Sudah semingguan ini pekerjaan Ganis bertambah. Hal itu menjadikan pikirannya tak lagi penuh soal Bimo dan bayang-bayang selingkuhannya. Hanya saja saat lewat bengkelnya, kadang Ganis masih awas, berpikiran kalau-kalau dia tak sengaja melihat Bimo. Untuk makan siang pun, Ganis jadi semakin membiasakan diri membawa bekal dari rumah. Semua demi menjauhkan diri dari pria itu.
Ganis benar-benar terbantu dengan pekerjaan tambahan yang diberikan padanya. Dia mulai membuat proposal untuk acara gathering ECO grup dengan Faisal juga beberapa karyawan divisi IT serta anak-anak magang. Selesai jam kerjanya, Ganis mengajak rekan-rekan kerjanya itu untuk menyicil pekerjaan tersebut. Jangan sampai karena kegiatan itu pekerjaan pokok mereka jadi terabaikan. Setidaknya selama satu bulan, itu akan jadi pekerjaan tambahan anggota tim tersebut.
Sekarang ini di sela-sela jam kerjanya, Ganis kembali membaca mind-map yang jadi acuan kerjanya dengan semua anggota tim yang terdiri dari 15 orang. Menelitinya, mengecek ulang kalau-kalau ada yang terlewatkan.
"Budgeting-nya emang kisaran segini, Sal?" tanya Ganis.
"Iya. Lihat proposal tahun-tahun kemarin, kenaikannya nggak begitu banyak. Kita aja yang atur-atur segitu. Biar langsung diterima juga sama orang atas," jelas Faisal, menekuni data pada komputernya. "Buat tempatnya, ada rencana lain nggak, Nis? Tahun lalu waktu ECO Jakarta yang kebagian tugas, pakai ballroom hotel gitu lebih simpel, sih, Nis. Praktis juga."
Ganis menimang-nimang. Dia segera mencari tahu tempat yang pas menurutnya. Menit ke menit dihabiskannya menjelajah di situs internet, Ganis tak kunjung menemukan yang cocok.
"Nggak coba tanya sama Kang Ajun, Nis?" usul Faisal. "Kemarin kan Welkamsel Jabar habis gathering juga. Mungkin kita bisa matok dari sana."
"Udah .... udah. Kemarin sore udah aku tanya. Bentar ya," timpal Ganis. "Cuma aku cari referensi lain juga takutnya nggak cocok sama yang Kak Ajun kasih."
Melihat pekerjaannya yang sudah selesai, pandangan Ganis jatuh pada jam di layar komputernya. Sudah mau magrib. Dia tak akan pulang begitu malam. Memegang perutnya, Ganis merasakan lapar yang sempat diabaikannya karena pekerjaannya yang cukup padat. Ganis segera menelepon Ajun, bermaksud hendak mengajaknya makan malam sebelum pulang ke rumah. Tapi, pria itu tak kunjung mengangkatnya. Tumben sekali.
"Kita lanjut besok, ya? Cari tahu di internet dulu, terus kalau oke langsung kita telepon aja pihak hotel-nya," usul Ganis yang langsung diangguki para anggota panitianya.
Sampai ketika Ganis sudah siap dengan jaketnya, hendak pulang saat jam menunjukkan pukul 7 malam, Ajun tidak menghubunginya balik. Mungkin kakak sepupunya itu sibuk. Hanya itu yang terlintas di kepalanya.
"Nungguin Kang Ajun, Nis? Atau bawa motor?" Faisal yang kembali dari pantri, bergegas merapikan perlengkapan kerjanya.
Ganis mendongakkan kepalanya dari layar ponselnya. "Enggak, Sal. Aku bawa motor, kok."
Faisal mengangguk-anggukkan kepalanya. Sambil beres-beres, Ganis kembali mencoba menghubungi Ajun, tapi benar saja Ajun masih tak menjawab panggilannya. Ajakan Faisal untuk jalan bareng langsung dianggukinya. Mereka berjalan beriringan ke luar. Disusul Rian, anak divisi IT yang juga ikut membantu tugas Ganis dalam kepengurusan acara gathering, berlari kecil mengejar mereka.
"Tempatnya udah dapat belum, Nis?" tanya Rian yang masih sibuk mencari-cari sesuatu di dalam ranselnya.
"Udah dapat infonya, sih, dari Kak Ajun. Kenapa? Ada rekomendasi?" tanya Ganis.
"Kemarin dapat brosur dari teman di kosan yang kerja di Hotel. Lupa nggak kebawa," timpal Rian seraya membenarkan kembali gendongan ranselnya.
Sambil menunggu pintu lift terbuka, Ganis menekuni brosur yang diberikan Rian. Keningnya berkerut melihat nama Hotel pada brosur tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Inspirasa
RomansaSendirian adalah ketakutan terbesar Rengganis Arumina Satya yang membuatnya bergantung pada Arjuna Sandi Airlangga, kakak sepupu yang dikaguminya, orang yang menginspirasinya sejak kecil. Hingga waktu berlalu, rasa kagum itu berubah menjadi perasaan...
Wattpad Original
Ini bab cerita gratis terakhir