambil meneriakkan namanya.
"Vigilante!"
Senyum lebar Vig mengembang. Dia balas melambai. Agra Omardi tidak banyak berubah, terutama dalam hal selera fashion. Memakai kemeja lengan pendek katun satin terbaik, celana bahan dan sepatu pantofel, semuanya kiriman Vig. Oh, rambutnya berbeda. Bukan lagi ikal hitam, melainkan dipotong agak cepak. Sengaja agar kepalanya sering diterpa angin dan mengurangi rasa panas udara Pekanbaru.
Enam bulan Vig dipisahkan dengan Agra oleh Selat Sunda dan jarak ribuan kilometer. Menjalani hubungan jarak jauh selama enam tahun dari total delapan tahun lebih menjalin kasih sungguh menguji kesabaran dan kesetiaan.
Ketika pasangan lain sibuk memasang snapgram pamer kencan dengan menonton film terbaru, Vig harus puas video call dengan Agra setelah rebahan menikmati Netflix. Lagipula sudah lama Vig tidak pergi ke bioskop. Seperti orang hilang saja menonton sendirian.
Vig lebih sering makan di rumah. Teman-temannya satu demi satu menikah. Prioritas mereka bukan lagi nongkrong di kafe hits atau pamer fashion terkini, tetapi soal keluarga. Pembicaraan mengenai sepatu terbaru berubah menjadi merek popok sekali pakai yang tak menyebabkan iritasi. Curhatan tentang cowok lucu tiba-tiba menjadi cerita mengenai dengkuran suami atau keributan dengan mertua. Keceriaan masa muda berganti ketika seseorang menempuh hidup baru bernama pernikahan. Vig juga ingin mulai mendayung biduk rumah tangga bersama pria yang dia cinta.
Rindu tertahan di dada Vig siap meledak ketika mendapati Agra merentangkan tangan lebar-lebar. Agra terkekeh ketika Vig menubruknya. Dengan mudah laki-laki itu mengangkat tubuh mungil ramping kekasihnya dan melabuhkan ciuman ke bibirnya. Rasanya manis kenyal seperti marshmallow. Vig membalas dengan lumatan rakus hingga Agra sedikit kewalahan menanggapi.
Wangi parfum citrus hadiah dari Vig untuk ulang tahun Agra merasuk ke hidungnya. Mereka berputar beberapa kali, tertawa bersama disaksikan ratusan pasang mata.
Agra mengecup kening Vig. "Aku hampir dikerubungin lalat lho karena nungguin kamu," ujarnya seraya menurunkan Vig yang masih terengah-engah.
Dari jauh, orang akan mengira Agra adalah pedofilia yang menculik anak SMP. Vig lebih tinggi sedikit dibandingkan bahu Agra. Dan ya, perempuan mungil tampak awet muda. Berkat skin care tentu saja. Agra tampak seperti om-om padahal kenyataannya hanya dua tahun lebih tua daripada Vig. Pekerjaannya di perusahaan pulp and paper mengharuskannya berada di hutan Riau untuk jangka waktu cukup lama.
"Berarti kamu lezat." Vig memukul gemas dada Agra.
Agra menggeret koper dengan satu tangan, sementara tangan yang lain memeluk pinggang Vig. Sengaja berjalan pelan menuju parkiran menikmati kebersamaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTINOMI
ChickLitSembilan tahun menjalin hubungan cinta dengan Agra Omardi, Vigilante Ignacia bimbang akan dibawa ke mana kisah mereka. Masa lalu mama Vig selalu dibawa ke permukaan setiap membahas persoalan itu. Deven Dhanapati, cowok gahar agak bengal vokalis band...