Korban Bully

34 7 0
                                    

   Kelas 10 baru saja naik kekelas 11. Kehidupan mereka tuk menjadi kakak kelas bagi anak kelas 10 baru saja dimulai. Semua murid diacak dan diatur ulang. Di tempatkan di kelas yang berbeda. Mereka akan mendapatkan teman baru agar bisa bersosialisasi lebih jauh lagi.

   Namun ada di antaranya yang masih bersama dari kelas 10. Salah satunya adalah mereka.  Mereka tetap berada di kelas yang sama. Banyak yang bilang mereka adalah pasangan yang cocok. Kebetulan. Mereka juga merupakan tetangga dan teman dari sejak kecil. Siapa lagi kalau bukan Riana dan Kelvin.

   Hari senin. Di mana upacara bendera akan segera dilaksanakan. Sudah kebiasaan Riana memakai dasi dan topi setelah jam masuk. Masih ada 15 menit lagi sebelum bell masuk dibunyikan. Ia pergi ke toilet dan meninggalkan atribut didalam tasnya.

Tring...tring..

   Bell masuk telah dibunyikan. Semua murid bergegas menuju kelapangan untuk mengikuti upacara. Kelas sudah sepi. Saat itu seseorang masuk kedalam kelas dan mendekati meja Riana. Dia membuka tas Riana dan mengambil atribut dalam tasnya. Yang tak lain adalah dasi dan topi.

>>>

   Riana berlarian menuju kelas untuk mengambil atributnya. Begitu membuka tas, semua atributnya telah hilang. Riana tidak mungkin melewati upacaranya. Tapi upacara tanpa atribut juga sama saja membuatnya dihukum. Tidak ada waktu untuk mencari atributnya. Jadi ia langsung keluar dan mengikuti upacara.

   Upacara berlangsung selama 30 menit. Sebelum upacara berakhir, guru meminta murid yang tak memakai atribut untuk maju kedepan.

"Siapa yang tidak pakai dasi dan topi? Maju!"

   Riana bergidik. Ia berdecik sebal. Siapa kira-kira yang menjahilinya seperti ini? Atributnya tidak mungkin hilang karena kecerobohannya. Ia ingat betul atributnya di simpan di dalam tas. Tempat yang seharusnya paling aman. Tapi kenapa? Tidak salah. Pasti ada yang mengambilnya.

   Di tengah kesibukannya berfikir, tiba-tiba terdengar suara teriakan guru melalui mikrofon yang seakan menyakiti telinganya.

"RIANA!!"

   Sudah berkali-kali bu Siska memanggilnya, bahkan sampai suaranya habis. Tapi gadis itu tidak kunjung menyahut. Di teriakan terakhir bu Siska memanggilnya, gendang telinga seluruh peserta upacara seakan telah pecah. Saat itu Riana baru tersadar jika ia di panggil. Ia mengernyitkan wajah seraya mengusap-usap telinganya yang berdengung. Kakinya berlari kearah depan dan berdiri di samping bu Siska.

"Kamu budeg ya? Daritadi saya panggilin", omel bu Siska dengan suaranya yang serak.

"Maaf bu", ucapnya.

   Bu Siska memelototinya. Bibirnya bergerak hebat seolah sedang berkumat-kamit membaca mantra. Rasanya ingin mengatai-ngatai Riana dengan perkataan kasar. Dia sangat kesal. Tapi mau bagaimana. Dia tidak bisa lebih kesal dari ini. Karena Riana sudah berulang kali membawa nama baik sekolah dan membanggakan sekolah dengan prestasinya.

"Yang tidak pakai topi, lari 10 keliling. Yang tidak pakai dasi, hormat kebendera sampai istirahat. Dan yang tidak pakai keduanya, jalani kedua hukuman tadi! Yang lain.. boleh bubar", jelas bu Siska.

"Bubar... Jalan!"

   Upacarapun telah benar-benar usai. Para murid segera meninggalkan lapangan dan menuju kekelas masing-masing. Riana dan ke 7 murid lainnya mulai menjalani hukuman lari keliling lapangan sebanyak 10 kali. Meski dengan berat hati, meski bukan karena kesalahannya juga, tapi ia adalah anak yang bertanggung jawab dan akan menyelesaikan perintah yang diberikan untuknya.

   Di samping itu, ada 3 anak laki-laki yang sedang melihat ke arah Riana. Salah satunya tersenyum.

"Beneran tuh gakpapa?", tanya seorang lelaki di samping lelaki yang tersenyum.

"Gakpapa. Peduli amat gua", jawabnya santai.

"Terus, mau lu apain dasi ama topinya?", tanya temannya lagi.

"Gua buang"

   Merekapun pergi meninggalkan lokasi seraya membuang dasi dan topi ke dalam tong sampah. Kelvinpun keluar kelas untuk melihat sahabatnya yang tengah menjalani hukuman. Dia tidak bisa membantu atau menggantikan posisi Riana. Hanya menatapnya khawatir.

"Riana..."

   Riana telah berhasil menjalani hukuman pertama. Ia sudah selesai berlari. Tepat pada ke-10 kalinya ia berkeliling. Kakinya bergetar, wajahnya berkeringat, matanya perem-melek. Rasanya sangat ingin tumbang. Tapi tidak akan ia biarkan karena masih harus menjalani satu hukuman lagi. Yaitu berdiri tegak menghormati bendera sampai istirahat. Maka akan membutuhkan 3 jam untuk berjemur dan mendengar bell istirahat dibunyikan.

   1 jam telah berlalu. Rasa pusing mulai menelan kepalanya secara perlahan. Matanya sempat terpejam beberapa kali, kemudian ia kembali menggelengkan kepalanya agar tetap sadar. Kakinya yang berdiri tegak secara perlahan mulai menggoyang. Tubuhnya bagai pohon kecil yang tertiup angin kencang.

   2 jam sudah. Sepertinya sudah batasnya menahan. Ia tidak bisa memaksakan diri lebih jauh dari ini. Tubuhnya perlu istirahat. Ia membutuhkan air tapi malah diberi terik matahari. Sekali lagi ia menatap ke arah bendera. Mengangkat wajahnya yang pucat seraya mengernyit. Bendera yang tadinya 1, di pandangannya berubah menjadi 3. Sampai akhirnya ia rubuh dalam kondisi tidak sadarkan diri.

Kring..kring...

   Bell istirahat telah berbunyi. Dalam mimpinya ia masih berjemur di bawah terik matahari. Masih dalam posisinya menghormat bendera. Hal yang paling di tunggunya adalah bell istirahat. Begitu mendengar bell seharusnya ia merasa lega karena bisa beristirahat. Namun ia membuka matanya secara perlahan dan tersadar jika dirinya telah berada di UKS. Ia saja tidak tahu jika dirinya tadi telah pingsan. Seseorang yang pertama dilihatnya adalah Kelvin yang menatapnya dengan lirih.

"Riana. Kamu udah sadar?", tanyanya merasa lega.

"Kok aku ada di sini? Bukannya tadi aku lagi..."

"Kamu pingsan", jawab Kelvin seraya memotong perkataan Riana.

"Hah? Pingsan?", tanya Riana bingung.

   Ia mengatur posisinya menjadi duduk. Kelvin membantunya untuk minum obat.

"Gimana? Masih pusing?"

"Udah enggak kok. Makasih"

"Tadi kamu kenapa? Kok bisa dihukum?", tanya Kelvin heran. Dia tahu betul jika orang seperti Riana itu setengah mustahil bisa dihukum hanya karena tidak pakai atribut. Riana adalah orang yang berpakaian lengkap saat kesekolah.

"Gak tau. Atribut aku tiba-tiba aja ilang. Padahal udah aku masukin ke dalam tas", jelas Riana.

"Masa? Lupa kali?"

"Enggak. Beneran deh. Pas aku liat atributnya masih ada. Terus  aku tinggalin ke toilet bentar, masa ilang gitu aja"

"Ilangnya dimana?"

"Dikelas", jawab Riana.

"Kayaknya ada yang ambil", kata Kelvin.

"Iya. Aku juga mikir kaya gitu. Tapi siapa?"

   Kelvin terdiam sejenak. Dia sedang berfikir. Jika sudah berfikir, fikirannya tak pernah meleset. Kemudian dia teringat sesuatu. Setelah upacara tadi, ada 3 orang lelaki yang berdiri di luar kelasnya, kemudian salah satu dari mereka membuang dasi dan topi ke dalam tong sampah. Kelvin sempat melihat itu karena dia sedang keluar kelas untuk melihat Riana. Hanya saja dia mengabaikan apa yang dilihatnya karena dia fikir itu bukanlah hal penting.

"Aku tahu siapa yang ngambil dasi dan topi kamu!", ujarnya antusias.

"Siapa?"

"David"

"David? Anak kelas kita?", tanya Riana seraya menautkan keningnya.

"Iya"

"Kenapa dia harus ngambil atribut aku? Bukannya dia bisa beli di kooperasi? Banyak duit juga", heran Riana.

"Biasanya kalo David udah niat ngerjain orang.. artinya kamu udah jadi korban pembullyannya", jelas Kelvin.

"Hah? Pembullyan?"

"Iya. Dia baru aja mulai"

Change For Love(True)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang