Happy reading 🐥
Jangan lupa pencet gambar bintang yang ada di bagian bawah pojok sebelah kiri yaw ;)
****
Setelah melaksanakan salat magrib berjamaah dengan Maysarah. Syabil langsung menuju kamarnya. Saat tiba di kamar, dia segera menuju balkon, lalu mendongak menatap langit yang mulai sepenuhnya berubah gelap.
Angin berembus sedikit kuat, hingga membuat jilbab instan yang Syabil kenakan bergerak. Tidak ada bintang yang muncul di atas langit, angin yang berembus pun terasa sangat dingin. Syabil tebak, jika sebentar lagi hujan akan mengguyur kota Bandung.
Syabil berbalik, lalu menyandarkan tubuhnya di pagar pembatas balkon seraya melipat kedua tangannya di depan dada. Lagi-lagi pikirannya membawa dia pada kejadian siang tadi di musala kampus. Syabil benar-benar tidak menyangka jika pemilik suara azan yang merdu itu adalah Azam. Di jadi teringat dengan perkataan Alfi siang tadi.
“Masya Allah ... maka nikmat Tuhan-mu mana lagikah yang kamu dustakan? Udah ganteng, cerdas, berwibawa, suara azannya merdu pula. Pak Azam paket komplit nggak, sih?”
“Kalau dipikir-pikir perkataan Alfi bener juga, sih. Aku yakin deh yang jadi istrinya Pak Azam nanti, pasti bahagia dan bersyukur banget punya suami kayak beliau,” monolog Syabil seraya menatap sendal putih berbulunya.
“Jangan-jangan kamu baper lagi sama Pak Azam.”
Syabail langsung menggeleng kuat saat ucapan Alfi di tangga musala itu tiba-tiba terlintas di kepalanya. “Nggak! Mana mungkin aku baper cuman karena diliatin Pak Azam kayak kemarin,” ujar Syabil berusaha melawan perasaannya. “Oh ... atau jangan-jangan Pak Azam ngeliatin aku karena waktu itu aku fotoin beliau diam-diam,” lanjut Syabil seraya menjentikkan jarinya, seolah ucapannya tadi benar-benar masuk akal.
Namun, detik berikutnya Syabil menggeram kesal karena sisi lain dari dirinya mengatakan jika Azam menatap dia bukan karena persoalan fotonya yang Syabil ambil diam-diam. “Haish, lama-lama aku bisa stres kalau mikirin ini mulu. Lagian kenapa, sih kalau Pak Azam ngeliatin aku? Hak dia dong, mata, mata dia. Kok aku harus sewot, sih?”
Setelah mengatakan hal itu, Syabil beranjak meninggalkan balkon, tetapi sebelum benar-benar meninggalkan kamarnya, dia lebih dulu menutup pintu balkon, karena jika hujan turun lantai kamarnya bisa basah karena percikan air hujan. Pada saat tungkainya sampai di lantai bawah, bertepatan dengan itu Rahman dan juga Abid muncul dengan pakaian yang menandakan jika mereka baru saja pulang dari masjid.
“Kalian udah pulang ternyata. Gih ganti baju dulu, abis itu langsung ke meja makan, ya,” titah Maysarah yang baru saja tiba dari dapur. “Yuk, Bil bantu Ummi siapin makanan.”
Syabil mengangguk seraya mengacungkan jempolnya. “Okkey, Ummi.” Sebelum mengikuti langkah Maysarah, Syabil menatap Abid, raut wajahnya seketika memelas.
Abid mengernyit bingung sembari membalas tatapan Syabil. “Kenapa?”
“Nanti kalau Bang Abid abis ganti baju, tolong sekalian HP aku juga diambil, ya,” pinta Syabil setelah itu menunjukkan cengirannya.
Abid mengubah raut wajahnya dengan sedatar mungkin. “Nggak kedengaran,” ujarnya sembari berjalan meninggalkan Syabil yang sudah memberenggut.
“Nggak mau tahu. Pokoknya nanti kalau Bang Abid ke bawah ambilin HP-ku. Awas aja!” ujar Syabil dengan suara yang naik beberapa oktaf.
“Syabil!” panggil Maysarah dari dapur.
Syabil seketika menoleh lalu menyahut. “Iya, Ummi. OTW!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream Priest (Sudah Terbit)
EspiritualLayaknya Fatima Az-Zahra yang mencintai diam-diam Ali bin Abi Thalib, maka begitu pula yang dirasakan oleh Syabil setelah kedatangan dosen baru di kampusnya. Namun, jika Ali bin Abi Thalib yang juga memiliki rasa pada Fatima Az-Zahra, maka berbeda h...