Jilid 18

3.1K 15 0
                                    

"Han Han, lupakah engkau kepadaku? Aku Owyang-kongcu, sahabat lamamu. Kami datang untuk membantumu!" Ouwyang Seng sudah cepat berteriak untuk mengambil hati pemuda itu.

Tadi ia melihat betapa Han Han dapat menghadapi Ma-bin Lo-mo, biar pun terdesak namun juga tidak dapat dirobohkan. Hal ini saja sudah menyatakan bahwa Han Han sekarang benar-benar telah memiliki kepandaian tinggi. Biar pun di dalam hatinya ia sama sekali tidak suka kepada Han Han, namun demi tugasnya ia harus mentaati perintah Puteri Nirahai untuk 'menarik' Han Han menjadi kawan, bukan lawan.

"Ouwyang-kongcu, saya tidak membutuhkan bantuan apa-apa darimu atau dari Gak-locianpwe."

Ouwyang Seng menghela napas panjang dengan muka menyatakan penyesalannya, lalu menghampiri Lulu dan menjura sambil berkata, "Nona, bukankah Kakakmu itu keliru sekali? Dia diserang dan didesak orang, masa tidak mau dibantu?"

Lulu sejenak memandang Ouwyang Seng, kemudian berkata kepada kakaknya, "Koko, kalau mereka memang benar-benar hendak membantu, mengapa kau menolak?"

"Lulu, jangan mencampuri. Mereka itu pun bukan orang-orang yang dapat dipercaya!"

Akan tetapi Lulu memandang wajah Ouwyang Seng yang tampan dan tersenyum-senyum itu dan ia merasa heran akan ucapan kakaknya karena dalam pandangannya, pemuda tampan ini sama sekali tidak jahat.

"Han Han, betapa pun juga, engkau bukanlah lawan Iblis Muka Kuda. Biarlah aku membantumu mengusir iblis itu, kemudian kita bicara sebagai kenalan-kenalan lama. Bagaimana?"

"Gak-locianpwe, apakah locianpwe juga seperti Ma-bin Lo-mo ini, hendak bertanya tentang Pulau Es kepadaku setelah locianpwe membantuku mengenyahkan Ma-bin Lo-mo?"

Pertanyaan yang tiba-tiba dari Han Han ini tepat menusuk hati Gak Liat yang memang ingin sekali mendengar tentang Pulau Es itulah, sehingga ia lupa akan tugasnya dan penuh gairah berteriak, "Ah, jadi engkau sudah berhasil sampai ke sana? Anak baik, mari kubantu engkau membinasakan Iblis Muka Kuda, baru kita bicara tentang Pulau Es!"

Kemarahan hati Han Han meluap. "Kang-thouw-kwi, engkau setali tiga uang (sama saja) dengan Ma-bin Lo-mo. Aku tidak sudi akan bantuanmu!"

Mendengar jawaban ini dan karena mereka yakin bahwa Han Han tak dapat dibujuk, Ouwyang Seng sudah cepat turun tangan untuk melakukan siasat yang ke dua. Yaitu, merampas Lulu terlebih dahulu untuk menyelamatkan gadis Mancu itu dan juga untuk dijadikan umpan memancing Han Han ke kota raja, bahkan kelak akan dapat digunakan untuk memaksa Han Han tunduk akan perintah Puteri Nirahai. Ia maklum bahwa sekali ini ia tidak boleh menurutkan nafsu birahinya yang berkobar begitu ia melihat gadis Mancu yang cantik molek tidak kalah oleh Puteri Nirahai sendiri itu, karena Lulu adalah seorang gadis Mancu dan keadaan gadis ini sudah menjadi perhatian Puteri Nirahai dan sudah diumumkan kepada para pembantunya.

Cepat ia menubruk untuk menangkap Lulu, akan tetapi alangkah kaget dan herannya ketika tubuh gadis itu seperti seekor kupu-kupu yang hendak ditangkap saja, telah melesat dan mengelak dari kedua tangannya! Itulah gerak otomatis yang sudah ada pada diri Lulu sebagai hasil latihan-latihannya selama berada di Pulau Es bersama Han Han.

Melihat Ouwyang-kongcu tidak berhasil dan gadis itu berkelebat dekat dengannya, Gak Liat lalu menggerakkan tangan kanannya mendorong perlahan. Lulu mengeluh dan roboh dalam pelukan Ouwyang Seng yang sudah cepat menyambar, menotoknya dan memondong tubuhnya.

"Koko...!"

Han Han marah bukan main. "Keparat! Lepaskan Adikku!" Ia mengejar maju akan tetapi dihadang oleh Kang-thouw-kwi Gak Liat. Melihat ini, dengan muka merah dan pandang mata beringas Han Han menerjang Gak Liat dan memukul dengan pukulan Hwi-yang Sin-ciang! Gak Liat terkejut bukan main melihat ini dan cepat menangkis.

"Bressss...!"

Seperti yang dialami oleh Ma-bin Lo-mo tadi, tubuh Kang-thouw-kwi Gak Liat tergetar oleh pukulan Hwi-yang Sin-ciang, keahliannya sendiri. Ia tergetar dan terhuyung ke belakang sedangkan Han Han hanya tergetar saja.

"Ha-ha, Setan Botak! Bocah ini sekarang tak boleh dibuat main-main, dia telah mewarisi pusaka Pulau Es!" Ma-bin Lo-mo mentertawakan Gak Liat.

"Kita berdua harus menundukkannya!" Gak Liat yang amat cerdik berkata.

Dari pada memperebutkan bocah itu dan kedua-duanya tidak berhasil, lebih baik menangkapnya bersama dan kelak membagi-bagi hasilnya. Melihat betapa dalam waktu lima enam tahun saja bocah ini sudah dapat menggunakan Hwi-yang Sin-ciang sedemikian hebatnya, dapat dibayangkan betapa luar biasa dan amat berharga pusaka Pulau Es.

Ma-bin Lo-mo bukan seorang bodoh. Ia maklum akan isi hati Gak Liat, maka ia berkata, "Baiklah. Dia harus dapat ditangkap hidup-hidup!"

Gak Liat berteriak ke belakangnya, "Kongcu, lekas bawa pergi Nona itu!"

Ouwyang-kongcu sudah mengempit tubuh Lulu dan menotoknya sehingga kini Lulu menjadi lemas tak dapat bergerak atau berteriak lagi, kemudian ia melarikan diri secepatnya meninggalkan tempat itu sambil mengempit tubuh Lulu dengan lengan kirinya.

"Heiiiii, Ouwyang Seng keparat kurang ajar! Lepaskan adikku...! Dasar anjing keparat, kulumatkan tubuhmu, kuhancurkan kepalamu!"

Han Han menerjang ke depan hendak mengejar Ouwyang Seng, tetapi ia disambut oleh pukulan Kang-thouw-kwi Gak Liat, bahkan dari belakang ia diserang pula oleh Ma-bin Lo-mo Siangkoan Lee. Han Han mengeluarkan suara menggereng seperti beruang es, wajahnya merah dan matanya mengeluarkan sinar beringas. Kemarahan hebat membuat ia menjadi mata gelap dan kebuasannya timbul kembali. Dua pukulan dari depan dan belakang hampir berbareng mengenai tubuhnya, akan tetapi seolah-olah tidak dirasakannya dan ia mengamuk, menggunakan Swat-im Sin-ciang dan Hwi-yang Sin-ciang berganti-ganti tanpa aturan lagi sehingga dua orang kakek itu berkali-kali mengeluarkan seruan heran dan kaget.

Andai kata lawan-lawannya hanyalah orang-orang yang memiliki kepandaian tidak terlalu tinggi, tentu amukan Han Han ini akan melumatkan tubuh mereka dan tentu kebuasannya sudah mengorbankan banyak nyawa-nyawa lagi. Akan tetapi sekali ini yang mengeroyoknya adalah dua orang di antara datuk-datuk hitam yang ilmu kepandaiannya luar biasa sekali dan pada jaman itu sukar dicari tandingnya, maka betapa pun ia mengamuk, tetap saja ia tidak dapat memukul lawannya, bahkan tubuhnya berkali-kali harus menerima hantaman-hantaman yang amat berat.

Hantaman-hantaman itu amat kuat dan membuat dada Han Han terasa sesak, kepalanya pening. Hal ini menambah kemarahannya melihat adiknya diculik Ouwyang Seng. Ia menjadi nekat dan ketika dua orang kakek itu kembali menyerangnya dari kanan kiri, ia mengeluarkan pekik melengking dan mengerahkan seluruh sinkang-nya, menyalurkan Hwi-yang Sin-ciang di tangan kiri menghantam Ma-bin Lo-mo, sedangkan tangan kanannya dengan hawa Swat-im Sin-ciang menghantam Gak Liat.

Ia balas memukul tanpa mempedulikan datangnya pukulan kedua lawan itu. Karena ia menyalurkan sinkang secara terbalik dan dengan demikian sekaligus menghadapi kedua lawan itu dengan dua macam tenaga yang berlawanan sehingga keras bertemu keras, terjadilah tabrakan tenaga sakti yang luar biasa sekali.

"Desssss...!" Gak Liat dan Ma-bin Lo-mo seketika muntahkan darah segar dari mulut mereka akan tetapi Han Han sendiri yang terhimpit oleh dua tenaga raksasa itu roboh pingsan!

Kang-thouw-kwi Gak Liat dan Ma-bin Lo-mo Siangkoan Lee cepat duduk bersila untuk mencegah terluka di dalam dada mereka. Sepuluh menit kemudian mereka sudah bergerak kembali dan keduanya memandang Han Han sambil menggeleng-geleng kepala.

"Dia luar biasa sekali, Setan Botak," Ma-bin Lo-mo berkata perlahan.

"Hemmm, kalau tidak mengalami sendiri mana aku bisa percaya?" jawab Gak Liat dan keduanya cepat menghampiri Han Han yang masih rebah pingsan.

Mereka berdua lalu turun tangan menotok jalan darah Han Han. Ditotok oleh dua orang ahli dengan dua cara menotok yang berlainan dan amat lihai, seketika tubuh Han Han menjadi lemas dan tak lama kemudian ia siuman kembali. Betapa kaget dua orang kakek itu ketika mendapat kenyataan bahwa pemuda itu tidak mengalami luka sama sekali, padahal mereka berdua nyaris terluka parah di sebelah dalam dada!

Biar pun tidak terluka parah, akan tetapi setelah siuman kembali Han Han merasa betapa seluruh tubuhnya lemas sekali saking lelahnya. Dia tahu bahwa dia telah tertotok dan dia tidak ingin mencoba untuk membebaskan diri, maklum bahwa di tangan kedua orang kakek itu percuma saja baginya untuk melawan. Namun, menyerahkan pun tidak ada sedikit juga di dalam hatinya. Ia memandang kakek-kakek yang duduk di dekatnya lalu berkata.

"Kalian telah mengalahkan aku, tidak lekas bunuh mau apa lagi?" Suaranya terdengar dingin sekali dan sedikit pun tidak kelihatan gentar sehingga kedua orang kakek datuk golongan hitam itu menjadi kagum.

"Han Han, mengapa engkau amat keras kepala? Kami tidak ingin membunuhmu."

"Benar, Han Han. Engkau masih amat muda, tidak sayangkah kalau membuang nyawa secara sia-sia?"

Mendengarkan ucapan kedua orang kakek yang halus dan seolah-olah menyayangnya ini, rasa dada Han Han menjadi makin sesak karena marah. Ia mengerti betul bahwa dua orang kakek itu adalah datuk-datuk golongan hitam yang amat kejam, yang kini bersikap halus kepadanya karena ada pamrihnya, sikap yang palsu seperti desis dua ekor ular.

"Sudahlah, bosan aku mendengarnya. Kalian sama-sama menghendaki aku bicara tentang Pulau Es, bukan? Sudahlah, percuma saja bicara. Aku tidak mau bicara dan kalau kalian mau bunuh, kerjakan saja. Aku tidak takut mati!"

Gak Liat dan Siangkoan Lee saling memandang. Dalam bertemu pandang itu keduanya bersepakat cara apa yang harus mereka pergunakan. Membujuk bocah yang berhati baja ini akan sia-sia, jalan satu-satunya adalah paksaan dengan jalan penyiksaan.

"Baiklah, hendak kulihat apakah engkau akan kuat mempertahankan kekerasan hatimu!" bentak Ma-bin Lo-mo dan jari telunjuknya menotok punggung Han Han di tiga tempat.

Han Han tidak tahu ilmu apa yang dipergunakan Iblis Muka Kuda ini ketika menotoknya, akan tetapi seketika ia merasa betapa seluruh tulang-tulang di tubuhnya nyeri, seperti ditusuk-tusuk jarum! Ia mempertahankan diri agar tidak mengeluh. Walau rasa nyeri di tubuhnya makin menghebat sampai berdenyut-denyut di ubun-ubunnya, akan tetapi ia tetap mengeraskan hatinya sehingga mukanya pucat penuh keringat.

"Engkau tidak mau bicara tentang pulau itu?" Ma-bin Lo-mo membentak marah, akan tetapi Han Han diam saja, hanya memandang dengan mata mendelik, sedikit pun tidak mau menjawab.

"Ha-ha, agaknya dia tetap berkeras. Biar kutambah sedikit!" Gak Liat lalu menggunakan tangannya mengurut tengkuk Han Han dan seketika Han Han merasa betapa seluruh tubuhnya gatal-gatal.

Bukan main hebatnya penderitaan ini. Rasa tulang tertusuk-tusuk menimbulkan nyeri yang sampai terasa di ubun-ubun, akan tetapi rasa gatal yang tidak nyeri malah ternyata lebih hebat lagi karena merangsang syaraf-syaraf, terasa di bawah kulitnya. Ingin sekali kedua tangannya menggaruk, namun kedua kaki tangannya masih tertotok lumpuh! Hampir ia tak dapat menahan lagi dan ingin menjerit-jerit sekerasnya, namun kekerasan hatinya yang tidak ingin mengeluarkan keluhan membuat ia tidak suara sedikit pun, bahkan ia memejamkan kedua matanya.

Begitu kedua matanya dipejamkan, terbayanglah wajah Lulu dan teringatlah ia betapa adiknya itu terancam bahaya yang lebih mengerikan dari pada yang dihadapinya sendiri. Kekhawatiran dan kemarahan yang bergelombang hebat dalam dirinya mendatangkan daya kemauan yang tidak lumrah. Seketika ia mengeluarkan pekik dahsyat, tubuhnya bergerak dan seketika itu juga ia telah melompat bangun!

Hebat sekali memang keadaan tubuh Han Han, kehebatan yang tidak wajar lagi. Sejak kepalanya dibenturkan oleh perwira yang memperkosa ibunya, terjadi ketidak-wajaran dalam tubuhnya, menimbulkan kekuatan kemauan yang dapat mengalahkan kekuatan jasmani dan dengan sendirinya juga dapat memaksa jasmaninya melakukan hal-hal yang tidak semestinya dapat dilakukan manusia biasa.

Dalam keadaan tertotok tadi, dia sama sekali tak mampu bergerak, bahkan tak mampu mengerahkan sinkang. Akan tetapi kekuatan kemauannya yang luar biasa, terdorong oleh kemarahannya dan kekhawatirannya memikirkan Lulu, membuat ia mampu mengerahkan sinkang-nya sehingga ia dapat membebaskan totokan pada tubuhnya dan sekaligus juga membebaskan totokan dan pencetan yang menimbulkan rasa nyeri-nyeri dan gatal-gatal tadi.

Begitu dapat bergerak lagi, Han Han lalu meloncat hendak pergi dari situ mengejar Ouwyang Seng yang membawa lari adiknya. Melihat ini, Setan Botak dan Iblis Muka Kuda yang tadinya bengong dan kesima saking kagetnya melihat pemuda itu tiba-tiba dapat bebas, cepat meloncat dan melakukan pengejaran. Han Han tidak terluka parah di dalam tubuhnya, namun seluruh tubuhnya sakit-sakit akibat pertandingan tadi, maka larinya tidaklah secepat biasanya. Andai kata tidak demikian sekali pun, tentu sukar baginya untuk dapat melarikan diri dari dua orang datuk hitam itu.

"Kau hendak lari ke mana?" Gak Liat mengejek.

"Hemmm, jangan harap dapat melarikan diri!" Ma-bin Lo-mo juga mengejek.

Mendengar suara mereka amat dekat di belakangnya, Han Han maklum bahwa lari pun memang tiada gunanya. Ia teringat akan sesuatu, teringat akan pengalaman-pengalamannya ketika kecil, betapa suaranya kadang-kadang dapat mempengaruhi orang. Hal itu dahulu ia anggap tak masuk akal dan hanya kebetulan saja, akan tetapi dalam keadaan tersudut seperti ini, tiada salahnya mencoba-coba. Ia mengumpulkan seluruh kekuatan kemauannya, kemudian tiba-tiba membalik dan membentak.

"Berhenti kalian!"

Dua orang kakek yang sama sekali tidak menyangka akan dibentak seperti itu. Mereka terkejut sekali dan berhenti seperti arca, memandang sepasang mata Han Han yang mengeluarkan sinar kilat ketika pemuda itu membalikkan tubuh. Melihat keadaan kedua datuk ini, Han Han 'mendapat hati' dan ia berkata lagi dengan suara penuh wibawa karena didasari kemauan yang amat kuat.

"Gak Liat dan Siangkoan Lee, bukankah kalian saling bermusuhan? Siapa tidak menyerang dulu akan celaka!"

Gak Liat den Siangkoan Lee seperti kemasukan kilat, mereka membalik, saling pandang dengan mata penuh kemarahan.

"Setan Botak. Engkau musuhku!"

"Iblis Muka Kuda, aku harus membunuhmu!"

Kedua orang tokoh besar dalam golongan kaum sesat itu segera saling hantam sendiri! Karena Gak Liat mempergunakan Hwi-yang Sin-ciang sedangkan Siangkoan Lee mempergunakan Swat-im Sin-ciang tentu saja baku hantam antara dua orang datuk hitam itu amatlah hebatnya dan hanya dalam dua kali gebrakan saja mereka berdua terjengkang ke belakang.

Karena mereka berdua memang telah memiliki kekuatan sinkang dan kekuatan batin yang tinggi, maka pengaruh luar biasa dari pandang mata dan bentakan Han Han itu pun hanya sebentar saja menguasai mereka. Setelah terjengkang barulah mereka terheran-heran mengapa mereka saling serang sendiri, dan ketika mereka memandang ternyata pemuda itu telah lari agak jauh! Tentu saja tergopoh-gopoh dua orang kakek itu mengejar sambil menyumpah-nyumpah. Mereka menjadi penasaran dan marah, dan tanpa bicara keduanya mengambil keputusan untuk menangkap dan menyiksia bocah itu sampai mati kalau tidak mau bicara tentang Pulau Es.

Han Han maklum bahwa kembali dua orang kakek itu sudah mengejar dekat. Ia tidak berani lagi mencoba kekuatan mukjizat bentakannya, karena terbukti bahwa mereka itu kini sudah tidak terpengaruh lagi. Ia berlari terus dan tiba di sebuah lereng gunung yang banyak jurang-jurang dalam di kanan-kirinya. Celaka, pikirnya, ke mana lagi harus melarikan diri? Ah, melarikan diri pun tidak ada gunanya dan ia tidak tahu ke mana Lulu dibawa pergi Ouwyang Seng. Dari pada berlari yang akhirnya tentu tersusul pula, lebih baik melawan mati-matian.

Pikiran ini membuat ia nekat lalu membalikkan tubuhnya dan begitu dua orang lawannya datang mendekat, dialah yang mendahului menerjang maju dan mengirim pukulan dengan kedua tangannya. Pukulannya ampuh sekali dan terpaksa dua orang kakek itu meloncat ke samping sambil mengibaskan lengan menangkis. Kembali Han Han dikeroyok dua dan betapa pun ia melawan mati-matian, sebentar saja ia sudah terdesak lagi.

Kedua orang kakek itu selain berkepandaian tinggi juga merupakan orang-orang cerdik dan banyak pengalaman. Mereka segera mengerti bahwa dalam hal ilmu silat, Han Han masih belum mahir. Pemuda ini hanya memiliki sinkang yang benar-benar amat hebat, di samping kekuatan mukjizat yang menimbulkan wibawa dan dapat mempengaruhi orang lain. Karena itu mereka segera mempergunakan ilmu silat untuk mendesak dan kini tubuh Han Han pontang-panting karena harus menerima hantaman-hantaman yang tak dapat ia elakkan atau tangkis lagi. Ia terhuyung ke sana ke mari, dijadikan seperti sebuah bola dipermainkan dua orang anak-anak atau seekor tikus dipermainkan dua ekor kucing yang tidak segera membunuhnya, melainkan hendak menyiksanya.

Memang orang-orang seperti Setan Botak dan Iblis Muka Kuda ini memiliki watak sadis yang luar biasa. Mereka itu tak pernah memiliki hati jujur, tidak pernah memiliki rasa kasihan, bahkan melihat orang lain menderita dan tersiksa, timbul semacam rasa puas dan gembira, sebaliknya menyaksikan orang lain senang dan bahagia, hati mereka tidak senang, iri hati dan dengki. Karena inilah maka mereka itu menjadi datuk-datuk golongan hitam, orang-orang yang sudah tidak mengenal lagi baik atau buruk, atau tidak mempedulikannya, yang berbuat semata-mata demi kesenangan dan keuntungan diri sendiri saja.

Han Han yang merasa betapa tubuhnya seperti akan pecah dan rasa nyeri membuat kepalanya pening berdenyut-denyut, tetap membungkam dan tidak mau bicara sama sekali, apa lagi bicara tentang Pulau Es. Dia malah menggigit bibir sampai berdarah menahan rasa nyeri, dan masih terus melakukan perlawanan sejadinya yang tentu saja tidak ada artinya bagi kedua orang kakek itu.

Sebuah pukulan Kang-thouw-kwi Gak Liat mengenai leher Han Han, membuat pemuda ini terpelanting. Sesaat ia tak dapat bangun sebab pandang matanya berkunang-kunang dan segala sesuatu seperti berpusingan. Terpaksa Han Han memejamkan mata dan menanti pukulan maut.

"Masihkah engkau berkeras tidak mau memberi tahu tentang Pulau Es?" Ma-bin Lo-mo membentak dan tubuhnya sudah mendoyong ke depan untuk memberi pukulan maut yang akan menghancurkan kepala Han Han yang kini sudah tak mampu melindungi dirinya lagi itu.

Han Han tidak mau menjawab, bahkan kini ia membuka kedua matanya, terbelalak memandang kepada dua orang kakek itu karena ia hendak menghadapi kematiannya dengan mata terbuka agar dapat melihat bagaimana caranya dia mati! Dua orang kakek yang sudah hilang harapan dan kesabaran untuk membujuk Han Han itu menggerakkan tangan, seolah-olah hendak berlomba pula menikmati kesenangan membunuh pemuda keras kepala itu. Kedua tangan mereka bergerak memukul ke arah kepala Han Han dan... tubuh mereka terpental ke belakang dan terbanting cukup keras ke atas tanah.

Han Han terbelalak penuh keheranan dan kekaguman ketika ia melihat searang kakek tua renta yang berambut panjang terurai tidak diurus, pakaian sederhana bukan seperti pakaian lagi, berkaki telanjang, berdiri tak jauh dari tempat itu. Kakek tua renta itu patutnya seorang yang hidupnya terlantar, seorang jembel tua, dan yang membuat Han Han kagum adalah wajah kakek itu yang masih kelihatan tampan dan mencerminkan ketenangan dan kedamalan hati yang mukjizat. Kakek itu berdiri dan tersenyum memandang dua orang datuk golongan hitam itu.

Kang-thouw-kwi dan Ma-bin Lo-mo yang juga terkejut sekali meloncat bangun. Ketika melihat kakek tua renta yang bertubuh tinggi besar itu, mereka mengeluarkan seruan tertahan. Sejenak tubuh mereka menegang seolah-olah hendak menerjang kakek tua renta itu, akan tetapi ternyata tidak demikian karena mereka membalikkan tubuh dan... lari cepat meninggalkan tempat itu. Han Han menjadi heran sekali, akan tetapi tidak sempat bertanya karena kakek tua renta itu pun sudah melangkah pergi perlahan-lahan dari tempat itu tanpa mengeluarkan sepatah pun kata-kata.

Han Han baru mengeluarkan rintihan perlahan setelah dua orang iblis itu pergi dan tidak ada orang lain di tempat itu. Seluruh tubuhnya terasa sakit-sakit, tulang-tulangnya seperti remuk rasanya. Akan tetapi lebih sakit lagi karena memikirkan Lulu. Ia bangun dan bersila, mengerahkan sinkang-nya sehingga hawa yang hangat menjalar di seluruh tubuhnya, mengurangi rasa sakit. Akan tetapi karena teringat akan adiknya, tidak lama kemudian ia bangkit berdiri, agak terhuyung dan pening. Mulutnya berbisik.

"Ouwyang Seng, awas engkau kalau mengganggu Lulu..."

Ia tahu bahwa Ouwyang Seng tinggal di kota raja. Tentu adiknya itu dibawa ke kota raja. Ia harus mengejar secepatnya ke kota raja. Pikiran ini membuat ia melompat ke depan, agaknya ingin dengan sekali lompatan ia dapat menyusul Ouwyang Seng. Akan tetapi ia mengeluh dan terguling, menggeletak pingsan di pinggir jurang. Tubuhnya nyaris terguling ke jurang kalau saja tidak ada sebuah batu menghalangi tubuhnya yang menelungkup.....

PENDEKAR SUPER SAKTI (seri ke 6 Bu Kek Siansu)Where stories live. Discover now