Kegelapan

1 5 0
                                    

 
   Gadis itu pergi ke toilet. Setelah selesai, gadis itu hendak membuka pintu. Namun begitu kenop pintu di putar, pintu tak kunjung terbuka. Ia coba berulang kali, sesekali pakai tenaga, tapi tetap tidak bisa dibuka. Ia panik seketika. Biasanya pintu ini tak pernah rusak. Tapi kali ini terkunci dari luar.

"Tolong bukain! Siapapun yang ada di luar. Tolong buka!", teriaknya seraya menggedor-gedor pintu berkali-kali.

Clek!!

   Lampu padam seketika. Riana terkejut. Ia sangat takut gelap.

"Buka! Tolong buka!", teriaknya lebih keras seraya mengetuk pintu lebih keras.

   Tak ada jawaban. Kelas sudah masuk 5 menit lalu. Hanya ia yang berada di toilet sekarang.

"Tolong buka...buka..", lirihnya.

   Ia menjatuhkan dirinya kelantai. Terduduk lemas dengan tangisannya. Direngkuhnya kedua kakinya seraya membenamkan wajahnya. Ia terisak. Menangis ketakutan. Mengingatkannya pada kisah dulu. Ketika kedua orang tuanya meninggal.

□●□●

   Saat itu Riana masih berumur 6 tahun. Riana sedang tertidur pulas ketika orang tuanya pergi. Mereka sengaja tak mengajak Riana karena tak tega membangunkan anaknya.
Ibunya lupa dan malah mengunci pintu dari luar tanpa sadar anaknya masih ada didalam.

   Hari sudah petang. Kedua orang tuanya bergegas untuk pulang. Dengan menaiki mobil sedan berwarna hitam yang ayahnya beli dari gaji keduanya.

"Ayo cepet, yah. Aku lupa kalau Riana masih didalam. Pintunya malah aku kunci", ujar ibu.

"Kamu gimana sih. Kasian Riana. Pasti dia ketakutan sekarang"

   Tiba-tiba...

BRAKKK!!

   Hanya 5 detik mata sang ayah menatap ibu dan memarahinya. Begitu melihat jalan kembali, wajah mobil Truk sudah terlihat di hadapan matanya. Sang pengemudi kehilangan kendali karena kantuk. Mengakibatkan tabrakan yang cukup parah.

   Sementara Riana kecil. Ia kini terbangun dari tidurnya. Sudah malam. Rumah gelap karena lampu yang tak dinyalakan. Di luar sedang hujan lebat. Petir menyambar. Suaranya mengundang ketakutan anak berumur 6 tahun itu.

"Mah.. pah.. nyalain lampu", panggilnya.

   Tak ada jawaban. Yang ada hanya suara petir yang menggelegar semakin keras. Ia menutup telinganya kuat-kuat hingga suara petir tidak lagi terdengar. Nafasnya menggebu, wajahnya mengernyit. Dalam situasi seperti ini biasanya ia memeluk ibunda. Tapi sekarang hanya bisa memeluk bantalnya.

   Begitu suara petir tak terdengar lagi, Riana berjalan ke arah saklar. Ia tak bisa melihat karena kondisi rumahnya sangat gelap. Gadis kecil itu hanya bisa berjalan seraya berpegangan dengan dinding. Berloncat-loncatan karena saklar lampu cukup tinggi. Tubuhnya yang pendek tidak bisa menggapainya. Iapun mencari kursi dan menaiki kursi itu. Namun hasilnya tetap nihil. Dirinya masih tak sanggup menggapai saklar lampu. Meski sudah menaiki kursipun ia harus tetap berjinjit. Ia sangat berharap kegelapan akan segera berakhir dan segera berhasil menyalakan lampunya.

     Saat itu..

Tok! Tok! Tok!

"Riana! Buka pintunya!", teriak seorang lelaki dari luar seraya mengetuk pintu.

   Riana menoleh. Suaranya sangat familiar. Itu adalah Kelvin. Ia perlahan turun dari kursi dan berjalan ke arah pintu. Kegelapan masih mengelilinginya. Ia melangkah dengan hati-hati karena takut menabrak benda di sekitar ruang tamunya. Sesampainya di pintu dan menarik kenop pintu kebawah, rupanya pintu tak bisa dibuka. Mereka hanya bisa bertatapan melalui jendela.

"Kelvin! Pintunya kekunci! Bukain!", pinta Riana seraya menangis ketakutan.

"Tunggu!"

   Kelvin mencari bebatuan di pekarangan rumah Riana. Dia berusaha menghancurkan kenop pintu dengan batu besar yang berada digenggamannya. Tangannya yang kecil tidak cukup kuat untuk menaik turunkan batu itu secara terus-menerus. Sehingga dia berhenti dengan tangannya yang melemas.

"Tolong! Tolong!", teriak Kelvin. Dia pasrah dan lebih memilih orang lain saja yang membukakan pintu untuk Riana.

   Tak lama kemudian seseorang datang dengan keadaan berlari kencang. Ia datang dengan keadaan panik. Nafasnya menggebu.

"Riana mana?", tanyanya kepada Kelvin.

"Didalam. Pintunya terkunci"

   Pria paruh baya itu dengan segera mendobrak pintu. Dengan usahanya, pintupun berhasil terbuka. Dia berhasil mendapatkan Riana yang terkurung dan menangis sesegukan karena takut. Pria itu langsung memeluk gadis cilik itu. Memeluknya erat dan menangis. Membuat Riana merasa heran. Kenapa dengan pria ini?

"Riana... ayah dan ibu kamu... mereka kecelakaan dan nyawanya tak terselamatkan", jelas pamannya.

□●□●

  Dalam kursinya Kelvin bergidik. Riana tak kunjung kembali. Sebentar lagi bell pulang akan dibunyikan. Dia menggigit kukunya gemas, kakinya dia sentakkan kelantai secara berulang. Tak ada cara lain. Dia tidak bisa diam saja. Kelvin berjalan kearah guru, kemudian meminta izin.

"Bu. Saya mau ketoilet"

"Yasudah. Jangan lama-lama", pinta guru yang sepertinya tak sadar bahwa Riana belum kembali.

   Kelvin bergegas pergi ke toilet. Berlarian dengan perasaan khawatir. Riana tak terlihat di sepanjang kooridor. Tidak. Riana tidak ada di mana-mana.

   Sampailah Kelvin di depan pintu toilet wanita. Dia terdiam sejenak. Apa tidak apa jika dia masuk kedalam? Bagaimana jika ada siswi lain di sana? Pasti siswi itu akan berteriak dan mengira Kelvin cabul.

"Riana... kamu ada di dalem?", tanyanya di depan pintu toilet yang tertutup.

   Tak ada jawaban. Suasana hening. Yang terdengar hanya suara para murid di kelas masing-masing.

   Di dalam toilet sangat sunyi. Tak ada suara lain selain suara tetesan air keran. Daritadi mengharapkan seseorang datang. Begitu ada yang datang, gadis itu tak sadarkan diri dengan air mata yang membasahi pipinya. Kepalanya tersender ke sebuah drum. Separuh rambutnya telah basah oleh air.

"Riana?", panggil Kelvin lagi-lagi.

   Sepertinya tidak ada orang di dalam toilet sehingga dia tidak ragu lagi untuk masuk.

"Riana...", panggilnya saat dia sudah ada di dalam.

   Dia melihat salah satu pintu terkunci dari luar. Kuncinya masih tergantung di kenop pintu. Dia tersadar akan sesuatu. Mungkin Riana ada di dalamnya. Dengan cepat dia menghampiri pintu itu dan membuka kuncinya. Tubuh Riana ambruk bersamaan dengan pintu yang terbuka.

"Riana!"

   Riana segera dibawa ke UKS. Kelvin menggendongnya seraya berlari. Nafasnya menggebu. Dia hampir saja menangis karena gadis yang di sukainya tak sadarkan diri. Setelah sampai dan merebahkan Riana di atas kasur, Riana kembali tersadar. Guru yang bertugas di UKS segera memeriksa keadaannya.

"Gimana keadaan Riana, bu?", tanya Kelvin panik.

"Dia syok. Tapi keadaannya sudah membaik"

"Terimakasih, bu"

   Guru meninggalkan mereka berdua.

"Riana. Kamu gakpapa, kan?", tanya Kelvin.

   Wajah Riana sangat pucat. Bibirnya terbungkam, pandangannyapun kosong.

"Riana..."

"Vin...", panggil gadis itu dengan suaranya yang lemah.

"Apa?"

   Kelvin mendekatkan wajahnya ke wajah Riana agar bisa mendengar suara dari gadis ini. Suaranya nyaris tak terdengar.

"Aku inget. Aku inget, Vin. Aku inget", ucap gadis itu seraya menangis.

"Inget apa?"

   Gadis itu tak menjawab. Hanya menangis tersedu-sedu.

"Riana. Jawab aku. Apa yang kamu inget?"

"Mamah sama papah aku meninggal"

Change For Love(True)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang