21. Rahasia Hati

32.1K 4.9K 349
                                    

Maaf, aku khilaf 🙈.
Ternyata susah pengin hiatus lama. Ternyata bisa juga nyempilin nulis di tengah situasi banyak kerjaan. Lumayan buat selingan. Hahaaa

Aku juga lagi gemas sama mereka berdua, makanya kadang di sela ngerjain report aku kepikiran sama mereka. 😂😂

Kalau kamu, gemas sama Nira - Argo juga nggak?

Ada yang mau novel gratis? Cek instagramku lagi ada giveaway di sana.
😉




Argo menjaga jarak duduk denganku. Dia terlihat bingung. Aku menggeser duduk, mengintip wajahnya yang menunduk. Kusentuh pundaknya, dia menepisnya. Argo bersikap kembali seperti semula. Menghindari kontak mata denganku.

"Go," panggilku. "Maaf. Gue tahu lo pasti kecewa."

Argo merapatkan mulut. Semakin membuang muka, dia menarik napas panjang. Aku menautkan jemari. Mempersiapkan diri untuk segala kemungkinan yang akan terjadi.

Aku hanya berbagi rahasia kepada orang-orang tertentu. Bahkan kepada Tiara yang notabene kawan dekatku di kantor, tidak kuberitahu. Kurasa rahasia besar yang aku punya hanya akan kubagi bersama orang-orang yang kupercaya saja. Setiap orang punya masalah masing-masing. Kusadari masalah yang kualami memang masih dianggap tabu bagi sebagian orang.

"Lo boleh berhenti kok, Go. Gue nggak maksa lo lanjut. Gue bilang sekarang biar lo tahu kalau gue benar-benar percaya sama lo," lanjutku lirih.

Percakapan kami terjeda hening cukup lama. Argo tidak mengubah posisi. Aku tersenyum kecut. Segitunya banget Argo menghindari bertatap muka gara-gara diriku sudah tidak utuh lagi. Kupikir Argo masih memiliki toleransi, tapi ternyata dia tidak jauh beda dengan pria-pria yang aku temui. Iyalah, semua orang pasti mendambakan pasangan yang masih utuh. Tidak apa-apa, memang aku yang salah.

"Ngomong dong, Go. Katanya lo mau berjuang bareng sama gue. Lo nyerah? Lo beneran jijik sama gue, ya?" seruku mengentakkan kaki. Kuhela napas sebelum berdiri. "Yaudah, gue balik aja. Makasih lo udah mau jadi pacar seminggu gue. Makasih udah bikin gue percaya."

Sepertinya sudah tidak ada harapan. Argo benar-benar bungkam. Mungkin sebaiknya aku benar-benar mendengarkan nasihat ayah dan Mas Navin. Tidak sembarangan mendekati dan didekati lawan jenis. Serta, tidak ada pria yang pantas untukku selain mereka berdua. Tadinya aku mengira mereka konyol, tapi kenyataannya ayah dan Mas Navin memang pria terbaik.

Menahan genangan air mata yang nyaris tumpah, aku beranjak menyambar tas di meja dekat televisi. Menghambur pergi membiarkan Argo yang asyik memikirkan diri sendiri. Iya, mana ada dia mikirin aku. Buktinya, dia tidak bertindak apa pun setelah kuberitahu rahasia terbesarku. Aku sudah tidak peduli jika suatu hari nanti Argo menyebarkan berita ini. Sekalian saja semua orang tahu biar tidak ada yang tertarik denganku.

"Lo mau ke mana?" Argo menarik tanganku.

"Pulang," sahutku ketus.

"Sini."

Argo membimbingku kembali duduk di sofa. Aku menurutinya meskipun bibirku mencemberutinya dari belakang.

"Katanya lo mau di rumah gue sampai malam. Ini masih siang, yakin lo mau pulang?" tanyanya.

"Nggak usah pegang-pegang. Lo jijik sama gue, kan?"

"Siapa yang bilang jijik? Gue dari tadi diam aja."

"Iya juga, sih. Tapi bisa jadi lo ngomong gitu dalam hati. Ngaku aja!" teriakku, mendadak aku histeris. "Lo jijik karena gue udah nggak perawan. Lo jijik karena gue suka gonta-ganti pacar. Lo jijik karena gue wanita murahan. Ya, gue emang dulu kayak gitu, tapi gue udah lama berhenti, Go. Gue udah nggak pernah berhubungan sama laki-laki sejak masuk MyStory. Gue... gue udah nebak lo pasti risih sama gue. Iya, kan?"

Ready To Love You [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang