Aku tidak habis pikir bakal menemukan Argo di acara resepsi pernikahan dengan kondisi seperti ini. Mengumpulkan piring dan gelas kotor lantas memasukkan ke dalam keranjang dan merapikan tatanan makanan prasmanan yang berantakan. Apakah ini akan menjadi pekerjaan Argo berikutnya setelah dia resign dari MyStory?
Duh, aku lupa. Waktu Mas Didas ngurut kakiku, kenapa aku tidak mencoba cari informasi dari dia, ya. Habisnya Mas Didas saat itu nyeremin. Aku tidak bisa berpikir jernih dalam keadaan dipijat begitu. Apa lagi sama Mas Didas yang secara kenyataan masih tercatat sebagai atasan resmiku di kantor. Saat itu situasinya sedang aneh saja.
"Lo mau ke mana? Jangan main kabur aja." Mas Navin menahan lenganku ketika kakiku hendak melangkah mengekori Argo.
"Gue ada urusan mendadak. Lo selesein urusan lo sendiri aja deh, Mas. Kalau urusan lo udah kelar kabarin aja. Gue masih di sekitar gedung ini, kok."
"Emang lo punya urusan apaan? Sok sibuk."
"Urusan gue masih di sekitar sini, Mas. Gue nggak akan pergi jauh. Katanya lo pengin menuntaskan urusan tanpa mengurangi sisi kejantanan lo sebagai seorang pria. Sekarang silakan dibuktikan. Lo bisa mengatasi masalah sendiri tanpa harus gue temani. Lo pasti bisa, Mas."
Mas Navin menarik napas dalam-dalam. Melirik sekilas ke arah pelaminan lantas meneliti penampilannya sendiri.
"Lo bener, Nir. Gue emang selalu bisa."
"Nah, gitu dong. Bikin tuh cewek nyesel udah mutusin lo, tapi jangan bikin dia balikan sama lo. Tunjukin sama dia kalau hidup lo lebih berfaedah sejak kalian putus."
Mas Navin tersenyum lebar. "Memang itu tujuannya."
Kubiarkan Mas Navin berkreasi menyelesaikan babak akhir drama kehidupannya terhadap sang mantan dengan caranya sendiri. Aku tidak mau ikut campur karena saat ini aku punya fokus yang lebih penting, yaitu menemukan Argo di antara kerumunan manusia. Langkah pertama untuk mendeteksi keberadaannya adalah fokus kepada orang-orang yang mengenakan kemeja putih dan celana panjang hitam. Itu adalah seragam untuk bagian katering di acara ini berdasarkan pengamatanku.
Aku mengikuti seorang wanita berpakaian serupa membawa nampan berisi gelas, berjalan ke luar aula. Baru kali ini aku antusias banget kepoin hidupnya orang. Wajar tidak, sih? Gara-gara Argo, aku memiliki softskill terbaru yang tidak banyak dikuasai semua orang. Yaitu menjadi penguntit. Suatu saat nanti kalau ada rekrutmen agen rahasia aku akan mengikuti setiap tahapan seleksinya. Mungkin bekal pengalaman pribadi menguntit ini bisa dijadikan bahan pertimbangan supaya diterima sebagai bagian dari tim pencari orang hilang atau menemukan buronan.
Seorang pria dengan kemeja putih longgarnya sedang jongkok sambil mencuci peralatan makan membuatku berspekulasi.
"Hai, Argo," sapaku.
Pria itu menolehkan kepala. Alisnya menukik dan matanya menyorot tajam ke arahku. Aku nyengir menanggapi ekspresi keterkejutannya. Dia mencuci tangan, lalu berjalan mendekatiku. Melihatnya menekuk wajah kayak gitu bikin aku waswas. Tepatnya, deg-degan.
"Ada apa?" tanyanya setelah kami berdiri berhadapan.
"Kok lo bisa..." aku tidak enak bilangnya.
Argo melipat tangannya. Meneliti wajahku kemudian beralih kepada busana yang aku kenakan.
"Lo datang sama siapa?"
Aku menggaruk tengkuk. Senyuman kecilku menjelma menjadi senyuman lebar. Kubikin bentukan senyum paling manis berdasarkan versiku. Seketika aku merasa kikuk. Kenapa aku bisa jadi segatal ini di depan lawan jenis, ya?
"Sama abang gue. Lo kok bisa... ngurusin katering di sini?" tanyaku hati-hati, takutnya nanti dia tersinggung.
"Oh, gue kira sama Mas Didas."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ready To Love You [Terbit]
Romance[Pemenang Wattys 2019 Kategori Romansa] Pramesa Nirandana tidak mengenal Argo Dewangkara sepenuhnya meskipun mereka bekerja di dalam satu ruangan yang sama. Perlakuan tidak menyenangkan yang kerap dialami Argo, mengundang simpati Nira. Sebuah misi d...