Happy reading🐥
Jangan lupa pencet gambar bintang yang ada di pojok bagian bawah sebelah kiri ;)
****
Saat Abid masuk ke dalam kamar Syabil, pria berwajah tampan itu mengernyitkan dahi kala tidak menemukan Syabil berada di tempat tidurnya. Namun, saat menatap lurus ke depan, netranya menemukan sosok Syabil yang tengah berdiri di balkon. Posisinya yang membelakangi Abid, tidak membuat wanita itu sadar jika kini Abid sudah berada di sampingnya.
Abid menggeleng pelan kemudian mengembuskan napas pelan. "Jangan ngelamun, Bil!" tegurnya seraya menepuk bahu Syabil dengan pelan.
Syabil sendiri yang tadinya memang melamun, berjengkit kaget saat merasakan sentuhan tiba-tiba. "Abang."
"Ngelamunin apa, sih? Kan, Abang udah bilang jangan melamun terus. Kamu mau keserupan?"
Syabil seketika mendelik ke arah Abid, lalu melayangkan sebuah pukulan di lengan kekar pria itu. "Omongannya ih!" Detik berikutnya tatapan Syabil berubah sendu. Dia menunduk seraya memainkan jari-jemarinya. "Aku bener-bener ngerasa nggak enak sama Mas Andre, Bang. Dia untuk sementara waktu harus pake bantuan tongkat kalau mau jalan ... dan itu karena kesalahan aku," lirih Syabil.
Walau kejadiannya sudah lewat seminggu, tetap saja rasa bersalah selalu menghantui Syabil. Dia juga selalu berandai-andai agar kejadian itu tidak terjadi, tetapi ya ... namanya penyesalan pasti akan selalu datang di belakang.
"Kamu mau ngerasa bersalah dan nggak enak gimana pun nggak akan ngebuat kaki Mas Andre langsung bisa jalan tanpa memakai tongkat. Daripada kamu ngerasain dua hal itu mending kamu doain Mas Andre biar kakinya cepat pulih dan bisa berjalan seperti sedia kala tanpa bantuan tongkat lagi."
Syabil menatap Abid. "Kalau doa-in sih pasti, Bang."
"Lagian ummi sama abi lagi pergi ke rumah Mas Andre, buat jengukin dia. Jadi, daripada kamu bengong di rumah mending ikut Abang," ujar Abid.
"Ih, kok ummi sama abi nggak bilang kalau mau pergi jengukin Mas Andre. Kan, aku juga mau ikut, Bang," protes Syabil.
"Kenapa protes sama Abang?" tanya Abid seraya menaikkan sebelah alisnya. "Udah, buruan kamu siap-siap! Abang juga mau siap-siap."
Abid yang hendak pergi ditahan oleh Syabil. "Eh, bentar, Bang. Kita mau ke mana malam-malam gini?" tanya Syabil bingung.
"Ke rumah temen Abang." Setelah itu Abid keluar dari kamar Syabil.
****
"Loh ini rumah siapa, Bang?" tanya Syabil setelah mobil Abid berhenti tepat di depan gerbang berwarna hitam menjulang tinggi.
Setelah menyalakan klaksonnya. Abid melirik ke arah Syabil. "Rumah temen Abang."
"Loh, Mas Alif udah ganti rumah lagi?" tanya Syabil bingung.
Abid yang mendengar ucapan Syabil itu juga ikut mengernyit bingung, lalu berkata, "Kamu pikir teman Abang cuman Alif?" Syabil mengangguk sebagai jawaban.
"Bukan," ujar Abid lalu jari telunjuknya dia arahkan pada pria yang sedang membukakan pagar. "Dia juga teman Abang. Azam, dosen kamu. Lupa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream Priest (Sudah Terbit)
SpiritualLayaknya Fatima Az-Zahra yang mencintai diam-diam Ali bin Abi Thalib, maka begitu pula yang dirasakan oleh Syabil setelah kedatangan dosen baru di kampusnya. Namun, jika Ali bin Abi Thalib yang juga memiliki rasa pada Fatima Az-Zahra, maka berbeda h...