21

218 9 6
                                    

Adara berjalan tertatih-tatih menelusuri koridor, ia sesekali menutup telinga mendengar perkataan yang keluar dari beberapa siswa.

"Makanya jangan nafsu, gini kan jadinya."

"Jalang. Pantesan aja Arka harus berpikir dua kali untuk tanggung jawab."

"Gak malu tuh perut udah sedikit buncit?"

"Cih, gue ngelihatnya aja udah muak."

"Anak haram tuh yang ada dikandungannya."

Ia menggigit bibirnya kuat-kuat menahan air mata yang akan lolos kapan saja. Dengan cepat Adara berlari, tangannya yang berada di perut buncitnya sama sekali tidak terlepas.

Kandungannya sudah menginjak, 4 bulan maka dari itu perutnya sudah sedikit membuncit. Ia menundum takut, ketika melihat tatapan guru yang berlalu lalang.

Kepala sekolah belum datang dari luar kota, maka dari itu Adara belum juga dikeluarkan dari sekolah. Tetapi ada satu orang yang mencegahnya di keluarkan dari sekolah yaitu Abey.

Adara sempat tidak percaya Abey melakukan ini kepadanya, jelas-jelas Abey membencinya.

Adara masih menyempatkan sekolah, pada kandungannya yang menginjak 4 bulan itu. Kebetulan jadwal penerbangannya nanti sore.

Mata cokelat gadis itu menatap sendu ke arah pria yang sedang tersenyum kepada seorang wanita cantik yang berada disampingnya.

Adara tersenyum miris. Sangat miris. Andai saja ia yang berada di posisi wanita itu, akan bahagia kehidupannya, tidak seperti ini yang entah disebut apa.

Ia menoleh ketika mendengar suara seseorang yang memanggil namanya, tanpa disadari Adara jika Arka ikut menoleh, melihat jika Adara sedang berdiri di ujung koridor sekolah.

Matanya berjalan ke depan Adara yang menampakkan wajah para sahabatnya, yang Arka sendiri tidak mengenalnya dengan baik.

Adara, gadis itu menemukan wajah Fara, Anna, Mira dan Dora yang tengah tersenyum lebar.

"Lo harus ikut kita!" seru Fara menarik tangan Adara pelan.

Adara menatap keempat sahabatnya yang menggiringnya entah ke mana. Dan setelah berjalan mereka sampai di belakang sekolah.

"Lo yakin mau ninggalin kita semua?" Anna bertanya setelah memastikan Adara duduk di rumput dengan nyaman.

Adara terkekeh. "Siapa yang ninggalin lo semua?"

"Lo kan katanya mau kembali ke Malaysia," kata Mira menimpali.

"Gue gak ninggalin kalian, gue hanya ingin ketenangan. Lagian kalian bisa ketemu sama gue, selama apa yang kalian mau," balas Adara dengan tatapan tenang.

Mereka terus saja berbicara, berbeda dengan satu perempuan diantara nereka yang memlih bungkam. Mata cokelatnya tidak kunjung lepas dari gerak-gerik Adara.

Perempuan itu tersenyum miris seraya membenarkan ikatannya yang merosot.

Ia menyentuh bahu Adara dan berucap, "Gue gak nyangka lo se-lemah ini, Ra."

Adara menoleh, mendapati Dora yang sedang tersenyum lembut. "Ya, gue lemah. Lemah karena hati gue."

Dora mendongak supaya air matanya tidak mengalir. Ia melihat sisi berbeda dari gadis yang bernama Adara itu. Berbeda.

"Terserah lo. Gue hanya mau bilang, hati-hati di jalan. Gue pergi, karena guru yang ngajar pertama di kelas gue guru killer," jawab Dora seraya berdiri dan beranjak pergi.

"Kita semua akan kangen lo." Mereka semua berdiri setelah mennegar suara bel berbunyi.

Adara terkekeh sesaat sebelum akhirnya ia melangkah pergi.

••

Adara terus saja melangkah, ia memilih pulang jalan kaki. Sebelumnya ketika ia ingin melabgkah pergi, Bryan memberikan tumpangan.

Akan tetapi Adara menolaknya dengan halus, karena Bryan yang sangat mengkhawatirkan dirinya sampai memaksa Adara untuk pulang bersamanya.

Adara mengucapkan bahwa baik untuk wanita hamil berjalan kaki. Walaupun Adara tidak tahu itu benar atau salah, ia hanya saja tidak ingin merepotkan Bryan.

Karena saking asyiknya melamun, ia sampai tidak sadar bahwa ada yang mengikutinya di belakang. Orang itu dengan sigap membekap mulut dan hidung Adara dengan sapu tangan.

Adara memberontak, orang itu memukul pelan bahu Adara membuat dirinya dengan cepat kehilangan kesadaran.

Entah karena efek kehamilannya yang membuat dirinya mudah sekali pingsan atau memang sakit yang menjulur.

••

Gelap. Hanya itu yang menghiasi seluruh mata Adara. Dia bangkit akan tetapi tidak bisa, ia mengalihkan tatapan melihat tangannya yang diikat dengan kursi sekaligus.

Sakit menjukur bahu dan tangannya yang diikat, begitu pun kepalanya yang masih sedikit pusing akibat efek bius.

Ia mengerang pelan sambil berusaha melepaskan tali yang mengikat tangannya.

Rasa gatal akibat rambutnya yang menusuk hidungnya membuat Adara sontak teriak, tidak tahan untuk menggaruk hidungnya.

Suara teriakannya membuat dua orang tegap bangun dari tidur pulas mereka. Dengan cepat satu orang berbaju hitam itu berlari.

Tak lama kemudian muncullah seorang wanita yang sedang menyesap rokoknya.

Cahaya yang minim membuat Adara susah mengenali siapa wanita itu. Bagaimana ia bisa disekap dan diculik oleh wanita itu yang pasti Adara tidak mengenalinya.

"Kenapa, Sayang? Tidak mengenaliku, hm?" Setelah dia melangkah mendekati Adara, cahaya pun mulai menyoroti wajah wanita itu.

Seketika Adara terbelalak. Ternyata wanita itu tidak lain dan tidak bukan adalah ....

"A–Alice?" Bukan terkejut akan wajah Alice, ia juga terkejut mengetahui bahwa Alice perokok.

Alice mendekat, mencengkram erat dagu Adara hingga membuatnya meringis.

"Ternyata lo gak lupa sama gue, baguslah," jawab Alice. Lalu mengembuskan asap rokok ke wajah Adara membuatnya terbatuk-batuk.

Alice memutari Adara, kamudian menjambak rambut panjang milik Adara, yang spontan membuat kepala gadis itu terhuyung ke belakang.

"Gue benci sama lo, Dara. Lo udah merebut Arka dari gue. Dan lo tau apa yang akan lo dapatkan setelahnya?" Senyum licik mengiasi bibir Alice.

Adara menelan ludah dengan susah payah setelah melihat seringai licik dari bibir Alice. Alice memandang Adara dengan tatapan tajam yang selama ini belum ditunjukkan kepada siapa pun.

"Apa yang lo mau dari gue?!" tanya Adara menggebu-gebu, napasnya memburu, menahan emosi yang memuncak.

"Hanya anak yang berada dijanin lo."

Adara kembali terbelalak mulutnya sedikit menganga, apa yang akan dilakukan Alice kepada calon bayinya?

Ia melompat walaupun tahu bangku yang terikat dengannya itu sangatlah berat. "Cobalah saja kalau lo bisa."

Alice membuang rokoknya lalu menginjaknya. Ia menatap wajah Adara dengan tayapan jijik.

"Lo gak malu mengandung anak dari orang yang sama sekali gak mau tanggung jawab. Seharusnya lo berterima kasih sama gue, karena dengan ini gue bisa meringankan beban lo."


TBC

Vote dan komentar. Makasih

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 13, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Girl TeaserTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang