Enam orang pemuda stres karena tugas berkumpul di malam hari akhir pekan. Bisa dibayangkan apa yang terjadi? Bukannya mengerjakan tugas mereka malah asyik main game. Sebagian lagi asyik main gitar sambil menyanyikan lagu entah apa.
Kulit kacang dan bungkus snack bertebaran di mana-mana. Kaleng minuman ringan juga kertas tugas bertebaran di sana-sini. Suara tawa berapa menit sekali terdengar membahana di malam yang sunyi. Untung ayah mereka sedang tugas di luar kota. Kalau di rumah, mana bisa Army sebebas itu.
Dan orang yang membereskan segala kekacauan yang terjadi itu adalah Selia seorang. Seharian kemarin hari minggunya ia habiskan untuk membersihkan rumah. Kalau sampai ayahnya pulang rumah dalam keadaan seperti habis pecah perang begitu, bisa runyam urusan.
Sementara Army, bangun saat matahari sudah hampir separuh langit. Lalu dengan santainya ia bilang kepada Selia, "Wah, kamu memang adeknya kakak yang paling manis."
Selia langsung merasa perutnya mual mendengar pujian kakaknya itu. Dan hari itu, rasanya badan Selia remuk redam. Sesekali ia memukul-mukul pundaknya dengan kepalan tangan, sesekali meregangkan otot yang rasanya amat kaku. Membuat mood-nya belajar di hari Senin hilang seketika.
Untung saja Army itu kakaknya. Kalau bukan, Selia sudah menguburnya hidup-hidup bersama sampah yang ia dan teman-temannya tinggalkan.
Ngomong-ngomong soal teman-temannya Army, Selia sempat curi dengar saat mengantarkan minuman untuk mereka. Sepertinya Savan mulai melancarkan agresinya membujuk mereka untuk bergabung dalam tim sepak bola.
Awalnya mereka hanya tertawa. Reaksi seperti yang kebanyakan murid SMA Panca Bakti berikan selama Selia berpromosi. Namun, entah kenapa Selia sempat curi dengar beberapa saat kemudian kalau teman Army yang bernama Yoga ingin bergabung.
"Sel, ada yang nyari kamu," ujar Hana yang baru tiba di kelas sepulang dari perpustakaan.
"Siapa?" tanya Selia tak bersemangat.
"Tuh!" Hana menunjuk ke arah jendela kelas dan Selia menemukan Savan sedang celingukan.
"Mau apa dia?" tanya Selia keheranan. Lalu dengan sangat malas ia menggeret kakinya menuju pintu kelas.
"Kamu nyari aku?" tanya Selia saat sudah berdiri di hadapan Savan.
"Aku cuma mau kasih kabar. Nanti sore kita udah bisa latihan," jawab Savan membuat Selia yang tadinya terlihat lesu langsung menegak seperti bunga yang baru berkembang.
"Mak-maksud kamu, bukannya anggota kita masih kurang?" tanya Selia tergagap tak percaya.
"Kita udah dapet empat orang tambahan," jawabnya lagi.
"Siapa?"
"Neil, Yoga, Hans, sama Fauzan. Sepulang dari rumah kamu, mereka bilang bersedia bergabung."
Selia tak percaya ini. Semudah itu mendapatkan tambahan anggota. Semudah itu mendapatkan pelatih. Semudah itu mendapatkan izin kepala sekolah.
"Kalau gak berubah pikiran, ada dua orang murid kelas dua kenalan Danish yang mau gabung juga. Kita lihat aja nanti mereka dateng atau enggak. Kalau mereka jadi gabung, lengkap udah tim kita dan kita bisa mulai latihan. Semester depan kita udah bisa ikut uji coba turnamen SMA se-kota Jakarta," jelas Savan.
Selia masih mematung. Ia tidak percaya ini.
"Kamu gak apa-apa?" Savan menggerak-gerakkan tangannya di depan wajah Selia.
"Ini semua beneran, ya? Bukan mimpi, kan?" tanya Selia lagi untuk meyakinkan dirinya. Savan hanya menjawab dengan anggukan.
Seketika Selia melompat-lompat senang dan tanpa sadar memeluk lengan Savan. Yang dipeluk hanya tersenyum tenang seperti sudah menduga kalau hal-hal seperti itu akan terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Soccer Love
Teen FictionSavan Adinata jatuh cinta dengan Akselia Thihani yang membencinya karena ia murid Charlemagne. Untuk mendapatkan hati gadis itu, Savan rela pindah ke SMA Panca Bakti tempat Selia bersekolah dan membantunya membentuk tim sepak bola. Semua berjalan l...