25. Sebuah Permainan

28.7K 4.2K 400
                                    

"Masa kamu nggak ingat saya, Nira? Saya temannya Rendra."

Spontan aku memukul dashboard. Mas Didas terkejut dan tentu saja aku lebih terkejut. Rendra? Rendra ketua resimen mahasiswa yang rumornya galak itu? Eh, tapi kalau sama aku tidak galak. Sebentar, Rendra yang pernah jadi pacarku selama satu tahun itu? Mas Didas temannya Rendra? Kok bisa begitu, ya. Relasi dari mana?

Aku pernah bilang kalau aku punya beberapa mantan, kan. Sebenarnya aku tidak mau mengingat nama-nama mereka, tapi gara-gara Mas Didas terpaksa aku harus mengingat salah satu nama mereka. Rendra termasuk mantan pacarku yang cukup agresif. Barangkali dia sudah terbiasa beraktivitas fisik makanya ketika berinteraksi denganku dia sangat atraktif. Bersama Rendra, aku punya pengalaman menakjubkan tak terlupakan. Namun, di sisi lain, Rendra juga termasuk golongan pria kebanyakan. Bulshit.

Mendengar Mas Didas menyebutkan nama Rendra membuatku tak habis pikir korelasinya di mana. Aku tahu betul Mas Didas bukan alumni kampus yang sama denganku. Tadi dia bilang sudah menginginkanku sejak lama. Kenalnya dari mana coba?

"Rendra? Bagaimana bisa..."

"Nira, kamu tahu nggak kalau pergaulan Rendra itu sangat luas. Dia memiliki kemampuan komunikasi yang mumpuni untuk menarik perhatian orang lain. Nggak heran kalau sekarang dia sudah sukses menjadi manajer pemasaran perusahaan multinasional. Kariernya menanjak drastis. Padahal saya pikir Rendra mau terjun ke dunia militer, lho."

Alisku menukik. Gimana maksudnya?

"Kamu nggak ingat Rendra pernah ngenalin kamu sama saya waktu acara penggalangan dana?"

Telunjuk Mas Didas berselancar di pipiku. Dia tertawa ketika kutepis tangannya jauh-jauh.

"Saya dan Rendra berteman baik. Awalnya saya kenal dia karena kita berada dalam organisasi yang sama. Dia itu donator tetap, sama kayak saya. Saya nggak nyangka dibalik sisi kemanusian Rendra yang tinggi terhadap sesama, ternyata sisi liarnya boleh juga. Rendra sering cerita gimana kalian melakukannya," menjeda sejenak, Mas Didas tersenyum menatapku. 

"Kan saya jadi penasaran seberapa hebatnya kamu. Sampai sekarang pun saya masih sering bertukar kabar dengan Rendra. Dia tahu kamu kerja satu kantor sama saya. Yah, dari situlah Nira, saya mengenali kamu sebagai gadis... ah, saya salah ucap. Kamu bukan gadis lagi."

Mas Didas terkikik. Aku merasa dilecehkan. Wajahku memanas hingga merambati leher. Untuk apa Rendra mengumbar pengalaman tarian ranjangnya kepada publik. Aku curiga, jangan-jangan selain kepada Mas Didas, dia juga membaginya kepada orang-orang terdekatnya. Membangun anggapan dan reputasi negatif tentang diriku. Ini tidak benar. Kalau dia sungguh-sungguh membenciku, katakan saja. Tidak usah menyebar kebencian kepada orang lain. Aku yakin Rendra melakukan ini lantaran sakit hati.

"Kamu cuma mau melakukannya sama pacar kamu saja. Itulah letak kesulitannya. Saya harus menjadi pacar kamu dulu supaya kita bisa bermain. Hm, jujur saja saya harus membuat Argo meninggalkan kamu untuk mendapatkan posisi itu. Saya pikir-pikir terlalu tragis, tapi kalau saya menawarkan tarif kesannya nggak sopan karena saat ini posisi kamu nggak sedang terhimpit masalah finansial," lanjut Mas Didas mengedikkan bahu.

Sudut mataku berkedut. Aku tidak menyangka tingkat kesintingan pria di sampingku ini sangat menyedihkan. Banyak klinik kejiwaan yang masih mau menampung dirinya. Menjadikan bagian dari pasiennya. Aku memang pernah menjadi wanita murahan, dulu. Aku tidak malu mengakuinya, sebab hal itu adalah bagian dari proses melanjutkan kehidupan. Apa salahnya ketika seseorang memiliki masa lalu yang memilukan? Toh, sudah terlewat juga.

Otakku berputar keras. Saat ini tidak ada yang bisa menyelamatkanku kecuali diriku sendiri. Kalau aku berteriak, suasana semakin kacau. Mas Didas akan membekap mulutku kemudian terburu-buru menggendongku ke dalam rumahnya. Menghempaskan tubuhku di atas sofa ruang tamunya. Lalu, dia memaksakan kehendaknya. Mataku memejam merasakan sekelibat bayangnya beradu di atas tubuhku. Aku akan menuntutnya ke ranah hukum seandainya dia berani nekat seperti itu.

Ready To Love You [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang