Prologue (The First Meet)

26.4K 911 19
                                    

Haluuuu, assalamualaikum semuanya. Cieee kita ketemu lagi nih di cerita lama dengan judul yang berbeda.

"Loh kok?" 

Iya manteman. Jadi, cerita ini tuh sebenarnya cerita yang pernah aku tamatin sebelum nulis Halal Bersama Abidzar. Awalnya tuh judul cerita ini 'Kusebut Namamu di Sepertiga Malamku' dan aku ganti jadi 'Dream Priest'

"Kok diganti?"

Jangan tanya gini ya manteman. Soalnya aku sendiri juga bingung, kok malah ganti judul. Terus kalau alasan aku buat nulis ulang cerita ini karena aku mau revisi besar-besaran tapi alur akan tetap sama seperti sebelumnya. Sooo, kalau kalian penasaran, yuk langsung masukin cerita ini ke perpustakaan kalian ;)

Udah itu aja yang mau aku sampain.

Happy reading manteman ;)

****

Seperti bandara pada umumnya, Bandara Husain Sastranegara juga tampak sangat ramai dengan orang-orang yang berlalu-lalang. Beberapa dari mereka membawa lebih dari satu koper, ada pula yang tidak membawa koper. Mungkin kedatngannya ke sini sama seperti dengan seorang wanita bertubuh kurus yang tengah mengenakan jilbab berwarna hitam, yaitu menjemput seseorang yang baru saja tiba di kota ini--Bandung.

Namun, bedanya mereka dengan wanita bertubuh kurus dan tinggi itu adalah, mereka tahu ingin menjemput siapa di bandara ini, sementara wanita pemilik nama lengkap Adinda Syabilla Almeira, sama sekali tidak tahu siapakah gerangan yang ingin dia jemput di sini.

Helaan napas berat terdengar kala netra cokelatnya mengedarkan pandangan ke segalah arah. Sudah sepuluh menit lamanya dia berdiri tidak jauh dari pintu di mana seseorang yang hendak dia jemput akan muncul di sana setelah pesawatnya mendarat.

Selain menunggu seseorang yang sama sekali tidak dia ketahui. Dia juga tengah menunggu abangnya yang sedang ke toilet. Sebenarnya, Syabil tidak ada hubungannya dengan seseorang yang dia jemput hari ini, karena seseorang yang tidak dia ketahui itu adalah sahabat Abid, abangnya. Dan dia berada di sini hanya karena paksaan Abid.

Syabil kembali menghela napas panjang. Namun, detik berikutnya ia mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya. Setelah itu, dia kembali mengedarkan pandangan ke segalah arah. Saat netra cokelatnya menangkap sebuah objek yang bagus untuk dipotret, dengan segera ia mengarahkan kamera ponselnya ke arah objek itu.

Sebuah kurva bulan sabit seketika muncul di bibirnya kala melihat hasil potretannya yang sangat memuaskan, walau hanya memotret menggunakan kamera ponsel. Syabil kembali mengedarkan pandangan dan mengambil beberapa objek yang menurutnya bagus untuk diabadikan. Dalam sekejap dia bisa melupakan kekesalannya karena Abid.

Saat kembali mencari objek yang indah, pandangannya seketika terkunci pada satu sosok kaum Adam yang baru saja keluar dari pintu sembari menarik koper  hitam miliknya. Outfit yang pria itu kenakan terlihat sedikit kaku ditambah dengan wajahnya yang terlihat tidak berekspresi sama sekali.

Pria berbadan tegap itu mengenakan celana bahan kain hitam dipadukan dengan kemeja putih yang lengannya digulung sampai di bawah siku. Namun, entah mengapa pandangan Syabil tidak bisa lepas dari sosok pria itu. Dia seolah memiliki magnet tersendiri hingga Syabil tidak bisa melepas pandangannya.

Dengan perlahan tangan Syabil yang sedang memegang ponsel terangkat, lalu mulai mengarahkan kamera ponselnya ke arah pria itu. Saat dia mulai memotret bersamaan dengan itu si pria berbadan tegap melihat ke arahnya.

Cekrek ....

Pandangan keduanya bertubrukan selama beberapa detik, hingga Syabil lebih dulu sadar dan segera mengalihkan pandangannya. Dengan satu kali gerakan Syabil sudah membelakangi pria tadi. Napasnya seketika memburu dan saat memegang dadanya, dia bisa merasakan jantungnya yang kini berdetak begitu cepat.

Saat dia berusaha menenangkan diri, ponsel abangnya yang berada di dalam tas berbunyi, dengan cepat ia mengambilnya dan mengangkat telepon tanpa membaca nama si penelpon. "Halo, assalamualaikum," ujarnya.

"Waalaikumsalam. Ini siapa?" tanya si penelpon.

Sebelum menjawab Syabil lebih dulu melihat nama si penelpon, Azam, batinnya. Kemudian dia kembali menempelkan ponsel abangnya ke telinga. "Aku Syabil adiknya Bang Abid," jawab Syabil dan setelah itu si penelpon tidak berbicara lagi. Syabil mengernyit bingung kala orang di seberang sana belum juga mengatakan sesuatu. Dia tidak lagi mendengar suara si penelpon selain suara berisik.

"Halo ...." Namun, tetap saja tidak ada jawaban. Bahkan Syabil sudah beberapa kali memanggil seseorang di seberang sana, tetapi tidak direspons.

"Abid ke mana?"

Seketika Syabil terlonjak kaget saat mendengar suara yang terdengar tiba-tiba dari belakangnya. "Astagfirullah," ujarnya seraya mengusap dadanya dengan pelan. Syabil pun mulai berbalik hendak melihat siapakah gerangan yang ada di belakangnya. Namun, dia kembali dibuat terkejut saat netranya menangkap seseorang yang sudah dia potret juga seseorang yang beberapa menit lalu bertatapan degannya berada kurang lebih setengah meter di hadapannya.

"Allahu Akbar!"

To be continued.

Ayyey, setelah mengulang menulis prolog beberapakali akhirnya kelar juga wkwk.

Seperti biasa jangan lupa tinggalkan jejak setelah membca, ya. jangan lupa untuk komen juga, mau itu komen tanggapan kalian tentang cerita ini atau komenan krisar juga nggak masalah kok. Yuk jadi pembaca yang baik ;)

Seehhuuu, sampai jumpa di BAB 1.

Jazakumullah Khairan.

Ay.

Pinrang, 06, Agusrus, 2021.

Dream Priest (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang