Jilid 10

3.7K 23 0
                                    

Mulailah Han Han menggembleng diri sendiri dan adiknya dengan pelajaran ilmu dari kitab-kitab yang banyak terdapat di situ. Kitab pelajaran melatih lweekang, bersemedhi dan dasar-dasar ilmu silat tinggi. Akan tetapi bagi Han Han sendiri terdapat kesulitan. Begitu membuka dan mempelajari kitab-kitab yang ditinggalkan oleh manusia sakti penghuni Pulau Es, kepalanya menjadi pening dan hatinya mendingin, sama sekali ia tidak tertarik.

Sebaliknya, ketika ia membaca dua buah kitab yang ia temukan di dalam perahu, kitab tulisan Ma-bin Lo-mo, ia dapat melatihnya dengan mudah! Selain itu, ketika ia mulai membuka kitab-kitab peninggalan Sepasang Pedang Iblis, ia menjadi bingung dan terheran-heran karena kitab itu ditulis dengan huruf-huruf yang sama sekali tidak dikenalnya! Huruf-hurufnya amat aneh, dengan coretan-coretan yang tak dapat dibaca sama sekali!

Akan tetapi Han Han memiliki kecerdikan yang tidak wajar. Ia mengingat pesan kakek Pedang Iblis Jantan, mengingat kembali kata-kata yang dibisikkan di dekat telinganya. "Tambah satu titik di kiri, tambah dua coretan melintang, buang dua titik di bawah, buang satu coretan menurun."

Ia membuka dua kitab yang disatukan itu, memeriksa huruf-hurufnya dan mengingat bisikan itu. Sebentar saja Han Han sudah tersenyum kegirangan. Kiranya huruf-huruf itu sengaja dibuat sedemikian rupa sehingga tanpa memiliki kuncinya, takkan dapat dibaca orang. Dengan mengingat kuncinya, maka setiap huruf dapat ditambah atau dibuang titik mau pun coretannya dan akhirnya ia dapat mengenal huruf-huruf itu! Dengan tekun Han Han lalu mulai membaca kitab-kitab itu, kitab-kitab peninggalan Sepasang Pedang Iblis dan kitab-kitab Ma-bin Lo-mo, bahkan lalu mulai melatih diri dengan cara-cara yang tersebut dalam kitab-kitab peninggalan para datuk golongan sesat ini.

Karena pada dasarnya Han Han melatih diri dengan ilmu-ilmu sesat, maka tentu saja ia lebih mudah menggembleng diri dengan ilmu sesat. Tanpa disadarinya, ia telah mengisi dirinya dengan ilmu dari manusia-manusia sesat dan yang ternyata amat cocok dengan dirinya yang sebenarnya telah menjadi tidak normal sebagai akibat ketika ia disiksa para perwira Mancu dan kepalanya dibenturkan dinding, sedangkan perasaan hati dan pikirannya menghadapi peristiwa mala petaka hebat yang menimpa keluarganya.

Ada pun Lulu yang juga mulai belajar ilmu karena bercita-cita untuk membalas kematian keluarganya, dibimbing oleh Han Han, namun anak yang masih 'bersih' ini lebih dapat menyesuaikan diri dengan ilmu yang didapat dari kitab-kitab peninggalan manusia sakti penghuni Pulau Es. Hanya sukar sekali baginya karena kitab-kitab itu mengandung ilmu-ilmu yang amat tinggi, sedangkan sebelum belajar ia sama sekali tidak memiliki dasar apa-apa. Baiknya Han Han pernah dipimpin oleh Lauw-pangcu, maka biar pun amat terbatas dan secara meraba-raba dan ngawur, sedikit banyak dapat juga Lulu memperoleh kemajuan.

Mula-mula, Han Han mencari di antara kitab-kitab dalam perpustakaan dan menemukan kitab pelajaran siulian dan berlatih napas yang sesuai dengan ajaran Lauw-pangcu. Ia lalu menyuruh Lulu melatih diri melalui kitab ini. Untung bahwa sebagai puteri seorang perwira, sejak kecil Lulu sudah diajar membaca sehingga lebih mudah bagi Han Han untuk membimbingnya. Dan didasari hati mendendam karena kematian orang tuanya, ditambah pula dengan meniru watak Han Han yang keras hati dan tak mengenal jerih payah, Lulu berlatih dengan tekun sekali sehingga biar pun bakatnya dalam ilmu ini tidak sehebat bakat Han Han yang memang luar biasa, dapat juga ia merasakan hasilnya.

Biasanya, semenjak berdiam di pulau yang amat dingin itu, Lulu melindungi tubuhnya dengan pakaian-pakaian dari bulu yang terdapat dalam kamar yang ditempatinya. Akan tetapi berkat latihan-latihannya, setelah dua tahun anak itu dapat mengerahkan sinkang yang mulai terkumpul di tubuhnya untuk melawan hawa dingin. Hanya kalau hawa luar biasa dinginnya, ia terpaksa masih mengenakan baju bulu yang hangat.

Setelah tubuh Lulu menjadi kuat dan gerakannya menjadi lincah, Han Han mulai memberi petunjuk kepadanya tentang pelajaran memasang kuda-kuda dan gerakan langkah kaki. Mulailah Lulu belajar silat dari sebuah kitab yang mengajarkan ilmu silat tangan kosong. Ilmu silat ini amat tinggi tingkatnya seperti juga semua kitab yang berada di situ. Tentu saja karena dasar yang dimiliki Lulu terlampau rendah, maka dia hanya dapat menguasai gerakan-gerakannya saja, sedangkan intinya hanya dapat ia petik sebagian kecil.

Kemajuan Lulu menggirangkan hati anak itu sendiri yang mengira bahwa kini dia telah menjadi seorang 'ahli silat' dan yang kelak, kalau mereka berhasil keluar dari tempat terasing ini, dapat ia pergunakan untuk membalas dendam. Ada pun Han Han yang melatih diri dengan penggabungan ilmu dalam kitab-kitab Ma-bin Lo-mo, Sepasang Pedang Iblis, dicampur dengan latihan-latihannya ketika ia 'mencuri' ilmu dari Kang-thouw-kwi, menjadi tersesat tidak karuan.

Secara ngawur ia telah dapat melatih dirinya sehingga memperoleh kemajuan yang aneh dan mengerikan. Kalau seorang ahli lain melatih diri dengan sinkang berdasarkan pengerahan tenaga sakti di tubuh yang dapat dipergunakan untuk membangkitkan tenaga Yan-kang atau Im-kang, Han Han sebaliknya malah membenamkan diri dalam cengkeraman hawa sakti Im-kang karena ia melatih diri dengan menggunakan hawa dingin sebagai ujian.

Sebetulnya, dengan inti dari Ilmu Hwi-yang Sinkang yang ia curi dari Kang-thouw-kwi, Han Han dapat membuat tubuhnya terasa panas untuk mengatasi hawa dingin di pulau itu, sungguh pun hal ini akan merupakan sebuah cara yang berbahaya karena ia seolah-olah melawan dingin dengan kekuatan sinkang-nya. Kalau dia menang, dia tidak akan kedinginan, akan tetapi kalau sampai kalah, dia yang menggunakan Yang-kang secara ngawur akan terancam bahaya maut.

Untung bahwa dia tidak sampai terancam bahaya ini karena dia memulai latihannya dengan menggunakan kitab peninggalan Ma-bin Lo-mo dan Sepasang Pedang Iblis. Kitab Ma-bin Lo-mo mengajarkan tentang menghimpun tenaga Im-kang dan karena di dalam diri Han Han telah terkandung tenaga mukjizat, begitu ia bersemedhi dan mulai melatih diri, sebentar saja ia dapat menghimpun tenaga 'dingin' ini.

Berlatih menghimpun tenaga dingin di dalam hawa yang dinginnya seperti Pulau Es itu, pada hari-hari pertama merupakan siksaan hebat pada tubuhnya. Darahnya seolah-olah menjadi beku dan hampir saja Han Han beberapa kali terancam maut kalau saja Lulu tidak selalu menjaganya. Kalau sudah melihat kakaknya menggigil kedinginan, mukanya membiru seperti itu, Lulu cepat turun tangan, menyelimuti tubuh kakaknya dengan baju bulu, atau membuat api unggun di dekat kakaknya, atau mengguncang-guncang tubuh Han Han sehingga terpaksa Han Han menyudahi latihannya menghimpun tenaga dingin.

Akan tetapi Han Han memiliki kekerasaan hati yang tidak lumrah manusia biasa. Dia tidak pernah merasa kapok dan selalu berlatih Im-kang di waktu hawa sedang dinginnya sehingga akhirnya ia dapat membuat keadaan tubuhnya lebih dingin dari pada hawa dingin di luar tubuhnya. Karena dia membuat suhu tubuhnya lebih dingin dari pada suhu di luar tubuh, setelah latihannya matang ia malah merasa bahwa hawa yang amat dingin, yang bagi orang lain akan tak tertahankan itu masih kurang dingin! Setelah berlatih tiga tahun lamanya, di waktu hawa di Pulau Es itu amat dingin, Han Han mulai berlatih sambil membuka sepatunya dan pakaiannya!

Demikianlah, dengan ditemani beruang es yang merupakan teman bermain, bahkan teman berlatih silat yang amat tangguh bagi Lulu, kedua orang anak itu hidup terasing dan menggembleng diri dengan ilmu-ilmu aneh tanpa bimbingan sehingga kepandaian yang mereka peroleh amatlah aneh bagi umum!

Setelah tinggal di Pulau Es selama tiga tahun, Han Han dan Lulu menganggap pulau itu seperti milik mereka sendiri dan makin banyak mereka mengenal istana itu, makin tebal keyakinan mereka bahwa dahulu tempat ini merupakan tempat tinggal orang-orang sakti dan bahwa kemudian terjadi hal-hal yang amat hebat di situ sehingga kemudian ditinggalkan para penghuninya.

Akan tetapi selama tiga tahun itu, Han Han dan Lulu tidak pernah menemukan sesuatu yang menceritakan tentang para penghuni itu. Tulisan-tulisan di dinding hanya berupa sajak-sajak yang selain mengandung filsafat-filsafat hidup, juga membayangkan kepahitan dan penderitaan batin si penulisnya namun tidak pernah menyinggung soal nama mau pun riwayat mereka yang dahulu tinggal di istana Pulau Es itu.

"Ah, Paman Beruang! Kalau saja engkau mampu bicara, tentu ceritamu tentang para penghuni istana Pulau Es ini amat menarik hati," kata Han Han sambil mengelus bulu putih lengan binatang itu.

"Mungkin dia sudah berkali-kali bercerita kepada kita dengan gerakan-gerakannya. Sayang kita yang tidak mengerti," kata Lulu sambil tertawa.

"Boleh jadi!" kata pula Han Han, juga tertawa setelah memandang wajah adik angkatnya penuh kagum. Kini Lulu telah menjadi seorang gadis cilik dan jelas tampak betapa manis dan cantik anak ini. Matanya yang lebar itu bersinar-sinar, mulutnya kelihatan manis dengan lesung pipit di pipi kiri.

"Benarkah, Paman Beruang? Apa sih yang hendak kau ceritakan kepada kami tentang manusia-manusia sakti yang telah melimpahkan kebaikan kepada kami sehingga kami ditinggali segala kemewahan ini?"

"Nguk-ngukk... ger-gerrrrr...!" Lulu meniru suara beruang itu dan menggerak-gerakkan kedua lengannya dengan lagak seperti beruang itu sehingga Han Han menjadi tertawa geli.

Mendadak beruang itu menggereng, lalu menyergap hendak mencengkeram pundak Lulu. Akan tetapi dengan sigap sekali Lulu miringkan tubuhnya sehingga cengkeraman itu luput.

"Ihhh, salah sangka selalu kau, Paman Beruang! Aku tidak ingin mengajak kau berkelahi!" kata Lulu. Melihat gadis cilik itu tidak balas menyerangnya, beruang itu pun hilang semangatnya dan tidak menyerang terus.

Mendadak terdengar desir angin yang amat keras sampai salju-salju beterbangan dan dari tempat yang agak tinggi itu tampak air laut dari jauh bergelombang besar. Lulu dan Han Han memandang ke arah laut sambil melindungi muka dari hantaman salju tipis yang terbawa angin. Keduanya teringat akan peristiwa tiga tahun yang lalu ketika mereka diombang-ambingkan perahu yang menjadi permainan badai. Angin cepat sekali berubah, makin membesar dan suaranya berdesir menakutkan.

"Agaknya badai akan mengamuk lagi...!" kata Han Han.

Biar pun mereka tidak perlu mengkhawatirkan badai karena sekarang berada di tengah Pulau Es, namun teringat akan pengalamannya tiga tahun yang lalu, Lulu merasa ngeri juga. Mendadak beruang es itu mengeluarkan bunyi pekik yang belum pernah mereka dengar selama ini. Pekik ini seperti suara yang mengandung kecemasan dan tiba-tiba Han Han dan Lulu terkejut karena binatang besar itu telah menyambar tangan mereka dan menarik mereka memasuki istana.

"Paman beruang, bukan waktunya untuk main-main!" Lulu berusaha untuk merenggut tangannya.

"Dia tidak main-main, Lulu. Dia ketakutan dan mengajak kita masuk. Tentu ada sebabnya. Hayo kita ikut dia masuk!" kata Han Han dan berlari-larianlah mereka memasuki istana.

Akan tetapi beruang itu sambil mengeluarkan suara mengeluh panjang mendorong-dorong untuk terus masuk dan menuruni anak tangga yang membawa mereka ke dalam gudang di bawah tanah, yaitu gudang tempat penyimpanan bahan makanan. Setelah mereka tiba di gudang bawah tanah ini, beruang es itu lalu berjingkrak-jingkrak seperti mabuk atau ketakutan, dan menuding-nuding ke arah dinding sebelah belakang sambil membuat gerakan seperti mendorong dengan kedua lengannya ke arah dinding.

"Apa maksudnya?" tanya Han Han.

"Aneh sekali, dia seperti minta kita mendorong dinding. Padahal kalau memang begitu, tenaganya yang amat besar tentu lebih berhasil dari pada kita," jawab Lulu dan anak ini lalu menghampiri dinding, mengerahkan tenaga dan berusaha mendorong seperti yang diperlihatkan dengan gerakan oleh binatang itu. Akan tetapi dinding itu tetap tidak bergerak.

"Eh, Paman Beruang. Kalau memang harus didorong, kau bantulah aku!" kata Lulu rnendongkol karena tidak mengerti maksud binatang itu.

Han Han menghampiri dinding itu, membantu Lulu mencoba untuk mendorongnya. Akan tetapi tiba-tiba beruang itu memegang pundaknya dan menariknya ke belakang, lalu menggereng-gereng dan menggeleng-geleng kepala, kemudian membuat gerakan mendorong lagi dari jauh sambil menuding-nuding ke arah Han Han. Mereka telah tiga tahun bergaul dengan binatang itu dan sedikit banyak sudah dapat mengerti bahasa gerakan ini.

"Han-ko, agaknya Paman Beruang minta engkau yang mendorong dinding!" kata Lulu.

Han Han mengerutkan kening. "Tidak, aku tadi mendorong dia tarik ke belakang. Ah, jangan-jangan dinding ini ada rahasianya dan harus didorong dengan hawa sinkang dari jarak jauh. Mundurlah, Lulu."

Ketika mendengar ini dan melihat Lulu mundur, beruang itu mengangguk-angguk dan mengeluarkan suara seperti kalau dia sedang bersenang hati. Makin yakin hati Han Han dan ia lalu mundur. Dalam jarak satu meter ia lalu menekuk kedua lututnya, memusatkan perhatian, menahan napas, mengerahkan hawa sinkang di dasar perut dan disalurkan ke arah kedua lengannya lalu mendorong ke arah dinding. Karena setiap hari selama tiga tahun ini ia melatih hawa sakti Im-kang, tentu saja ketika mempergunakan dorongan ini ia pun otomatis mempergunakan Im-kang.

Kemajuan yang diperoleh Han Han selama berlatih tiga tahun ini amatlah hebatnya. Hawa dingin yang amat dahsyat menyambar dari kedua tangannya yang mendorong itu dan dinding yang terbuat dari baja itu tergetar hebat, akan tetapi tidak ada perubahan apa-apa. Yang sebelah kirinya tergetar keras, akan tetapi yang sebelah kanan tidak tergoyang sedikit pun.

"Bagus! Sudah tergetar, Koko! Coba lagi, lebih kuat!" kata Lulu setengah berteriak, mengharapkan untuk membuka rahasia tempat ini dan ingin sekali mengetahui apa yang akan terjadi.

Sementara itu suara badai mengamuk di luar istana terdengar amat santer dan angin malah masuk sampai ke tempat itu. Dapat dibayangkan betapa hebatnya badai itu mengamuk kalau angin dan suaranya sampai memasuki ruangan di bawah tanah itu!

Han Han sudah siap untuk mencoba lagi, akan tetapi beruang itu menggereng-gereng marah dan menggerak-gerakkan kedua kaki depan tanda tidak setuju, akan tetapi masih tetap membuat gerakan mendorong-derong dinding. Han Han tidak jadi mendorong lagi, lalu mempergunakan pikirannya. Memang dia harus mendorong, akan tetapi agaknya keliru cara menggunakan sinkang. Kalau dorongan ini hanya membutuhkan tenaga kasar, tentu binatang itu sendiri akan sanggup melakukannya, karena dalam hal tenaga kasar, beruang itu jauh lebih menang dibandingkan dia.

Tentu harus menggunakan sinking, akan tetapi mengapa salah? Tiba-tiba ia teringat. Ah, dia melatih sinkang-nya berdasarkan ilmu-ilmu dari Ma-bin Lo-mo yang ia gabungkan dengan ilmu dari kitab Sepasang Pedang Iblis, yaitu mempergunakan Im-kang. Inilah agaknya yang menjadi kesalahannya. Tentu saja ilmu dari penghuni istana di Pulau Es ini berbeda sinkang-nya dengan Ma-bin Lo-mo.

Akan tetapi, tenaga sinkang ada dua macam, kalau tidak hawa sakti dingin tentu hawa sakti panas, yaitu Yang-kang. Dia sudah mencuri ilmu ini dari Kang-thouw-kwi, akan tetapi sudah tiga tahun ia tidak pernah melatih Yang-kang. Betapa pun juga, Han Han masih belum melupakan untuk mempergunakan tenaga yang keluar dari hawa sakti itu. Latihan-latihannya dengan batu bintang dan dengan nyala api tulang manusia sudah cukup mantang.

"Apakah dengan tenaga Yang-kang?" Ia bertanya kepada diri sendiri, sedangkan Lulu hanya memandang, tidak berani mengganggu karena maklum bahwa kakaknya sedang berusaha keras untuk membuka rahasia dinding ini.

Han Han kembali menekuk kedua lututnya, kemudian ia berdiam sampai lama, berusaha mengobarkan hawa Yang-kang di tubuhnya. Memang amat sukar dan sebentar saja peluh membasahi muka dan lehernya, akan tetapi ternyata ia berhasil karena kedua tangannya mulai menjadi panas, bahkan mengepulkan asap! Lulu terbelalak kagum dan beruang itu meloncat ke belakang ketakutan.

Memang luar biasa sekali anak ini. Keadaan jasmaninya yang tidak wajar lagi menimbulkan kekuatan mukjizat dan kekuatan kemauannya bukan main besarnya sehingga hawa sakti di tubuhnya itu lebih dikuasai kemauannya dari pada kematangan latihannya. Setelah merasa kedua lengannya menggetar-getar dengan hawa panas seperti dahulu kalau ia berlatih secara diam-diam di daerah terlarang belakang istana Pangeran Ouwyang Cin Kok, Han Han lalu melakukan gerakan mendorong untuk kedua kalinya ke arah dinding itu.

Kembali dinding itu tergetar hebat seperti tadi. Akan tetapi sekali ini yang tergetar hebat adalah bagian dinding di sebelah kanannya, sedangkan di sebelah kiri sama sekali tidak bergerak, menjadi sebaliknya dari pada tadi. Beruang itu mulai 'mengomel' lagi dan membanting-banting kaki belakang seperti orang marah, lalu menuding-nuding Han Han lagi sambil menggunakan gerakan mendorong-dorong. Han Han menjadi bingung. Kalau dengan Im-kang dan Yang-kang keduanya gagal, habis cara bagaimana ia harus mendorong dinding itu? Sementara itu, kini angin yang masuk dengan santer membawa pula butiran-butiran es yang keras sehingga mengejutkan mereka.

"Han-ko, apa bedanya doronganmu yang pertama dengan yang ke dua?" Tiba-tiba Lulu yang sejak tadi memperhatikan itu bertanya.

"Yang pertama menggunakan hawa sakti dingin, yang kedua menggunakan hawa sakti panas."

Lulu bertepuk tangan dan wajahnya berseri. "Ah, sekarang aku mengerti! Ketika engkau menggunakan Im-kang yang pertama tadi, dinding sebelah kiri yang terguncang hebat sedangkan yang kanan tidak bergerak. Sebaliknya, ketika kau menggunakan Yang-kang, dinding di kanan yang tergetar sedangkan yang kiri tidak. Sekarang, kau doronglah dengan kedua hawa sakti Im dan Yang. Kalau lengan kirimu mendorong dengan Im-kang ke sebelah kiri dinding dan lengan kananmu mendorong dengan Yang-kang ke sebelah kanan, tentu akan terbuka rahasia ini, Koko!"

"Agaknya engkau benar, akan tetapi betapa mungkin menggunakan dua hawa sakti yang berlawanan secara berbareng?"

"Mengapa tidak mungkin Koko? Kita pernah membaca kitab tentang ilmu silat Im-yang-kun yang berada diperpustakaan. Bukankah ilmu itu pun mempergunakan dua macam sinkang?"

"Benar, dan sepasang kitab Suhu dan Subo yang diberikan kepadaku pun mengandung tenaga yang berlawanan. Akan tetapi hal itu dimainkan oleh dua orang, tentu saja dapat. Kalau aku seorang diri harus mengerahkan tenaga yang berlawanan, betapa mungkin? Aku belum pernah belajar tentang itu!"

"Koko, engkau seorang yang paling cerdik dan pandai di seluruh dunia ini! Apa yang tidak mungkin bagimu? Cobalah, engkau tentu bisa! Lihat, badai makin hebat mengamuk! Butiran-butiran es seperti peluru dan aku harus selalu menangkis, akan tetapi butiran-butiran itu hancur kalau mengenai tubuhmu dan kau seperti tidak merasakan! Koko, aku dapat menduga bahwa tentu ada tempat persembunyian rahasia dan Paman Beruang agaknya hendak mengajak kita bersembunyi di tempat itu!"

Han Han menoleh dan melihat betapa beruang itu repot menutupi mukanya agar jangan terkena hantaman butiran-butiran es yang kalau mengenai matanya atau hidungnya tentu akan mengakibatkan luka. Binatang ini ketakutan dan mengeluarkan bunyi seperti anak kucing.

"Harus kucoba," pikirnya.

Mulailah ia menekuk kedua lututnya, menghadapi dinding dan mulailah ia mengatur hawa sinkang yang disalurkan dari pusarnya, naik ke atas dan dia mencoba untuk membaginya menjadi dua hawa sakti Im dan Yang. Sesungguhnya hanya orang yang sinkang-nya sudah amat tinggi saja yang akan dapat mengerahkan Im-kang dan Yang-kang secara berbareng. Di luar kesadarannya, Han Han telah memiliki tenaga sinkang yang amat kuat.

Akan tetapi karena dia belum pernah berlatih di bawah bimbingan ahli, maka ia repot sekali membagi sinking ini. Kedua tenaga sakti itu menarik-narik, kadang-kadang menjadi Im-kang semua yang amat hebat sehingga tubuhnya menggigil kedinginan, kadang-kadang Yang-kang menang kuat dan semua tenaga menjadi hawa sakti yang panas dan membuat kepalanya mengepulkan asap! Ia merasa tersiksa sekali, dadanya sampai terasa nyeri dan napasnya terengah-engah.

Akan tetapi ketika ia hendak membatalkan usahanya yang sia-sia ini dan melirik ke arah Lulu, ia melihat adiknya itu memandang kepadanya penuh kekaguman dan penuh kepercayaan. Hal ini memberi kekuatan luar biasa kepadanya dan cukup memberi dia kenekatan untuk berusaha sampai berhasil, biar pun dia akan menderita sampai mati sekali pun. Memang hebat sekali tenaga kemauan hati Han Han. Tenaga mukjizat inilah yang membuat ia memiliki kekuatan pada matanya sehingga tanpa belajar ia telah mempunyai kepandaian menundukkan kemauan dan semangat orang lain!

Kini tenaga kemauannya ini ia tujukan ke dalam dan biar pun ia belum pernah melatih untuk mengendalikan sinkang, kini ia berusaha lagi untuk 'mencegah' sinkang-nya menjadi dua macam. Sekali ini dia berhasil! Akan tetapi keadaannya seperti seorang yang mengendalikan dua ekor kuda yang berlawanan larinya, sehingga ia harus mengerahkan seluruh tenaga yang ada melawan sinkang sendiri agar jangan sampai menyeleweng ke kanan atau ke kiri! Kembali ia mendorong dengan kedua lengan yang berlawanan hawa saktinya.

Dinding itu tergetar hebat, terdengar keras sampai mengeluarkan suara dan disusul suara berderit aneh kemudian.... dinding itu terpecah menjadi dua bagian dan terbuka seperti ada tenaga rahasia mendorongnya ke kanan kiri!

"Kau berhasil, Han-ko...!!" Lulu bersorak akan tetapi kegirangannya segera berubah menjadi kaget ketika melihat .tubuh Han Han roboh terguling. Lulu cepat melompat dan berhasil memeluk tubuh kakaknya sehingga Han Han tidak sampai terbanting.

Beruang itu pun berseru girang, akan tetapi ia lalu menyambar tubuh Han Han, dipondongnya dan ia menunjuk-nunjuk ke bawah di mana terdapat anak tangga dari batu, memberi isyarat kepada Lulu untuk menuruni anak tangga sedangkan dia sendiri sambil memondong tubuh Han Han mengikuti dari belakang dengan wajah takut-takut.

Lulu yang menjadi cemas melihat kakaknya pingsan segera menuruni anak tangga tanpa ragu-ragu, karena ingin segera dapat menolong kakaknya yang dipondong beruangnya. Melihat kakaknya dipondong beruang itu, teringatlah ia beberapa tahun yang lalu ketika mula-mula mereka datang, hanya bedanya, kalau dahulu dia yang mengikuti binatang itu, sekarang dialah yang berjalan di depan.

Anak tangga itu amat dalam, dua kali lebih dalam dari pada anak tangga yang menuju ke gudang bawah tanah. Dan ketika ia sampai di dasar anak tangga, Lulu menjadi bengong. Tentu ia sudah bersorak gembira kalau saja tidak ingat akan keadaan kakaknya. Ruangan yang berada di dasar tangga itu benar-benar mempesonakan sekali, jauh lebih indah dari pada semua ruangan di atas! Benda-benda yang berada di situ berkilauan, terbuat dari pada emas dan perak.

Beruang itu sudah menurunkan tubuh Han Han ke atas lantai yang terbuat dari pada batu putih bersih dan mengkilap, kemudian beruang itu berlari ke tengah ruangan dan menjatuhkan diri berlutut di depan tiga buah patung yang terbuat dari pada batu pualam. Berlutut sambil mengeluarkan suara seperti menangis.

Biar pun merasa heran sekali, akan tetapi Lulu tidak lagi memperhatikan binatang itu, tidak pula memperhatikan ruangan yang indah karena semua perhatiannya telah ia curahkan kepada Han Han yang menggeletak terlentang di atas tanah. Ia berlutut di dekat kakaknya dan memeriksa. Alangkah kagetnya ketika ia melihat betapa kulit muka kakaknya itu berwarna dua macam! Yang kanan berwarna hitam seperti terbakar gosong, ada pun yang kiri berwarna putih kebiruan seperti muka mayat. Han Han rebah tak bergerak, dan napasnya tinggal satu-satu.

"Koko..., Han-ko.... Aahhhh, Koko...!" Lulu memeluk tubuh kakaknya dan menjadi kebingungan.

Akan tetapi ia lalu teringat bahwa kakaknya tentu menderita luka di sebelah dalam akibat dari pengerahan sinkang yang dibagi menjadi dua hawa sakti tadi. Ia sudah banyak membaca kitab tentang latihan sinkang, bahkan dia sendiri sudah melatih diri di bawah bimbingan kakaknya. Yang ia latih adalah sebuah kitab dari perpustakaan di istana Pulau Es itu yang sesuai dengan latihan yang pernah dipelajari Han Han dari Lauw-pangcu. Tanpa mereka sadari, kalau Han Han menggembleng diri dengan ilmu kaum sesat, adalah Lulu malah melatih diri dengan ilmu kaum bersih!

Melihat keadaan kakaknya sekarang ini, Lulu teringat akan ilmu memindahkan sinkang ke tubuh orang lain untuk membantu orang itu. Maka biar pun latihannya belum matang benar, Lulu tanpa ragu-ragu lagi duduk bersila dan menempelkan kedua telapak tangannya ke dada dan perut Han Han, kemudian ia mengheningkan cipta, bersemedhi mengumpulkan semua tenaga dalam di tubuhnya yang ia paksa keluar melalui kedua tangannya memasuki tubuh Han Han!

Han Han siuman dan merasa betapa ada hawa hangat yang halus lembut memasuki dadanya. Ketika ia membuka mata dan melihat betapa Lulu bersila meramkan mata dan menempelkan kedua telapak tangan ke badannya, ia menjadi terharu sekali dan rasa sayangnya terhadap adiknya ini makin mendalam.

"Cukuplah, Lulu. Jangan menyia-nyiakan sinkang-mu yang masih belum kuat," katanya halus sambil mendorong kedua tangan Lulu perlahan-lahan.

Lulu membuka matanya, akan tetapi menutup mulutnya yang sudah akan bertanya ketika ia melihat betapa kakaknya bangkit dan bersila sambil meramkan mata. Ia tahu bahwa kakaknya sedang mengerahkan tenaga untuk mengobati diri sendiri dan perlahan-lahan muka kakaknya yang tadinya berwarna dua kini menjadi pulih kembali. Hatinya menjadi lega dan mulailah dia menyapu keadaan sekeliling ruangan yang indah itu dengan pandang matanya.

Ruangan itu benar-benar amat indah. Di tengah ruangan terdapat tiga buah patung. Yang tengah merupakan seorang laki-laki yang tampan sekali, akan tetapi bagian kepalanya, di dahi, terdapat dua buah lubang seolah-olah bagian kepala patung ini ada yang menusuknya dengan senjata dua kali. Di sebelah kiri patung pria ini adalah sebuah patung wanita, cantik jelita dengan tubuh ramping dan dengan wajah lemah lembut, akan tetapi sebelah kakinya buntung! Ada pun yang berada paling kanan adalah patung seorang wanita yang juga cantik jelita, lebih tinggi dari pada wanita buntung, akan tetapi kecantikan wanita di kanan ini bercampur dengan kekerasan hati dan kekejaman yang terbayang pada wajah cantik itu. Hanya patung inilah yang tidak ada cacatnya.

Tiba-tiba Lulu tertawa. Memang lucu melihat tingkah laku beruang es ketika itu. Binatang ini seperti kesurupan atau telah menjadi gila. Kadang-kadang ia lari dan menjatuhkan diri di depan patung pria, memeluk kaki patung itu, mengeluarkan suara seperti menangis, kemudian berlutut di depan patung wanita buntung, berdongak ke atas memandang wajah patung itu dengan wajah membayangkan rasa sayang, akan tetapi selalu ia kembali ke patung sebelah kanan dan ia berlutut di depan wanita cantik tanpa cacat itu sambil mengangguk-angguk dan membentur-benturkan kepala ke lantai dan mengeluarkan suara seperti sedang ketakutan. Melihat beruang itu berlutut di depan tiga patung dengan tiga macam tingkah laku, kelihatan lucu bukan main sehingga Lulu tertawa.

Han Han membuka matanya. Ia pun terpesona akan keindahan ruangan itu dan kini tahulah ia mengapa beruang itu mengajak mereka ke situ. Dari tempat ini tidak terdengar lagi suara badai mengamuk dan mereka memang aman dari pada gangguan suara dan ancaman hujan butiran es keras yang beterbangan seperti peluru. Akan tetapi, melihat beruang itu seperti gila berlutut di depan tiga buah patung itu, ia memandang terbelalak dan hatinya berdebar keras. Tidak salah lagi, tentu patung-patung itu adalah patung dari para penghuni istana Pulau Es yang telah meninggalkan kesemuanya untuk dia dan Lulu! Sudah meninggal duniakah mereka bertiga itu? Ia bangkit lalu menggandeng tangan Lulu, dan berbisik.

"Lulu, jangan sembrono. Kurasa mereka itu adalah patung dari pada Locianpwe yang dahulu menjadi penghuni Istana Pulau Es. Mari kita memberi hormat..."

Lulu menurut dan sambil bergandengan tangan mereka menghampiri tengah ruangan itu. Melihat betapa tiga buah patung itu menggambarkan seorang laki-laki muda dan tampan serta dua orang wanita yang cantik jelita seperti puteri-puteri istana, Han Han terbelalak dan meragu. Inikah manusia-manusia sakti yang menjadi penghuni Istana Pulau Es? Akan tetapi, menyaksikan sikap beruang itu, ia tidak ragu-ragu lagi dan ia membimbing tangan Lulu dan diajaknya adiknya itu berlutut di depan ketiga patung itu sambil berkata.

"Teecu Sie Han dan Sie Lulu mohon ampun kepada Sam-wi Locianpwe bahwa teecu berdua berani mendiami Istana Pulau Es tanpa ijin Sam-wi, dan teecu berdua menghaturkan banyak terima kasih atas segala kebaikan yang ditinggalkan Sam-wi Locianpwe untuk keperluan teecu berdua."

Beruang itu kelihatan girang sekali melihat Han Han dan Lulu berlutut. Ia pun berlutut di depan patung pria itu dan mengeluarkan suara menguik-nguik seolah-olah ia pun menceritakan bahwa dua orang anak-anak itu adalah orang baik-baik dan selama ini menjadi sahabat-sahabatnya!

"Koko, mengapa aku bernama Sie Lulu?" Lulu berbisik setelah mereka bangkit dan melihat-lihat keadaan ruangan yang indah itu.

"Habis, engkau Adikku. Kalau tidak ber-she Sie seperti aku, mau pakai she apa lagi?"

"Koko, para Locianpwe yang katanya orang-orang sakti, kenapa masih begitu muda-muda dan kelihatan seperti orang-orang lemah?"

"Hussshhh, jangan berkata demikian, Lulu. Kau lihat beruang itu mengenal majikan-majikannya, kiranya tidak salah lagi. Dahulu mereka adalah penghuni istana ini, entah berapa puluh tahun yang lalu. Menurut percakapan tokoh-tokoh yang kudengar, Pulau Es ini dicari sejak puluhan tahun yang lalu dan Kim Cu Suci pernah mendongeng bahwa di sini dahulu dikabarkan tinggal seorang manusia yang maha sakti seperti dewa..."

"Ah... Cici Kim Cu yang baik itu sekarang tentu sudah menjadi seorang gadis jelita. Dia mencintamu, Koko...!"

"Husssh, yang bukan-bukan saja kau ini! Kau tahu apa tentang cinta! Di tempat sesuci ini jangan bicara begitu..."

Kembali mereka berdua memperhatikan tiga buah patung batu pualam itu dan melihat betapa kini beruang itu duduk mendeprok di dekat kaki patung pria dengan sikap anteng dan tenang, juga sikap binatang itu jelas menunjukkan ketaatan dan penghormatan yang mendalam.

Patung-patung itu amat indah buatannya, halus dan seolah-olah hidup. Dan Han Han yang mempelajari wajah patung-patung itu melihat betapa mata patung pria itu mengandung kebijaksanaan yang luar biasa, mendatangkan rasa kagum dan tunduk. Patung wanita kaki buntung cantik sekali, membayangkan kehalusan budi dan sepasang matanya seolah-olah memancarkan kasih sayang yang amat besar. Akan tetapi yang paling menarik hatinya adalah patung wanita cantik di sebelah kanan.

Harus ia akui bahwa selama hidupnya belum pernah ia menyaksikan wanita secantik ini, cantik dan menggairahkan sehingga Han Han yang mulai dewasa itu berdebar jantungnya, seakan-akan ia terangsang oleh wajah cantik dan bentuk tubuh yang elok itu. Ia kagum dan sekiranya patung wanita itu benar-benar hidup, tentu ia akan suka mengabdi kepada wanita ini asal dapat selalu berdekatan. Sifat keras hati dan ganas yang terbayang pada bibir yang penuh dan mata yang lebar indah itu baginya malah menambah daya tarik.

Menjelang senja, badai di luar Istana Pulau Es itu mereda dan mereka pun keluar dari tempat rahasia itu. Han Han mengajak Lulu memberi hormat lagi kepada tiga patung itu sambil berlutut. Kemudian, didahului oleh beruang yang agaknya telah tahu bahwa badai telah berhenti, mereka keluar, mendaki anak tangga rahasia. Setibanya di luar, seperti digerakkan tenaga gaib, dinding yang tadinya terbuka itu dapat menutup sendiri! Tentu saja Han Han dan Lulu menjadi terkejut dan merasa seram. Adakah mahluk tersembunyi di tempat itu yang menutupkan dinding baja ini? Mereka diam-diam mengambil keputusan untuk tidak memasuki tempat rahasia itu lagi kalau tidak amat perlu, karena kehadiran mereka seolah-olah mengganggu ketenteraman dan kesunyian tiga patung yang indah itu.

PENDEKAR SUPER SAKTI (seri ke 6 Bu Kek Siansu)Where stories live. Discover now