Sehari berrlalu, setelah aku berkunjung kerumah Rani untuk sekedar mengetahui kabarnya.Suasana pagi yang suram tanpa Rani, kembali aku alami untuk kesekian kalinya. Padahal baru kemarin aku bertemu Rani di rumahnya, entah kenapa aku masih diliputi rasa gelisah.
Aku yang terduduk sendiri di depan gedung Fakultas Teknik dengan dibayangi perasaan galau tanpa kehadiran Rani. Menatap ke langit, seraya berkata..
"Ya Tuhan.. Seperti inikah rasanya aku tanpa kehadiran seorang Rani..?"gumamku sembari menghela nafas.
Ku arahkan pandanganku ke pintu masuk gedung Fakultas Teknik. Masih teringat jelas olehku, bagaimana tiap pagi Rani menyapaku dan bercanda bersama denganku. Ingin rasanya aku mengulang kembali masa-masa itu.
"ooiii moo.."ucap Fendra membuyarkanku dari lamunanku.
"Apaan sih lo ndraa, gangguin gue aja.."ucapku ketus sambil memukul Fendra.
"ngelamun aja lo.. udah bosen nih gue, hampir tiap hari liatin lo kayak gini.."ucap Fendra sembari duduk disampingku.
"Mo.. gue tau lo cinta sama Rani, tapi gak gini juga caranya. galau-galauan gak jelas kayak gini, apa untungnya buat lo?? lagian Rani bukan pacar lo kan.. biarin aja masalah ini jadi masalah Rani, dan lo jangan ikut-ikutan mikir kayak gini. Mana Simo yang gue kenal dulu,?"sambung Fendra.
Aku hanya terdiam dengan apa yang Fendra ucapkan barusan padaku. Aku tahu dia peduli padaku, secara aku ini adalah temannya.Tapi inilah aku, orang yang paling tidak bisa tinggal diam jika seseorang yang aku sayangi dalam masalah.
"menurut lo, wajar gak sih gue kayak gini? gue bingung, padahal Rani bukan siapa-siapa gue. Emang harus gue akui, gue suka dan sayang sama Rani, dan pastinya dia gak tau tentang rasa gue ini ke dia. Tapi gue peduli ama dia ndraa.."ucapku ke Fendra.
"hahaha, ada-ada aja lo moo.. udah kayak cewek aja lo.."ucap Fendra ketawa.
"tapi tungguu.. menurut gue wajar-wajar aja sih mo, secara lo sayang sama Rani dan ini cara lo buat nunjukin rasa sayang lo ke dia. Gue ngerti gimana perasaan lo sekarang. Tapi lo gak harus terlarut dalam masalah Rani ini mo.."sambung Fendra sambil menepuk bahuku.
"thanks bro, lo emang sahabat gue yang ngerti gue banget.."ucapku.
"udah.. udah.. lo jangan galau-galauan lagi, lama-lama lo udah kayak young lex aja, nyeselkan.. nyeselkan..."ucap Fendra diiringi tawa.
"anjayy.. gue disama-samain ama young lex.."ucapku sambil ketawa.
Aku beruntung masih punya teman yang mengerti akan diriku seperti Fendra ini.
Tak lama setelah itu, datang lah Firda berlari tergesa-gesa ke arahku dan Fendra dengan wajah yang cemas.
"mo.. gawatt moo.. gawattt!!"ucap Firda terengah-engah.
"ada apa fir,?"ucapku sedikit kaget.
"Ranii.. Rani... Rani.."ucap Firda sembari mencoba mengatur nafasnya.
"Rani kenapa??"ucapku penasaran dan mulai sedikit cemas.
"Rani ditemukan gak sadarkan diri dikamarnya, tadi bi Imah ngasih tau gue lewat telfon.."ucap Firda tegang.
"Apa..!!??"ucapku kaget,dan tak menyangka dengan apa yang barusan aku dengar. Padahal baru kemaren Rani mengatakan bahwa dia baik-baik saja padaku.
Seketika itu juga, aku merasa waktu berhenti berputar untuk sementara waktu dan Bumi seperti berhenti berotasi. Pelangi yang kuharapkan kemunculannya, kembali menjadi badai dahsyat yang berkepanjangan.
"dimana Rani sekarang,?"ucapku khawatir.
"dia.. dia sekarang di rawat di Rumah sakit Yos Sudarso dari semalam.."jawab Firda.
"Buruan kesanaa.."ucapku pada Fendra dan Firda tergesa-gesa.
Aku, Firda dan Fendra berlalu meninggalkan kampus, menuju ke rumah sakit untuk menjenguk Rani. Perasaan cemas dan takut mulai menghantuiku.
"Semoga Rani baik-baik saja.."bathinku.
Sampailah kami di Rumah Sakit Yos sudarso, yang terletak tidak jauh dari kampus kami. Kami menuju ke tempat reservasi dan menanyakan ruang dimana Rani dirawat. Terlihat raut wajah Firda yang tegang dan mulutnya komat kamit sambil mengusap-usap tangannya.Sampailah kami diruangan Rani dirawat,
"perr.. misi..."ucap Firda tegang, sembari membuka pintu. Firda mendekati ibu Rani dan terlihat mengobrol, aku dan Fendra mengikutinya.
Terlihat tubuh Rani terbujur kaku di atas tempat tidur dengan alat infus yang tertancap di tangan kanannya dan memakai alat bantu pernafasan.Aku melihat orang tua Rani dan Bi Imah, terlihat ibunya menangis sembari di tenangkan Bi Imah.
Sedangkan ayahnya terlihat tenang, mungkin saja dia tidak ingin terlihat sedih oleh orang lain.
Aku melihat rani terbujur kaku dengan wajah yang lemas, perasaanku mulai bercampur aduk.
"Ranii.. bangun... sadarlah Rani... Aku sungguh tidak ingin kamu seperti ini.. Aku terlalu takut membayangkan semua ini terjadi.. Hatiku remuk, melihat pelangi hatiku redup dan tak bersinar lagi seperti biasanya.. Bangun Rani.. Bangun..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Simo & Rani (Biarkan Waktu Yang Menjawab)
RomanceSimo menyukai wanita yang cantik di kampusnya, akan tetapi di saat yang bersamaan wanita tersebut sedang menghadapi masalah dalam keluarganya. Di sisi lain Simo merasa di uji, bagaimana bisa mendapatkan wanita itu dan menyelesaikan masalahnya.