Benar saja, di bawah bimbingan Lauw-pangcu yang sudah berpengalaman, Lulu dapat mematangkan ilmu silatnya dan Sin Lian sendiri terheran-heran menyaksikan kehebatan sinkang adik angkatnya itu yang benar-benar lebih kuat dari dia sendiri. Juga ilmu silat yang dimainkan Lulu selain aneh, juga indah dan amat kuat.
Benar pula seperti yang diramalkan Lauw-pangcu. Setelah ilmu silatnya dimatangkan di bawah petunjuk Lauw-pangcu yang berpengalaman dan Sin Lian yang berilmu tinggi, Lulu memperoleh kemajuan hebat sekali sehingga kalau menghadapi lawan, kiranya dia lebih berbahaya dari pada Lauw-pangcu, bahkan lebih sukar dilawan dari pada Sin Lian sendiri. Hal ini adalah karena ilmu silatnya tidak dikenal orang, berbeda dengan ilmu silat Sin Lian yang merupakan ilmu asli dari Siauw-lim-pai.
Semenjak pertemuannya dengan Lulu dan mengangkat Lulu sebagai anak, semangat Lauw-pangcu dalam perjuangan menentang bangsa Mancu menurun secara menyolok sekali. Biar pun ia tidak pernah melarang anak buah Pek-lian Kai-pang melanjutkan perjuangan mereka menentang pemerintah Kerajaan Ceng (Mancu), namun ia sendiri tidak aktif bergerak, bahkan lalu mengundurkan diri kembali ke sarang Pek-lian Kai-pang di lembah Sungai Huang-ho sebelah selatan, di mana ia bersama Sin Lian setiap hari berlatih silat dengan Lulu.
Hubungan antara Lulu dan Sin Lian makin akrab dan mereka saling mencinta seperti adik dan kakak kandung. Lulu memang memiliki sifat periang jenaka dan lincah hingga mendatangkan rasa suka kepada siapa saja. Juga ia jujur, polos terbuka di samping memiliki kecerdikan dan wawasan yang tajam.
Pada suatu hari, beberapa bulan setelah mereka tinggal di lembah Sungai Huang-ho, Lulu ditanggap (dipancing dengan pertanyaan-pertanyaan) oleh Sin Lian tentang diri Han Han. Diam-diam Lulu mentertawakan enci-nya ini, akan tetapi secara cerdik dan nakal ia malah bercerita tentang Han Han secara berlebihan. Dipuji-pujinya kakaknya itu setinggi langit, kegagahannya, ketampanannya, kepandaiannya, dan kebaikan budinya.
"Di waktu kecil dahulu, dia adalah sahabatku," kata Sin Lian perlahan dengan pandang mata melamun, terkenang akan masa lalu.
"Ya, dia pernah bercerita tentang dirimu, Enci Lian."
"Betulkah? Apa yang ia katakan tentang aku?" tanya Sin Lian, wajahnya berseri.
Lulu tersenyum. "Ia pernah mengatakan bahwa engkau adalah seorang yang amat baik budi."
Wajah Sin Lian menjadi merah, akan tetapi matanya bersinar-sinar. "Ah, dahulu aku bersikap galak kepadanya, mana baik budi?"
"Akan tetapi, dia betul-betul memujimu. Agaknya dia senang akan kegalakanmu, Enci Lian. Kakakku memang sabar dan suka mengalah. Di samping segala kebaikannya hal ini membuat banyak gadis jatuh hati kepadanya. Di sepanjang perjalanan kami kulihat banyak wanita jatuh cinta kepadanya."
Sin Lian menengok dan memandang dengan gerakan cepat. "Hemmm, bagaimana engkau bisa tahu, Adikku?"
"Hi-hik! Bagaimana aku tidak tahu? Pandang mata mereka itu! Pandang mata yang mereka tujukan kepada Han-ko terlalu jelas, tampak sinar-sinar cinta kasih memancar dari mata mereka dan Dewi Asmara mengintai dari balik senyum mereka."
"Ihhh, genit kau!" Sin Lian mencela dan mencubit lengan adiknya.
"Aduh!" Lulu menggosok-gosok kulit lengan yang dicubit enci-nya. "Tanganmu mencubit aku, akan tetapi pikiranmu mencubit Han-ko, bukankah begitu, Enci Lian?"
"Idiiih! Engkau benar-benar centil, Adik Lulu! Sudah, jangan menggoda orang, ceritakan yang betul."
"Aku sudah bercerita sebenarnya, masa aku membohong? Bahkan murid Im-yang Seng-cu, Hoa-san Kiam-li Lu Soan Li yang cantik jelita dan gagah perkasa, juga jatuh cinta kepada Kakak Han Han. Baru berkenalan beberapa hari saja mereka sudah begitu akrab. Pendekar wanita itu seperti menjadi bayangan tubuh Han-ko, tidak mau berpisah lagi, setiap gerak-geriknya jelas menunjukkan cinta kasih yang mendalam." Lulu menghentikan kata-katanya ketika melihat betapa wajah Sin Lian yang tadinya merah itu kini berubah agak pucat dan sinar mata yang tadinya berseri itu menjadi agak muram. Ia merasa kasihan dan cepat-cepat ia menyambung.
"Akan tetapi, Hoa-san Kiam-li itu akan kecelik kalau mengira bahwa Han-koko mudah saja terjebak panah asmara. Wah, sama sekali tidak! Han-koko terlalu murni dan bersih, tidak pernah mengingat tentang asmara, apa lagi bicara tentang itu! Han-koko adalah seorang pemuda perkasa yang belum pernah diusik panah asmara, masih bersih dan mulus seperti mutiara belum digosok!" Senang sekali hati Lulu melihat betapa kata-katanya mengembalikan warna merah di kedua pipi enci angkatnya. "Dan lagi Han-koko tentu akan merundingkan soal jodohnya dengan aku, kalau sudah tiba saatnya, karena di dunia ini dia tidak punya siapa-siapa kecuali aku yang menjadi adiknya. Dan aku tentu tidak akan menyetujui dia berjodoh dengan Hoa-san Kiam-li atau gadis mana pun juga, biar puteri kaisar sendiri!"
Dengan wajah heran akan tetapi tidak keruh lagi pandang matanya, Sin Lian memandang Lulu dan bertanya, "Mengapa tidak setuju, Adikku?"
"Karena aku telah menemukan seorang gadis yang betul-betul mencintanya dengan seluruh jiwa raganya, yang betul-betul cantik jelita, betul-betul gagah perkasa, dan betul-betul berbudi mulia sehingga cocok sekali untuk menjadi teman hidup Han-koko selamanya."
Kembali wajah cantik itu kehilangan sinarnya dan suara Sin Lian agak menggetar ketika bertanya, "Siapa... siapa dia, Adikku?"
Lulu menengadah, seolah-olah hendak minta nasehat dari awan dan perlahan-lahan ia menjawab, "Gadis itu, yang kuanggap paling cocok untuk menjadi jodoh Han-koko, dikatakan dekat amatlah jauhnya karena dia sendiri tidak tahu bahwa dialah pilihanku, dikatakan jauh amatlah dekatnya karena saat ini ia duduk di depanku..."
"Aduuhhhh... Aduuuhhhhh... tobaaat, Enci...!" Lulu menjerit dan meronta-ronta sehingga cubitan pada pahanya terlepas dan ia meloncat dan lari menjauhkan diri dari Sin Lian yang mukanya menjadi merah seperti udang direbus. "Wah, engkau terlalu, Enci Lian! Mencubit paha orang sampai lecet! Awas kau, kelak kulaporkan kepada Han-koko, biar kau dicubit sampai habis! Hi-hik!"
"Lulu...!" Suara Sin Lian terdengar marah, "Engkau yang terlalu! Engkau sudah kelewat batas mempermainkan aku. Apakah engkau sengaja hendak menghina Enci-mu?"
Melihat Sin Lian marah, Lulu menghampiri dan merangkulnya, mencium pipinya dan merebahkan muka di dada yang membusung itu. "Enci Lian, Enci-ku yang baik, masa engkau tega marah-marah kepada Adikmu? Aku sayang kepadamu, Enci, dan biar pun aku tadi main-main, akan tetapi main-main karena ada dasarnya. Main-main yang bisa menjadi sungguhan! Atau... engkau hendak menyangkal dan membohongi hati sendiri bahwa... bahwa engkau mencinta Han-koko?"
Terdengar isak tertahan di dada Sin Lian. Ia balas memeluk adiknya tanpa menjawab. Ketika Lulu mengangkat muka memandang dan melihat Sin Lian menitikkan dua butir air mata, Lulu bertanya lirih.
"Salahkah dugaanku, Enci? Kelirukah aku bahwa engkau mencinta Han-ko?"
Sin Lian menggigit bibir, mengejapkan mata, kemudian... mengangguk! Lulu tersenyum gembira lalu berloncatan menari-nari mengelilingi Sin Lian. "Bagus... bagus...! Wah, aku girang sekali! Engkau Enci-ku menjadi Soso-ku (Kakak Iparku) sama saja! Wah, aku bahagia sekali, Enci... eh, calon Soso yang baik!" Lulu merangkul dan menciumi kedua pipi Sin Lian.
Mau tidak mau Sin Lian tertawa juga, mengusap air matanya dan memegang kedua pundak Lulu. "Lulu, adikku yang nakal! Hanya kepadamulah aku sudi membuka rahasia hatiku ini. Bahkan di depan Ayahku sekali pun aku tidak akan suka mengaku. Akan tetapi, hendaknya engkau menutup mulut dan memegang rahasia ini, Adikku. Biar pun aku mencinta orang, harus diselidiki lebih dahulu apakah orang itu akan membalas cintaku. Dan... dan... dia masih belum diketahui berada di mana. Karena itu, mulai detik ini kuminta jangan kau bicara lagi tentang dia."
Lulu mengangguk. "Tak mungkin aku tidak boleh bicara tentang dia, hanya aku tidak akan menyinggung perasaanmu, Enci Lian. Dan aku berjanji kelak akan mengusahakan dia membalas cinta kasihmu."
"Sudahlah, lebih baik mari kita berlatih lagi. Kemajuanmu sudah hebat dan beberapa bulan lagi saja aku takkan kuat menandingimu."
Kedua orang dara jelita itu lalu berlatih silat dengan tekun. Sampai setahun lebih Lulu berada di lembah Huang-ho, berlatih silat di bawah bimbingan ayah dan enci angkatnya sehingga dia memperoleh kemajuan hebat. Kemudian timbul lagi rasa rindu dan khawatirnya terhadap Han Han, maka ia minta diri dari ayah angkatnya untuk pergi mencari kakaknya. Lauw-pangcu sebetulnya tidak rela melihat puteri angkatnya yang amat dikasihinya itu pergi, akan tetapi karena maklum bahwa hati Lulu tidak akan bahagia sebelum dapat menemukan kembali Han Han terpaksa ia berkata.
"Aku merasa menyesal sekali bahwa usahaku menyebar anak buahku untuk mencari Kakak angkatmu itu selama ini sama sekali tidak ada hasilnya, Lulu. Tidak ada seorang pun di dunia kang-ouw mendengar atau melihat adanya Han Han. Oleh karena itu, sungguh pun hatiku tidak akan tenteram melihat engkau pergi sendiri, namun aku tidak dapat mencegahmu. Engkau hati-hatilah di dalam perjalanan, Lulu, karena sungguh pun sekarang tingkat kepandaianmu sudah melampaui aku, namun di dunia ini banyak sekali terdapat orang sakti yang menyeleweng dari pada kebenaran."
"Jangan khawatir, Ayah. Kalau aku telah bertemu dengan Han-ko, aku akan mengajak dia datang ke sini, terutama sekali untuk bertemu dengan Lian-ci..." Lulu melirik ke arah Sin Lian dengan pandang mata dan senyum menggoda.
Wajah Sin Lian berubah merah sungguh pun hatinya merasa senang mendengar janji Lulu. Cepat-cepat ia bekata, "Lulu-moi, kita dapat melakukan perjalanan bersama. Aku pun hendak pergi mencari lima orang suhu-ku dan mengajak mereka mencari Puteri Nirahai yang menurut dugaanmu menjadi biang keladi semua permusuhan antara Siauw-lim-pai dan Hoa-san-pai, dan yang tentu mengetahui siapa sebenarnya yang membunuh Liok-suhu dan Chit-suhu."
Demikianlah, dua orang dara jelita itu pergi dari lembah Huang-ho yang tersembunyi, meninggalkan Lauw-pangcu yang bersunyi diri dan yang telah mengundurkan diri dari perjuangan, bahkan yang mulai menjauhkan diri dari urusan duniawi karena merasa sudah terlalu tua, ditambah kesadaran bahwa ikut sertanya dalam perang sama sekali tidak akan mengubah keadaan menjadi baik, bahkan sebaliknya. Semenjak kedua orang puterinya pergi, ia kini tekun bersemedhi bahkan menyerahkan urusan Pek-lian Kai-pang kepada para pembantunya.
Ada pun Sin Lian dan Lulu tidak lama melakukan perjalanan bersama. Sepekan kemudian mereka terpaksa harus berpisah karena Lulu hendak mencari kakaknya di kota raja, sedangkan Sin Lian hendak pergi ke Siauw-lim-si lebih dulu untuk mendengar apakah lima orang suhu-nya telah kembali ke sana. Kedua orang gadis remaja ini saling berangkulan ketika hendak berpisah dan berjanji akan segera saling bertemu kembali di lembah Huang-ho.
"Jangan lupa, Adikku. Bulan tiga tahun depan, jadi kurang enam tujuh bulan lagi adalah ulang tahun ke tujuh puluh dari Ayah kita, tepatnya jatuh pada pertengahan bulan. Aku bermaksud mengadakan sedikit pesta ulang tahun, dan engkau harus membantu dan hadir," demikian pesan Sin Lian.
"Baik, Enci Lian. Aku pasti akan ada di sana bersama kakakku!"
Sin Lian merasa betapa jantungnya berdebar dan pipinya panas, kemudian ia merangkul sekali lagi dan mencium pipi adik angkatnya, lalu berkata, "Selamat jalan, selamat berpisah sampai jumpa kembali, Lulu."
Maka berpisahlah kakak dan adik angkat ini. Lulu berdiri memandang enci-nya yang berlari cepat ke selatan itu sambil tersenyum. Gadis yang amat baik budi, pikirnya, lagi pula gagah perkasa dan cantik jelita. Tepat menjadi isteri Han-ko. Akan tetapi di mana kakaknya? Teringat akan ini, cepat ia membalikkan tubuhnya dan lari ke utara, arah yang berlawanan dengan larinya Sin Lian. Ia harus dapat bertemu dengan kakaknya yang sudah lama dirindukannya itu.....
YOU ARE READING
PENDEKAR SUPER SAKTI (seri ke 6 Bu Kek Siansu)
ActionJilid 1-42 TAMAT Suma Han merupakan salah satu tokoh fiktif dalam serial silat Bu Kek Sian Su karya pengarang legendaris A. S. Kho Ping Hoo. Muncul dalam episode ke-7 Pendekar Super Sakti hingga episode ke-12 Kisah Pendekar Pulau Es. Dia adalah tok...