#2: Kencan Terselubung

1.4K 200 36
                                    

Selia langsung menggeser posisi duduk saat Army datang dan duduk di sebelahnya. Kakaknya itu merebut remote televisi dan mengubah channel seenaknya. Membuat Selia mendengus kesal lalu merebutnya kembali dengan kasar.

"Masih marah?" tanya Army sambil menatap wajah adiknya yang terlihat sangat tidak ramah itu. Selia tak memedulikannya. Ia malah asyik memindah-mindah channel televisi dengan asal.

"Woy!" protes Army yang kesal karena tidak diacuhkan.

Selia kesal dengan ulah kakaknya itu sehingga dengan cepat sebuah bantal sofa yang terlontar dari tangannya mendarat tepat di wajah Army. Tidak siap menerima serangan itu, Army hanya diam mematung tanpa perlawanan.

"Dasar anak kecil! Tanda-tanda belum dewasa ya, kayak gini, nih. Tukang ngambek," cibir Army sambil mengeluarkan dua lembar tiket menonton pertandingan sepak bola.

"Jangan ngejek!"

"Apa kamu masih marah kalau seandainya kakak kasih kamu tiket ini?" Army melambai-lambaikan tiket itu di depan wajah Selia.

"Oh, jadi pengen nyogok, nih, ceritanya?" Selia balas mencibir.

"Kamu yakin gak pengen nonton pertandingan Garuda FC VS Rajawali FC? Wah, kakak gak nyangka kalau kamu bakalan ngelewatain pertandingan seru ini." Army memanas-manasi.

Mata Selia kontan terbeliak mendengar salah satu klub lokal favoritnya disebut-sebut. Army memang benar. Pertandingan itu sudah lama sekali ingin Selia tonton secara langsung. Tidak mungkin Selia akan menolak kalau ada yang memberinya gratis.

"Kenapa gak bilang dari tadi, sih?" Selia berusaha merebut tiket yang dikibas-kibaskan Army, tetapi sang empunya justru menjauhkan tiket-tiket itu dari jangkauan Selia semampu ia bisa.

"Jadi, kamu udah gak marah lagi?" godanya.

"Iya, aku gak marah lagi. Tapi, siniin tiketnya! Kakak bilang pengen kasih ke aku."

"Oke. Kita akan nonton bareng Savan besok sore. Dia akan jemput kita di sekolah." Army menyerahkan satu lembar tiket yang dipegangnya kepada Selia.

"Apa? Manusia gak sopan itu ikutan nonton sama kita? Yang bener aja!"

"Dia kan udah minta maaf sama kamu. Kamunya tuh yang gak sopan sama dia. Lagian, rencana nonton bola ini tuh idenya Savan. Dia juga yang beliin tiket ini untuk kita. Katanya sebagai permintaan maaf karena udah buat kamu pingsan kemaren."

"Kan gak perlu sampe beliin tiket. Nanti dikiranya aku ini tipe orang yang suka minta sogok lagi," gerutu Selia tak terima.

"Cerewet bener. Bukannya bilang makasih udah dibeliin." Army menjitak kepala Selia yang disambut dengan delikan sadis mata Selia kepada kakaknya itu. "Pikirannya itu sesempit pikiran kamu. Jangan berburuk sangka sama orang lain. Itu gak bagus."

Selia terdiam.

"Woy, dengar, gak?" Army mendorong kepala Selia lagi karena kembali merasa tidak diacuhkan.

"Iya, cerewet!" sungut Selia sambil memegangi kepalanya. "Kakak ini udah kayak anak perempuan aja. Dari tadi nyerocos terus. Pantes aja gak ada cewek yang mau sama kakak." Selia menjulurkan lidahnya ke arah Army.

"Daripada kamu! Cewek tapi kayak cowok. Pantas juga gak ada cowok yang mau sama kamu. Paling gak, kakak gak akan dapet julukan perawan tua. Weeee." Army balas menjulurkan lidahnya kepada Selia.

Bantal sofa itu kembali mendarat di wajah Army untuk kedua kalinya.

⚽💜⚽


Selia sudah mulai kesal karena Army belum juga menampakkan batang hidungnya di tempat mereka janjian untuk bertemu dan pergi bersama menonton pertandingan sore itu. Pertandingan tiga puluh menit lagi akan dimulai dan Selia masih seorang diri di sana.

[END] Soccer LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang